Saturday, March 14, 2015

MAKALAH TAJDID

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fenomena tajdid, sebenarnya telah terjadi jauh sebelum Islam lahir dan akan terus berlangsung hingga sekarang ini. Mujadid sebelum Islam adalah para Nabi yang telah dibebani tugas tajdid. Peristiwa ini telah diisyaratkan dalam hadits Nabi saw., beliau bersabda: “Yang membimbing Bani Israil adalah para Nabi, tatkala Nabi yang satu wafat maka Nabi yang lain akan datang menggantikannya…” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Tajdid yang mereka lakukan bukan pada ranah ushul agama, melainkan pada syariatnya saja. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s. yang telah memberikan keringanan syariatnya Bani Israil.
Dan Islam adalah agama terakhir yang pernah ada dimuka bumi hingga akhir nanti. Islam sendiri juga telah melakukan tajdid atas agama-agama sebelumnya. Jika mujadid adalah para Nabi, maka apakah mungkin saat ini akan ada mujadid baru mengingat Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi.? Jika demikian, maka yang pasti akan meneruskan mata rantai mujadid adalah ulama. Mengapa demikian? Karena ulama adalah pewaris Nabi, mereka dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan Nabinya Bani Israil dalam hal mengemban tugas tajdid seperti sabda Nabi: “Ulamanya umatku seperti Nabinya Bani Israil”. Lantas seperti apakah tajdid selepas Nabi Muhammad saw itu akan diulas berikut ini.
B.     Pengertian Tajdid
Tajdid secara etimologi adalah menjadikan sesuat yang lama/qadim menjadi baru/jadid. Maksudnya adalah keadaan sesuatu yang telah terkontaminasi oleh sesuatu hal yang lain, kemudian diupayakan agar kembali pada keadaannya semula. Upaya mengembalikan pada keadaannya yang semula inilah yang dinamakan tajdid. Jika demikian tajdid adalah mengembalikan pada keadaan sesuatu sebelum berubah.
Adapun tajdid secara terminologi adalah (1) Menghidupkan/ihya’ dan membangkitkan kembali ajaran-ajaran agama Islam yang telah luntur atau terlupakan. (2) Beramal sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. (3) Membumikan al-Qur’an dan as-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari.
Menghidupkan kembali di sini memiliki arti mengembalikan ajaran-ajaran Islam yang telah banyak luntur agar kembali hidup sebagaimana yang telah dipraktikkan semasa Nabi Muhammad saw. Adapun maksud dari membumikan al-Qur’an dan as-Sunnah adalah melakukan ijtihad agar keduanya dapat dipraktikan ditengah-tengah umat. Itjithad seperti ini pernah dilakukan oleh Sahabat Nabi, Muadz ibn Jabal ketika Rasulullah bermaksud mengutusnya ke Yaman beliau bertanya:.
Apabila dihadapkan kepadamu satu kasus hukum, bagaimana kamu memutuskannya?, Muadz menjawab:, Saya akan memutuskan berdasarkan Al-Qur’an. Nabi bertanya lagi:, Jika kasus itu tidak kamu temukan dalam Al-Qur’an?, Muadz menjawab:,Saya akan memutuskannya berdasarkan Sunnah Rasulullah. Lebih lanjut Nabi bertanya:, Jika kasusnya tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan Al-Qur’an?,Muadz menjawab:, Saya akan berijtihad dengan seksama. Kemudian Rasulullah menepuk-nepuk dada Muadz dengan tangan beliau, seraya berkata:, Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridloi-Nya.”(HR.Abu Dawud)
C.    Landasan Dan Teori Ide Tajdid
Istilah tajdid adalah istilah syar’i yang bersumber kepada hadits Nabi Muhammad saw, yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
Artinya: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus untuk umat ini setiap awal seratus tahun orang yang memperbarui agamanya.” (HR. Abu Daud).
إِنَّ الإِيمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ الْخَلِقُ ، فَاسْأَلُوا اللَّهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيمَانَ فِي قُلُوبِكُمْ .
.Artinya: "Sungguh, iman itu dapat usang sebagaimana pakaian dapat menjadi usang. Karenanya mohonlah selalu kepada Allah agar memperbaharui iman yang ada dalam jiwamu." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim.)
جَدِّدُوْا إِيْمَانَكُمْ قَالُوْا كَيْفَ نُجَدِّدُ إِيْمَانَنَا قَالَ أَكْثِرُوْا مِنْ قَوْلِ لا إِلَهَ إِلَّا الله.
Artinya: “Rasulullah bersabda, ‘Perbaharuilah iman kalian semua!’ Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana caranya, Ya Rosulallah ?’ Kemudian Rasulullah menjawab, ‘Perbanyaklah membaca Lâ ilâh illâ Allâh.“ ( HR. Ibnu Hanbal )




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Akar Historis Tajdid Pada Masa Klasik
Membagi Sejarah Perkembangan Peradaban Islam ke dalam tiga periode yaitu periode klasik 650-1250 M, dibagi dalam dua masa : Masa kemajuan Islam I 650-100 b .masa disintegrasi 1000 - 1250 M Jejak tajdid pemikiran Islam klasik2 dapat dilacak dari warisan khasanah kelilmuan klasik (turats) yang kaya dengan varian dan bidang kajian.Turats itu dapat ditemukan dengan mudah di perpustakaan-perpustakaan Islam dan selalu dikaji (marja’) dalam tradisi intelektualisme Islam modern sekarang ini.Tetapi sebenarnya jejak tajdid itu dapat ditelusuri sejak awal Islam, walaupun tentu sulit untuk ditemukan warisan khasanah keilmuannya.
Pada era Sahabat,bisa diambil contoh tajdid pemikiran Islam yang dimotori Umar ibn Khattab saat ia dihadapkan pada kenentuan normatif nash dengan tuntutan realitas.Contoh pemikiran inovatif Umar kala itu adalah saat ia menjabat Khalifah kedua yang mengambil kebijakan untuk tidak membagikan tanah pertanian di Syiria dan Irak yang baru dibebaskan kepada tentara Muslim yang turut berperang,tetapi justru kepada petani kecil setempat, sekalipun mereka ini belum menjadi Muslim.
Pemikiran Umar yang menjadi kebijakan Khalifah ini menimbulkan protes keras dari kalangan Sahabat yang lain. Dipelopori Bilal, sang Muadzin Nabi, banyak Sahabat menuduh Umar telah menyimpang dari al-Qur’an, yang menurut mereka, telah jelas menyatakan ke mana saja harta rampasan perang didistribusikan (Q.S. al-Anfal).Lagi pula Nabi sendiri telah pernah membagi-bagi tanah pertanian rampasan serupa itu kepada tentara,yakni tanah-tanah pertanian Khaibar setelah dibebaskan dari kekuasaan Yahudi yang memusuhi Nabi. Contoh klasik lain yang dapat dikemukakan di sini adalah tindakan Umar yang melarang tokoh Sahabat Nabi menikah dengan perempuan Ahl- al-Kitab (Yahudi dan Nasrani), padahal al-Qur’an jelas membolehkan (Q.S. al-Maidah: 5).Umar tidak berpegang pada makna lahiriyah teks al-Qur’an itu, akan tetapi ia melihat dari perspektif sosio-politik umat Islam yang menurutnya jika perkawinan antar agama diijinkan, maka akan terjadi kasus-kasus penelantaran kaumMuslimah. Tajdid adalah suatu keniscayaan. Dan ia adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Semua yang ada disekitar manusia melakukan tajdid, karena hidup senantiasa bergerak progresif.
Demikian juga waktu yang terus berputar. Ia juga melakukan tajdid. Waktu yang telah berlalu berbeda dengan waktu sekarang dan yang akan datang. Dengan begitu, permasalahan baru senantiasa muncul dan membutuhkan legitimasi hukum yang kuat dari ajaran islam, baik permasalahan politik, ekonomi maupun sosial.
Disamping itu, pengembangan serta pengamalan ajaran Islam itu sendiri, seiring bergantinya zaman juga semakin lesu dan tidak bergairah, sehingga ajaran Islam nyaris lenyap tak tersisa. Karena itulah, tajdid sangat diperlukan guna membangkitkan kembali gairah dan semangat keagamaan. Sehingga dengan itu, Islam akan senantiasa sholih di segala zaman dan tempat.
B.     Latar Belakang Munculnya Tajdid
      Ada dua aspek yang melandasi kemunculan tajdid dalam Islam antara lain:
1. Aspek Teologis
Aspek Teologis adalah landasan atau dasar-dasar keagamaan yang dijadikan rujukan dalam pelaksanaan tajdid.Dasar-dasar keagamaan yang dijadikan rujukkan digali dari sumber pokok ajaran Islam yaitu al-qur'an dan As-Sunnah sebagai penjelas yang dipahami dengan akal pikiran.
2. Aspek Historis
Aspek historis ialah tantangan-tantangan dan respon yang dimunculkan umat Islam pada kurun waktu tertentu.Nabi Muhammad SAW adalah seorang Mujaddid, bila kita melihat dari sisi bahwa Nabi Muhammad SAW.
     Menurut Drs. Syaikhul Hadi Permana MA adalah keterbelakangan kondisi umat Islam sejak abad ke-12 sampai dengan abad ke-19, bahkan sampai dengan sekarang. Faktor-faktor penyebab keterbelakangan umat Islam sepanjang sejarah berbeda-beda dan tidak hanya satu faktor, tetapi beberapa faktor secara kumulatif akan tetapi faktor-faktor itu tidak lepas dari hal-hal sebagai berikut:
  1. Ambisi perebutan kekuasaan (perpecahan politik)
  2. Kemorosotan moral terutam pada penguasa yang melenyapkan identitas muslim, korupsi, kemewahan hidup, sistem feudal yang menguasai tanah yang sangat luas
  3. Politik adu domba yang dilancarkan pihak lain
  4. Kurang atau tidak mengamalkan ajaran agamanya (lemah iman)
  5. Kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi.
     Kesemuanya itu kalau diringkas ada 3 penyebab, yaitu perpecahan, dekadensi moral dan kebodohan. Untuk itu perlu adanya toleransi internal, peningkatan pendidikan dan pengajaran terutama dalam bidang sains dan teknologi. Tajdid dalam konteks ini diberi makna pembaruan, atau mondernisasi
C.    Tema-Tema Tajdid dalam Islam
     Tema pembaharuan dalam Islam yang disuarakan oleh para pembaru adalah :
1.      Kembali kepada AL-Qur'an dan Sunnah
Seruan para pembaharu Islam kepada Ummatnya untuk Kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah dimaksudkan agar mereka kembali kepada Islam sejati dan meninggalkan segala bentuk praktek keagamaan yang menyimpang dari tuntunan al-Qur'an dan As-Sunnah.
2.      Membuka kembali pintu ijtihad.
Jika AL-Qur'an dan As-Sunnah merupakan sumber hakiki dan sempurna sebagai pedoman, maka sumber-sumber selain kedua sumber tersebut tidak wajib diikuti secara mutlak.Proses Ijtihad adalah menggunakan segenap kemampuan intelektualnya melalui kedalaman ilmu untuk menggali hikmah yang terkandung dalam ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah.
D.    Metodelogi Tajdid
1.      Metode
2.      Bayani (semantik) yaitu metode yang menggunakan pendekatan kebahasaan
3.      Ta’lili (rasionalistik) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakanpendekatan penalaran
4.      Istislahi (filosofis) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakan pendekatan kemaslahatan
2.      Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam menetapkan hukum-hukum ijtihadiah adalah :
1.      Al-Tafsir al-ijtima’i al-ma’asir (hermeneutik)
2.      Al-Tarikhiyyah (historis)
3.      Al-Susiulujiyah (sosiologis)
4.      Al-Antrufulujiyah (antropologis)
3. Teknik
Teknik yang digunakan dalam menetapkan hukum adalah :
1.      Ijmak
2.      Qiyas
3.      Mashalih Mursalah
4.      Urf
E.     Ta’arudh Al-Adillah
1.      Ta’arudh Al-Adillah adalah pertentangan beberapa dalil yang masing-masing menunjukkan ketentuan hukum yang berbeda.
2.      Jika terjadi ta’arudh diselesaikan dengan urutan cara-cara sebagai berikut :
1.      Al-Jam’u wa al-taufiq, yakni sikap menerima semua dalil yang walaupun dhairnya ta’arudh. Sedangkan pada dataran pelaksanaan diberi kebebasan untuk memilihnya (tahyir).
2.      Al-Tarjih, yakni memilih dalilyang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lebih lemah.
3.      Al-Naskh, yakni mengamalkan dalil yang munculnya lebih akhir.
4.      Al-Tawaqquf, yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil baru.
4. Metode Tarjih terhadap Nas
Pentarjihan terhadap nash dilihat dari beberapa segi :
1.      sanad
1.      kualitas maupun kuantitas rawi
2.      bentuk dan sifat periwayatan
3.      sighat al-tahamul wa al-ada’
2.      Segi matan
1.      Matan yang menggunakan sighat nahyu lebih rajih dari sighat amr
2.      Matan yang menggunakan sighat khas lebih rajih dari sighat ‘am
3.      Segi Materi hokum
4.      Segi Eksternal

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam Muhammadiyah mengalami perubahan yang sangat berarti. Pada pase pertama tajdid dalam Muhammadiyah baru pada tataran praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada pemurnian akidah dan ibadah, sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh umat Islam pada saat itu. Tema sentral tajdid pada pase ini adalah pemurnian. Kemudian pada pase kedua konsep tajdid diarahkan pada upaya untuk merspon perubahan masyarakat yang berkaitan dengan al-umur al-dunyawiyyah. Pada pase ketiga, menjelaskan bagaimana pembaharuan yang dilakukan muhammadiyah.
Dan yang terakhir pentingnya pembaharuan yang dilakukan muhammadiyah. Jadi, pembaruan akan selalu terjadi dan terus berkembang. Dan, pembaruan itu akan terjadi dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal syahadah.
B.     Saran
Tajdid atau pembaharuan dalam Islam khususnya dalam Muhammadiyah memang perlu terus dilakukan oleh kader–kader Muhammadiyah. Hal ini untuk melindungi ajaran–ajaran agama yang semakin hari luntur oleh fenomena modern yang berkembang di masyarakat. Pola kehidupan masyarakat modern yang memiliki budaya baru yang lebih bebas cenderung melupakan ajaran – ajaran agama yang  sebenarnya.
Disinilah peran tajdid harus dikedepankan, karena dengan hadirnya tajdid dari pemikiran – pemkiran para cendekiawan dan tokoh agama, perubahan – perubahan kehidupan tetap bisa berjalan sesuai dengan koridor agama Islam yang sesuai dengan Al – Qur’an dan Hadist.




Daftar Pustaka

1.      Ahmad Baso, Kritik Nalar Al-Jabiri : Sumber, Batas-batas, dan Manifestasi, Jurnal Teks, Vol. I Tgl. 1 Maret 2002, 
2.      Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Keislaman, 1993, MIZAN, Bandung.
3.      Hendar Riyadi, Respon Muhammadiyah dalam Dialektika Agama, Pikiran Rakyat, edisi Senin 24 Februari 2003.
4.      Ibnu Salim dkk, Studi Kemuhamadiyahan, Kajian Historis, Ideologis dan Organis, 1998, LSI UMS, Yogyakarta.
5.      M. Amin Abdullah, Al-Ta’wil al-Ilmi : Ke Arah Perubahan Paradigma Kitab Suci, Jurnal Al-JAmiah Vol. 39, Juli-Desember
7.      ya/muhammadiyah.or.id
8.      Sumber : Islam Digest , Republika, Ahad, 4 Meret 2015
9.      Sumber : Dialog Jumat, Republika, Jumat, 2 Maret 2015


MAKALAH TAJDID

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fenomena tajdid, sebenarnya telah terjadi jauh sebelum Islam lahir dan akan terus berlangsung hingga sekarang ini. Mujadid sebelum Islam adalah para Nabi yang telah dibebani tugas tajdid. Peristiwa ini telah diisyaratkan dalam hadits Nabi saw., beliau bersabda: “Yang membimbing Bani Israil adalah para Nabi, tatkala Nabi yang satu wafat maka Nabi yang lain akan datang menggantikannya…” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Tajdid yang mereka lakukan bukan pada ranah ushul agama, melainkan pada syariatnya saja. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s. yang telah memberikan keringanan syariatnya Bani Israil.
Dan Islam adalah agama terakhir yang pernah ada dimuka bumi hingga akhir nanti. Islam sendiri juga telah melakukan tajdid atas agama-agama sebelumnya. Jika mujadid adalah para Nabi, maka apakah mungkin saat ini akan ada mujadid baru mengingat Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi.? Jika demikian, maka yang pasti akan meneruskan mata rantai mujadid adalah ulama. Mengapa demikian? Karena ulama adalah pewaris Nabi, mereka dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan Nabinya Bani Israil dalam hal mengemban tugas tajdid seperti sabda Nabi: “Ulamanya umatku seperti Nabinya Bani Israil”. Lantas seperti apakah tajdid selepas Nabi Muhammad saw itu akan diulas berikut ini.
B.     Pengertian Tajdid
Tajdid secara etimologi adalah menjadikan sesuat yang lama/qadim menjadi baru/jadid. Maksudnya adalah keadaan sesuatu yang telah terkontaminasi oleh sesuatu hal yang lain, kemudian diupayakan agar kembali pada keadaannya semula. Upaya mengembalikan pada keadaannya yang semula inilah yang dinamakan tajdid. Jika demikian tajdid adalah mengembalikan pada keadaan sesuatu sebelum berubah.
Adapun tajdid secara terminologi adalah (1) Menghidupkan/ihya’ dan membangkitkan kembali ajaran-ajaran agama Islam yang telah luntur atau terlupakan. (2) Beramal sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. (3) Membumikan al-Qur’an dan as-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari.
Menghidupkan kembali di sini memiliki arti mengembalikan ajaran-ajaran Islam yang telah banyak luntur agar kembali hidup sebagaimana yang telah dipraktikkan semasa Nabi Muhammad saw. Adapun maksud dari membumikan al-Qur’an dan as-Sunnah adalah melakukan ijtihad agar keduanya dapat dipraktikan ditengah-tengah umat. Itjithad seperti ini pernah dilakukan oleh Sahabat Nabi, Muadz ibn Jabal ketika Rasulullah bermaksud mengutusnya ke Yaman beliau bertanya:.
Apabila dihadapkan kepadamu satu kasus hukum, bagaimana kamu memutuskannya?, Muadz menjawab:, Saya akan memutuskan berdasarkan Al-Qur’an. Nabi bertanya lagi:, Jika kasus itu tidak kamu temukan dalam Al-Qur’an?, Muadz menjawab:,Saya akan memutuskannya berdasarkan Sunnah Rasulullah. Lebih lanjut Nabi bertanya:, Jika kasusnya tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan Al-Qur’an?,Muadz menjawab:, Saya akan berijtihad dengan seksama. Kemudian Rasulullah menepuk-nepuk dada Muadz dengan tangan beliau, seraya berkata:, Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridloi-Nya.”(HR.Abu Dawud)
C.    Landasan Dan Teori Ide Tajdid
Istilah tajdid adalah istilah syar’i yang bersumber kepada hadits Nabi Muhammad saw, yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
Artinya: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus untuk umat ini setiap awal seratus tahun orang yang memperbarui agamanya.” (HR. Abu Daud).
إِنَّ الإِيمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ الْخَلِقُ ، فَاسْأَلُوا اللَّهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيمَانَ فِي قُلُوبِكُمْ .
.Artinya: "Sungguh, iman itu dapat usang sebagaimana pakaian dapat menjadi usang. Karenanya mohonlah selalu kepada Allah agar memperbaharui iman yang ada dalam jiwamu." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim.)
جَدِّدُوْا إِيْمَانَكُمْ قَالُوْا كَيْفَ نُجَدِّدُ إِيْمَانَنَا قَالَ أَكْثِرُوْا مِنْ قَوْلِ لا إِلَهَ إِلَّا الله.
Artinya: “Rasulullah bersabda, ‘Perbaharuilah iman kalian semua!’ Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana caranya, Ya Rosulallah ?’ Kemudian Rasulullah menjawab, ‘Perbanyaklah membaca Lâ ilâh illâ Allâh.“ ( HR. Ibnu Hanbal )




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Akar Historis Tajdid Pada Masa Klasik
Membagi Sejarah Perkembangan Peradaban Islam ke dalam tiga periode yaitu periode klasik 650-1250 M, dibagi dalam dua masa : Masa kemajuan Islam I 650-100 b .masa disintegrasi 1000 - 1250 M Jejak tajdid pemikiran Islam klasik2 dapat dilacak dari warisan khasanah kelilmuan klasik (turats) yang kaya dengan varian dan bidang kajian.Turats itu dapat ditemukan dengan mudah di perpustakaan-perpustakaan Islam dan selalu dikaji (marja’) dalam tradisi intelektualisme Islam modern sekarang ini.Tetapi sebenarnya jejak tajdid itu dapat ditelusuri sejak awal Islam, walaupun tentu sulit untuk ditemukan warisan khasanah keilmuannya.
Pada era Sahabat,bisa diambil contoh tajdid pemikiran Islam yang dimotori Umar ibn Khattab saat ia dihadapkan pada kenentuan normatif nash dengan tuntutan realitas.Contoh pemikiran inovatif Umar kala itu adalah saat ia menjabat Khalifah kedua yang mengambil kebijakan untuk tidak membagikan tanah pertanian di Syiria dan Irak yang baru dibebaskan kepada tentara Muslim yang turut berperang,tetapi justru kepada petani kecil setempat, sekalipun mereka ini belum menjadi Muslim.
Pemikiran Umar yang menjadi kebijakan Khalifah ini menimbulkan protes keras dari kalangan Sahabat yang lain. Dipelopori Bilal, sang Muadzin Nabi, banyak Sahabat menuduh Umar telah menyimpang dari al-Qur’an, yang menurut mereka, telah jelas menyatakan ke mana saja harta rampasan perang didistribusikan (Q.S. al-Anfal).Lagi pula Nabi sendiri telah pernah membagi-bagi tanah pertanian rampasan serupa itu kepada tentara,yakni tanah-tanah pertanian Khaibar setelah dibebaskan dari kekuasaan Yahudi yang memusuhi Nabi. Contoh klasik lain yang dapat dikemukakan di sini adalah tindakan Umar yang melarang tokoh Sahabat Nabi menikah dengan perempuan Ahl- al-Kitab (Yahudi dan Nasrani), padahal al-Qur’an jelas membolehkan (Q.S. al-Maidah: 5).Umar tidak berpegang pada makna lahiriyah teks al-Qur’an itu, akan tetapi ia melihat dari perspektif sosio-politik umat Islam yang menurutnya jika perkawinan antar agama diijinkan, maka akan terjadi kasus-kasus penelantaran kaumMuslimah. Tajdid adalah suatu keniscayaan. Dan ia adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Semua yang ada disekitar manusia melakukan tajdid, karena hidup senantiasa bergerak progresif.
Demikian juga waktu yang terus berputar. Ia juga melakukan tajdid. Waktu yang telah berlalu berbeda dengan waktu sekarang dan yang akan datang. Dengan begitu, permasalahan baru senantiasa muncul dan membutuhkan legitimasi hukum yang kuat dari ajaran islam, baik permasalahan politik, ekonomi maupun sosial.
Disamping itu, pengembangan serta pengamalan ajaran Islam itu sendiri, seiring bergantinya zaman juga semakin lesu dan tidak bergairah, sehingga ajaran Islam nyaris lenyap tak tersisa. Karena itulah, tajdid sangat diperlukan guna membangkitkan kembali gairah dan semangat keagamaan. Sehingga dengan itu, Islam akan senantiasa sholih di segala zaman dan tempat.
B.     Latar Belakang Munculnya Tajdid
      Ada dua aspek yang melandasi kemunculan tajdid dalam Islam antara lain:
1. Aspek Teologis
Aspek Teologis adalah landasan atau dasar-dasar keagamaan yang dijadikan rujukan dalam pelaksanaan tajdid.Dasar-dasar keagamaan yang dijadikan rujukkan digali dari sumber pokok ajaran Islam yaitu al-qur'an dan As-Sunnah sebagai penjelas yang dipahami dengan akal pikiran.
2. Aspek Historis
Aspek historis ialah tantangan-tantangan dan respon yang dimunculkan umat Islam pada kurun waktu tertentu.Nabi Muhammad SAW adalah seorang Mujaddid, bila kita melihat dari sisi bahwa Nabi Muhammad SAW.
     Menurut Drs. Syaikhul Hadi Permana MA adalah keterbelakangan kondisi umat Islam sejak abad ke-12 sampai dengan abad ke-19, bahkan sampai dengan sekarang. Faktor-faktor penyebab keterbelakangan umat Islam sepanjang sejarah berbeda-beda dan tidak hanya satu faktor, tetapi beberapa faktor secara kumulatif akan tetapi faktor-faktor itu tidak lepas dari hal-hal sebagai berikut:
  1. Ambisi perebutan kekuasaan (perpecahan politik)
  2. Kemorosotan moral terutam pada penguasa yang melenyapkan identitas muslim, korupsi, kemewahan hidup, sistem feudal yang menguasai tanah yang sangat luas
  3. Politik adu domba yang dilancarkan pihak lain
  4. Kurang atau tidak mengamalkan ajaran agamanya (lemah iman)
  5. Kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi.
     Kesemuanya itu kalau diringkas ada 3 penyebab, yaitu perpecahan, dekadensi moral dan kebodohan. Untuk itu perlu adanya toleransi internal, peningkatan pendidikan dan pengajaran terutama dalam bidang sains dan teknologi. Tajdid dalam konteks ini diberi makna pembaruan, atau mondernisasi
C.    Tema-Tema Tajdid dalam Islam
     Tema pembaharuan dalam Islam yang disuarakan oleh para pembaru adalah :
1.      Kembali kepada AL-Qur'an dan Sunnah
Seruan para pembaharu Islam kepada Ummatnya untuk Kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah dimaksudkan agar mereka kembali kepada Islam sejati dan meninggalkan segala bentuk praktek keagamaan yang menyimpang dari tuntunan al-Qur'an dan As-Sunnah.
2.      Membuka kembali pintu ijtihad.
Jika AL-Qur'an dan As-Sunnah merupakan sumber hakiki dan sempurna sebagai pedoman, maka sumber-sumber selain kedua sumber tersebut tidak wajib diikuti secara mutlak.Proses Ijtihad adalah menggunakan segenap kemampuan intelektualnya melalui kedalaman ilmu untuk menggali hikmah yang terkandung dalam ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah.
D.    Metodelogi Tajdid
1.      Metode
2.      Bayani (semantik) yaitu metode yang menggunakan pendekatan kebahasaan
3.      Ta’lili (rasionalistik) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakanpendekatan penalaran
4.      Istislahi (filosofis) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakan pendekatan kemaslahatan
2.      Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam menetapkan hukum-hukum ijtihadiah adalah :
1.      Al-Tafsir al-ijtima’i al-ma’asir (hermeneutik)
2.      Al-Tarikhiyyah (historis)
3.      Al-Susiulujiyah (sosiologis)
4.      Al-Antrufulujiyah (antropologis)
3. Teknik
Teknik yang digunakan dalam menetapkan hukum adalah :
1.      Ijmak
2.      Qiyas
3.      Mashalih Mursalah
4.      Urf
E.     Ta’arudh Al-Adillah
1.      Ta’arudh Al-Adillah adalah pertentangan beberapa dalil yang masing-masing menunjukkan ketentuan hukum yang berbeda.
2.      Jika terjadi ta’arudh diselesaikan dengan urutan cara-cara sebagai berikut :
1.      Al-Jam’u wa al-taufiq, yakni sikap menerima semua dalil yang walaupun dhairnya ta’arudh. Sedangkan pada dataran pelaksanaan diberi kebebasan untuk memilihnya (tahyir).
2.      Al-Tarjih, yakni memilih dalilyang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lebih lemah.
3.      Al-Naskh, yakni mengamalkan dalil yang munculnya lebih akhir.
4.      Al-Tawaqquf, yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil baru.
4. Metode Tarjih terhadap Nas
Pentarjihan terhadap nash dilihat dari beberapa segi :
1.      sanad
1.      kualitas maupun kuantitas rawi
2.      bentuk dan sifat periwayatan
3.      sighat al-tahamul wa al-ada’
2.      Segi matan
1.      Matan yang menggunakan sighat nahyu lebih rajih dari sighat amr
2.      Matan yang menggunakan sighat khas lebih rajih dari sighat ‘am
3.      Segi Materi hokum
4.      Segi Eksternal

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam Muhammadiyah mengalami perubahan yang sangat berarti. Pada pase pertama tajdid dalam Muhammadiyah baru pada tataran praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada pemurnian akidah dan ibadah, sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh umat Islam pada saat itu. Tema sentral tajdid pada pase ini adalah pemurnian. Kemudian pada pase kedua konsep tajdid diarahkan pada upaya untuk merspon perubahan masyarakat yang berkaitan dengan al-umur al-dunyawiyyah. Pada pase ketiga, menjelaskan bagaimana pembaharuan yang dilakukan muhammadiyah.
Dan yang terakhir pentingnya pembaharuan yang dilakukan muhammadiyah. Jadi, pembaruan akan selalu terjadi dan terus berkembang. Dan, pembaruan itu akan terjadi dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal syahadah.
B.     Saran
Tajdid atau pembaharuan dalam Islam khususnya dalam Muhammadiyah memang perlu terus dilakukan oleh kader–kader Muhammadiyah. Hal ini untuk melindungi ajaran–ajaran agama yang semakin hari luntur oleh fenomena modern yang berkembang di masyarakat. Pola kehidupan masyarakat modern yang memiliki budaya baru yang lebih bebas cenderung melupakan ajaran – ajaran agama yang  sebenarnya.
Disinilah peran tajdid harus dikedepankan, karena dengan hadirnya tajdid dari pemikiran – pemkiran para cendekiawan dan tokoh agama, perubahan – perubahan kehidupan tetap bisa berjalan sesuai dengan koridor agama Islam yang sesuai dengan Al – Qur’an dan Hadist.




Daftar Pustaka

1.      Ahmad Baso, Kritik Nalar Al-Jabiri : Sumber, Batas-batas, dan Manifestasi, Jurnal Teks, Vol. I Tgl. 1 Maret 2002, 
2.      Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Keislaman, 1993, MIZAN, Bandung.
3.      Hendar Riyadi, Respon Muhammadiyah dalam Dialektika Agama, Pikiran Rakyat, edisi Senin 24 Februari 2003.
4.      Ibnu Salim dkk, Studi Kemuhamadiyahan, Kajian Historis, Ideologis dan Organis, 1998, LSI UMS, Yogyakarta.
5.      M. Amin Abdullah, Al-Ta’wil al-Ilmi : Ke Arah Perubahan Paradigma Kitab Suci, Jurnal Al-JAmiah Vol. 39, Juli-Desember
7.      ya/muhammadiyah.or.id
8.      Sumber : Islam Digest , Republika, Ahad, 4 Meret 2015
9.      Sumber : Dialog Jumat, Republika, Jumat, 2 Maret 2015


Saturday, March 7, 2015

PERAN PEMUDA DALAM TOLERANSI ANTAR IMAN

Toleransi Antar Iman di Indonesia
“Tidak penting apapun agama dan sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”. Kutipan dari Gus Dur ini yang menjadi salah satu inspirasi terbesar saya dan kawan-kawan Forum Pemuda Lintas Iman Sukabumi (FOPULIS) untuk menyebarkan toleransi melalui dialog antar umat beriman. Berbicara kepercayaan di Indonesia, berarti kita berbicara lebih luas dari 6 agama besar di Indonesia. Indonesia memiliki beberapa    agama  dan puluhan mungkin ratusan kepercayaan lainnya.  Hanya saja yang dilayani oleh pemerintah hanya 6 agama besar, dan akhirnya masyarakat pada umumnya hanya mengetahui 6 agama itu  saja. Inilah awal dari ketidakpahaman sebagian  besar masyarakat Indonesia akan keberagaman iman  menurut saya.  Dari satu sisi, perbedaan-perbedaan  iman  yang ada dilihat dan dinilai sebagai kekayaan bangsa, dimana para penganut agama/iman  yang berbeda bisa saling menghargai atau menghormati, saling belajar, saling memperkaya dan memperkuat nilai-nilai keagamaan dan keimanan masing-masing. Keberagaman yang ada  tidak perlu dipertentangkan, tetapi harus dilihat dari sudut pandang positif dan dijadikan sebagai kekayaan dari bangsa Indonesia. Kaum beriman dan penganut agama yang berbeda-beda semestinya bisa hidup bersama dengan rukun dan damai, saling menghargai,saling membantu dan saling mengasihi.  Namun dalam sejarah kehidupan umat beragama, sering terjadi bahwa perbedaan agama dan iman dijadikan sebagai pemicu atau alasan pertentangan dan perpecahan. Dibanyak tempat di Indonesia telah terjadi konflik yang menelan banyak korban jiwa  dan harta benda, serta menghancurkan sendi-sendi kehidupan diberbagai  bidang. Hal tersebut terjadi karena berbagai hal, salah satunya adalah unsur-unsur keagamaan dijadikan sebagai pemicu dan sasaran penghancuran dalam konflik tersebut. Bahkan ada orang-orang tertentu yang menganggap dan menjadikan agama sebagai dasar atau  alasan untuk tidak boleh hidup bersama atau harus hidup terpisah, tidak boleh berdamai atau rukun dengan orang yang berbeda agama. Bahkan ada anjuran untuk memusuhi dan membinasakan orang-orang yang beragama lain. Kenyataan bahwa unsur-unsur keagamaan dijadikan sebagai pemicu konflik, baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional akhir-akhir  ini. Kejadian ini tentu sangat memprihatinkan dan mencemaskan banyak orang, terutama bagi kita bangsa Indonesia umumnya memiliki berbagai jenis suku, agama dan adat istiadat. Persaudaraan, kekeluargaan, kerukunan, perdamaian dan ketenteraman akan terancam, terganggu jika hal  ini tidak dapat diatasi. Banyak orang cemas akan ancaman terhadap kesatuan dan persatuan bangsa, atau akan terjadinya disintegrasi bangsa, yang dipicu dengan isu agama. Maka kita sebagai pemuda perlu memberi perhatian khusus pada permasalahan yang ada, mendalami serta mengupayakan langkah-langkah  penyelesaian maupun antisipasi. Perlu diupayakan peningkatan akan pemahaman,  implementasi dan pelestarian akan wawasan kebangsaan kita seperti tersurat dan tersirat dalam falsafah bangsa Indonesia yaitu “Bhineka Tunggal Ika”. 

Pemuda dan Peranannya
Jika mengacu pada ketentuan PBB, jumlah pemuda Indonesia sesuai hasil Sensus Penduduk 2010 mencapai 40,8 juta orang atau 17 persen dari jumlah penduduk Indonesia saat itu yang mencapai 237,6 juta jiwa. Maka,  peranan pemuda sangat penting pada saat ini ataupun dimasa yang akan datang. Sehingga, jika pemuda sejak dini sudah mengerti apa yang dibutuhkan oleh bangsanya maka akan berdampak baik untuk kedepannya. Indonesia adalah bangsa yang memiliki berbagai jenis agama, suku dan ras. Maka pemuda Indonesia harus mengerti dan memahami apa itu keberagaman dan bagaimana cara hidup di dalamnya. Salah satunya mengerti dan mengimplementasikan toleransi akan keberagaman tersebut.  Tetapi,  pada kenyataanya masih banyak pemuda Indonesia yang belum  memahami dan mengimplementasikan  toleransi  tersebut.  Seringakali pemuda A membandingkan agamannya dengan agama B atau ingin mengetahui agama A tetapi bertanya kepada pemuka agama B sehingga  terjadi kekeliruan.  Karena setiap agama memiliki  kebenaran masing-masing dan agama bukan untuk diperbandingkan. Pemuda yang mengerti akan toleransi antar umat beriman yang akan menjadi kuncinya.  Maka, dibutuhkan kegiatan yang bertujuan untuk membuka wawasan pemuda yang ada di Indonesia. Salah satu kegiatan yang telah kita lakukan adalah  mengadakan kegiatan nasional yang bertemakan semangat toleransi yaitu, Interfaith Youth Forum  pada bulan September  2012 di kota Palembang.  Kegiatan ini dihadiri oleh 40 pemuda dari berbagai agama serta  berasal dari berbagai universitas di Indonesia.  Road Show CINTA Indonesia (Committee for Interfaith Tolerance) di 5 kota Indonesia (Malang, Palembang, Manado, Lombok dan Jakarta) sejak Januari – Februari 2013 dan baru saja terlaksana di Ambon pada September 2013 ini serta di Yogyakarta pada bulan Oktober 2013 nanti. Kegiatan ini sangat membuka wawasan tentang pentingnya toleransi antar umat beragama.  Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk membangun semangat para pemuda Indonesia untuk hidup saling berdampingan dan saling menghargai walaupun berasal dari berbagai agama serta menjelaskan bagaimana cara berdialog yang baik dan benar. Dialog bukan berdebat. Watak khas dari dialog ialah kelapangan hati untuk menerima perbedaan dan tidak memaksakan kehendak. Dalam terminologi Pancasila, kita menyebutnya musyawarah. Perdebatan, seperti debat calon presiden, mencari argumentasi yang paling unggul. Perlu digaris bawahi, dialog lebih pas digunakan untuk menggali wacana, bukan mengambil keputusan praktis. Tidak banyak orang yang menganggap harmonisasi dalam dialog ini adalah kegiatan yang layak diseriusi. Dialog ini tidak mendatangkan keuntungan pragmatis. Kebutuhan dan minat setiap individu dalam memahami agama lain bisa jadi berbeda-beda. Dulu  ketika  saya  masih kecil, saya  mengira kalau umat Hindu dan Budha itu menyembah berhala. Tetapi pemikiran saya itu berubah  setelah saya langsung bertanya dan berdialog kepada umat Hindu dan Budha. Saya jadi paham bahwa dengan mempelajari agama lain dan bertanya kepada orang yang tepat, kita akan  semakin rendah hati menemukan nilai kebenaran yang kita yakini juga dimiliki kelompok lain. Saya juga menemukan ajaran Budha yang indah, jika kamu menghina agama orang lain, kamu menghina agamamu sendiri. Sebab agama tak pernah mengajarkan energi kemarahan  dan  kejahatan. Ini perlu direnungkan oleh seluruh umat beragama. Kegiatan seperti ini sangat positif, dimana tidak ada ketakutan atapun prasangka antar umat beragama dalam kegiatan ini. Seluruh  peserta merasa damai dan saling mengerti.  Ini  adalah gambaran kecil bagaimana seharusnya perdamaian  tercipta di  Indonesia.  Para pemuda yang telah mengikuti kegiatan ini dapat menyalurkan atau menyebarkan  perdamaian di tempat mereka masing-masing.  Semakin  banyak yang mengerti akan hal ini, maka semakin mudah untuk menyuarakan perdamaian di Indonesia. Bukan konflik agama yang terjadi di Indonesia namun konflik antar-umat beragama. Agama tidak salah.

SURAT LAMARAN KERJA

Sukabumi . 17 Februari 2017 Perihal : Lamaran Kerja Lam     : - KepadaYth : Bapak/ibu Bagian Personalia/HRD PT.  ANGIN RI...