Saturday, March 14, 2015

MAKALAH TENTANG SHALAT



BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar  Belakang
A. Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat nanti. Bentuk dan jenis Ibadah sangat bermacam-macam, seperti Shalat, puasa, naik haji, membaca Al Qur’an, jihad dan lainnya.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin  yang sudah baligh berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun. Sahlat merupkan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa yang mendirikan shalat, maka dia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam) Shalat yang wajib harus didirikan dalam sehari semalam  sebanyak lima kali, berjumlah 17 raka’at. Shalat tersebut wajib dilaksanakan oleh muslim baligh tanpa terkecuali baik dalam keadaan sehat mapun sakit, dalam keadaan susah maupun senang, lapang ataupun sempit.Selain shalat wajib yang lima ada juga shalat sunat.
 Untuk membatasi masalah bahasan, maka penulis hanya membahas tentang shalat wajib yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
B. Hubungan ibadah dengan ilmu fiqih sangatlah erat karena dengan ilmu fiqih kwalitas ibadah dapat tercapai dengan baik. Dan dengan Ilmu Fiqih  dapat  mempelajari tata cara Shalat, syarat syahnya shalat,serta wajib dan sunahnya shalat,dan lain-lain.
C. Mengingat luasnya bahasan yang berhubungan dengan shalat , maka perlu kiranya penulis  memberikan batasan masalah yang akan penulis uraikan  nantinya. Secara garis besarnya
Penulis membahas tentang:
1.      Pengertian shalat
2.      Dalil-dalil Yang Mewajibkan Shalat
3.      Syarat-syarat Shalat
4.      Rukun Shalat
5.      Yang Membatalkan Shalat
6.      Sunah dalam Melakukan Shalat
7.      Makruh Shalat
8.      Perbedaan Laki-laki dan Perempuan dalam Shalat
9.      Beberapa Pelajaran dari Kewajiban Shalat









BAB II
SHALAT
1.      Pengertian Shalat
Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology (istilah), para ahli Fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah Shalat berarti ‘Beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan’(Sidi Gazalba,88).
Secara hakiki Shalat ialah ‘Berhadapan hati, jiwa dan raga kepada Allah,secara yang mendatangkan rasa takut kepada-Nya atau mendhairkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan perbuatan’ (Hasbi Asy-syidiqi,59).
Dalam pengertian lain Shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang didalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Basyahri Assayuthi,30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Shalat adalah Suatu ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ berupa penyerahan diri secara lahir batin kepada Allah dalam rangkah ibadah dan memohon ridho-Nya.
2.      Dalil Yang Mewajibkan Shalat
Dalil yang mewajibkan shalat banyak sekali, baik dalam Al Qur’an  maupun dalam Hadits nabi Muhammad SAW. Dalil Ayat-ayat Al Qur’an yang mewajibkan shalat antara lain berbunyi;
Artinya:
“Dan dirikanlah Shalat,  dan keluarkanlah Zakat, dan ruku’lah bersama-sama orang yang ruku’(QS.Al Baqarah;43)
Artinya; Kerjakanlah shalat, sesungguhnya shalat mencegah perbuatan yang jahat dan mungkar”(QS. Al-Ankabut;45)
Perintah shalat ini hendaklah ditanamkan dalam hati dan jiwa kita umat muslim  dan anak-anak dengan cara pendidikan yang cermat, dan dilakukan sejak kecil sebagaimana tersebut dalam hadis nabi Muhammad SAW yang artinya “Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat diwaktu usia mereka meningkat tujuh tahun, dan pukulah ( lkalau mereka enggan melasanakan shalat) diwaktu usia mereka meningkat sepuluh tahun.” (HR.. Abu Dawud)
3.      Syarat-Syarat Shalat
1.      Beragama islam
2.      Sudah baligh dan berakal
3.      Suci dari hadats
4.      Suci seluruh anggota badan pakaian dan tempat
5.      Menutup aurat
6.      Masuk waktu yang telah ditentukan
7.      Menghadap kiblat
8.      Mengetahui mana rukun wajib dan sunah.




4.      Rukun Shalat
1.            Niat
2.            Takbiratul ihram
3.            Berdiri tegak ,bagi yang kuasa ketika shalat fardhu. Boleh duduk,atau berbareng bagi yang sedang sakit.
4.            Membaca surat Al-Fatihah pada tiap-tiap raka’at
5.            Ruku’ dengan tumakninah
6.            I’tidal dengan tumakninah
7.            Sujud dua kali dengan tumakninah
8.            Duduk antara dua sujud dengan tumakninah
9.            Duduk tasyahud akkhir dengan tumakninah
10.        Membaca tasyahud akhir
11.        Membaca shalawat nabi pada tasyahud akhir
12.        Membaca salam yang pertama
13.        Tertib; (Berurutan sesuai rukun-rukunnya)

5.      Yang Membatalkan Shalat
Shalat akan batal atau tidak sah apabila salah satu rukunnya tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja.
Adapun hal-hal yang dapat membatalkan shalat adalah sebagai berikut :
1.            Berhadats
2.            Terkena Najis yang tidak dimaafkan.
3.            Berkata-kata dengan sengaja di;luar bacaan shalat.
4.            Terbuka auratnya
5.            Mengubah niat, missal ingin memutuskan shalat (niat berhenti shalat)
6.            Makan atau /minum.walau sedikit,
7.            Bergerak tiga kali berturut-turut, diluar gerakan shalat.
8.            Membelakangi kiblat
9.            Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti menambah ruku’sujud atau lainnya dengan sengaja.
10.        Tertawa terbahak-bahak
11.        Mendahului Imam dua rukun.
12.        Murtad, keluar dari Islam.

6.      Sunah dalam Melakukan Shalat
Waktu mengerjakan shalat ada ,dua sunah, yaitu sunah Ab’adh dan sunah Hai’at.
a.       Sunah Ab’adh
1.    Melmnbakca tasyahud awal
2.    Memnbaca shalawat pada tasyahud awal,
3.    Membaca shalawat atas keluarga Nabi SAW pada tasyahud akhir.
4.    Memnbaca Qunut pada shalat Subuh dan shalat witir.

a.       Sunah Hai’at
1.    Mengangkat keduabelah tangan ketika takbiratul ikhram,ketika akan ruku’ dan ketika berdiri dari ruku’.
2.    Meletakan telapak tangan yang kanan diatas pergelangan tangan kiri ketika sedekap,
3.    Membaca do’a Iftitah sehabis takbiratul ikhram.
4.    Membaca Ta’awwudz ketika hendak membaca fatihah,
5.    Membaca Amiin ketika sesudah membaca Fatihah,
6.    Membaca surat Al-Qor’an pada dua raka’t permulaan sehabis membaca Fatihah
7.    Mengeraskan bacaan Fatihah dan surat pada raka’at pertama dan kedua, pada shalat magrib, isya’ dan subuh selain makmum.
8.    Membaca Takbir ketika gerakan naik turun,
9.    Membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud.
10.  Membaca “sami’allaahu liman hamidah” ketika bangkit dari ruku’ dan membaca “Rabbanaa lakal Hamdu” ketika I’tidal
11.  Meletakan kedua telapak tangan diatas paha ketika duduk tasyahud awal dan tasyahud akhir,dengan membentangkan yang kiri dan mengenggamkan yang kanan, kecuali jari telumjuk
12.   Duduk Iftirasy  dalam semua duduk shalat.
13.   Duduk Tawarruk pada duduk tasyahud akhir
14.   Membaca salam yang kedua.
15.  Memalingkan muka ke kanan dan ;kekiri ketika membaca salam pertama dan kedua

7.      Makruh Shalat
Orang yang sedang shalat dimakruhkan :
1.      Menaruh telapak tangan di dalam lengan bajunya ketika Takbiratul ikhram, ruku’ dan jsujud.
2.      Menutup mulutnya rapat rapat.
3.      Terbuka kepalanya,
4.      Bertolak pinggang,
5.      Memalingkan muka ke kiri dan ke kanan.
6.      Memejamkan mata,
7.      Menengadah ke langit,
8.      Menahan hadats
9.      Berludah
10.  Mengerjakan shalat di atas kuburan,
11.  Melakukan hal-hal yang mengurangi kekhusukan shalat.

8.      Perbedaan Laki-laki Dan Perempuan Dalam Shalat
·         LAKI-LAKI
-Merenggangkan kedua siku tangannya dari kedua lambungnya waktu ruku’ dan sujud.
-Waktu ruku’ dan sujud mengangkat perutnya  dari pahanya.
-Menyaringkan suaranya /bacaanya dikeraskan di tempatr keras.
-Bila member tahu sesuatu Membaca Tasbih, yakni ‘Subhaanallah’

·         PEREMPUAN
- Merapatkan satu anggota kepada anggota lainnya.
- Meletakan perutnya pada dua tangan/ sikunya ketika sujud.
- Merendahkan suaranya/ bacaanya dihadapan laki-laki lain yang bukan muhrimnya.
-Bila memberitahu sesuatu dengan bertepuk tangan,yakni tangan kanan ditepukkan ke punggung telapak tangan kiri.
-Auiratnya seluruh anggouta tubuh kecuali bagian muka dan kedua telapak tangan


9.      Hal-hal Yang Mungkin Dilupakan
Dalam melaksanakan shalat mungkin ada hal-hal yang terlupakan misalnya;
1.      Lupa melaksanakan yang Fardhu
Bila yang terlupakan itu fardhu maka tidak cukup diganti dengan sujud sawi bila ia ingat ketika sedang shalat, maka haruslah cepat-cepat ia melaksanakannya. Bila ingat setelah salam, sedang jarak waktunya masih sebentar, wajiblah baginya mengulangi (menunaikan) apa yang terlupakan, lalu sujud sawi (sujud sunah karena lupa) sebelum salam.
2.      Lupa melaksanakan sunah Ab’adh,
Jika yang terlupakan itu sunah ab-adh, kita tidak perlu mengulangi apa yang terlupakan itu,kita meneruskan shalat itu sampai selesai, dan sebelum salam kita disunahkan sujud sawi.

3.      Lupa melakksanakan Sunah hai’at
Jika yang terlupakan itu sunah  hai’at, maka tidak perlu diulangi apa yang terlupakan itu dan tidak perlu sujud sawi. Sujud sawi itu hukumnya sunah, dan letaknya sebelum salam, dikerjakan dua kali sebagaimana sujud biasa. Apabila orang bimbang atau ragu tentan bilangan jumlah raka’at yang telah dilakukan, haruslah ia menetapkan dengan yakin, yaitu yang paling sedikit dan hendaklah ia sujud sawi.



10.   Beberapa Pelajaran dari Kewajiban Shalat
a.    Shalat merupakan syarat menjadi taqwa.
Taqwa merupakan hal pyang penting dalam islam karena dapat menentukan tingkah laku manusia, orang-orang yang betul-betul taqwa tidak mungkin melakukan perbuatan keji dan mungkar, dan salah satu syarat orang yang betul-betul taqwa adalah  mendirikan shalat sebagaimana firman tuhan dalam surat Al-Bakarah ayat; 43,dan 110, Surat Al- Ankabut ayat; 45,dan surat An-Nuur, ayat; 56 .
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  
Artinya : Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.(Q.S Al-Bakarah ayat; 43)
b.      Shalat merupakan benteng kemaksiatan
Shalat sebagai benteng kemaksiatan artinya Shalat dapat mencega perbuatan keji dan mungkar. Semakin baik kwalitas shalat seseorang maka semakin efektif pula benteng pertahanannya untuk memelihara dirinya dari perbuatan maksiat.
c.       Shalat mendidik perbuatan baik dan jujuur
Shalat akan mendidik perbuatan baik seseorang apabila dilaksanakan secara khusuk. Banyak orang-orang yang shalat celaka, karena lalai akan shalatnya.
Selain mendidik perbuatan baik Shalat juga mendidik perbuatan jujur dan tertib, orang yang mendirikan shalat dengan baik tidak .mungkin meninggalkan syarat dan rukunnya, karena apabila salah satu syarat atau rukunnya ditinggalkan maka shalatnta akan batal atau tidak sah.


d.      Shalat akan membangun etos kerja
Sebagaimana keterangan di atas bahwa pada intinya shalat merupakan penentu apakah orang-orang itu baik atau buruk, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat dimana mereka bekerja. Apabila ia melaksanakan shalat dengan khusuk dan ikhlas karena Allah, maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos kerja, mereka tidak akan melakukan koropsi atau tidak jujur dalam bekerja melaksanakan tugas.














BAB III
KESIMPULAN
Dari semua yang telah penulis uraikan di atas maka dapat disimpulkan :
1.    Shalat merupakan penyerahan diri secara totalitas untuk menghadap Tuhan, dengan perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’
2.    Shalat merupakan kewajiban bagi kaum muslim yang baligh berakal tanpa terkecuali.
3.    Dalam shalat ada rukun sunah dan wajibnya.
4.    Hikmah mendirikan shalat yaitu ;
·      Shalat mencega perbuatan keji dan mungkar
·      Shalat mendidik perbuatan baik dan jujur.
·      Shalat akan membangun etos kerja.











Daftar Pustaka
1.    Al-Qor’an dan terjemahannya
2.    Asas Agama Islam, Bulan Bintang, 1976
3.    Bimbingan Shalat lengkap,Mitra Umat,1998
4.    Mimbar Utama, Edisi September 2004
5.    http./ www.kosmaext2010.com

MAKALAH TAJDID

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fenomena tajdid, sebenarnya telah terjadi jauh sebelum Islam lahir dan akan terus berlangsung hingga sekarang ini. Mujadid sebelum Islam adalah para Nabi yang telah dibebani tugas tajdid. Peristiwa ini telah diisyaratkan dalam hadits Nabi saw., beliau bersabda: “Yang membimbing Bani Israil adalah para Nabi, tatkala Nabi yang satu wafat maka Nabi yang lain akan datang menggantikannya…” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Tajdid yang mereka lakukan bukan pada ranah ushul agama, melainkan pada syariatnya saja. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s. yang telah memberikan keringanan syariatnya Bani Israil.
Dan Islam adalah agama terakhir yang pernah ada dimuka bumi hingga akhir nanti. Islam sendiri juga telah melakukan tajdid atas agama-agama sebelumnya. Jika mujadid adalah para Nabi, maka apakah mungkin saat ini akan ada mujadid baru mengingat Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi.? Jika demikian, maka yang pasti akan meneruskan mata rantai mujadid adalah ulama. Mengapa demikian? Karena ulama adalah pewaris Nabi, mereka dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan Nabinya Bani Israil dalam hal mengemban tugas tajdid seperti sabda Nabi: “Ulamanya umatku seperti Nabinya Bani Israil”. Lantas seperti apakah tajdid selepas Nabi Muhammad saw itu akan diulas berikut ini.
B.     Pengertian Tajdid
Tajdid secara etimologi adalah menjadikan sesuat yang lama/qadim menjadi baru/jadid. Maksudnya adalah keadaan sesuatu yang telah terkontaminasi oleh sesuatu hal yang lain, kemudian diupayakan agar kembali pada keadaannya semula. Upaya mengembalikan pada keadaannya yang semula inilah yang dinamakan tajdid. Jika demikian tajdid adalah mengembalikan pada keadaan sesuatu sebelum berubah.
Adapun tajdid secara terminologi adalah (1) Menghidupkan/ihya’ dan membangkitkan kembali ajaran-ajaran agama Islam yang telah luntur atau terlupakan. (2) Beramal sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. (3) Membumikan al-Qur’an dan as-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari.
Menghidupkan kembali di sini memiliki arti mengembalikan ajaran-ajaran Islam yang telah banyak luntur agar kembali hidup sebagaimana yang telah dipraktikkan semasa Nabi Muhammad saw. Adapun maksud dari membumikan al-Qur’an dan as-Sunnah adalah melakukan ijtihad agar keduanya dapat dipraktikan ditengah-tengah umat. Itjithad seperti ini pernah dilakukan oleh Sahabat Nabi, Muadz ibn Jabal ketika Rasulullah bermaksud mengutusnya ke Yaman beliau bertanya:.
Apabila dihadapkan kepadamu satu kasus hukum, bagaimana kamu memutuskannya?, Muadz menjawab:, Saya akan memutuskan berdasarkan Al-Qur’an. Nabi bertanya lagi:, Jika kasus itu tidak kamu temukan dalam Al-Qur’an?, Muadz menjawab:,Saya akan memutuskannya berdasarkan Sunnah Rasulullah. Lebih lanjut Nabi bertanya:, Jika kasusnya tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan Al-Qur’an?,Muadz menjawab:, Saya akan berijtihad dengan seksama. Kemudian Rasulullah menepuk-nepuk dada Muadz dengan tangan beliau, seraya berkata:, Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridloi-Nya.”(HR.Abu Dawud)
C.    Landasan Dan Teori Ide Tajdid
Istilah tajdid adalah istilah syar’i yang bersumber kepada hadits Nabi Muhammad saw, yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
Artinya: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus untuk umat ini setiap awal seratus tahun orang yang memperbarui agamanya.” (HR. Abu Daud).
إِنَّ الإِيمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ الْخَلِقُ ، فَاسْأَلُوا اللَّهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيمَانَ فِي قُلُوبِكُمْ .
.Artinya: "Sungguh, iman itu dapat usang sebagaimana pakaian dapat menjadi usang. Karenanya mohonlah selalu kepada Allah agar memperbaharui iman yang ada dalam jiwamu." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim.)
جَدِّدُوْا إِيْمَانَكُمْ قَالُوْا كَيْفَ نُجَدِّدُ إِيْمَانَنَا قَالَ أَكْثِرُوْا مِنْ قَوْلِ لا إِلَهَ إِلَّا الله.
Artinya: “Rasulullah bersabda, ‘Perbaharuilah iman kalian semua!’ Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana caranya, Ya Rosulallah ?’ Kemudian Rasulullah menjawab, ‘Perbanyaklah membaca Lâ ilâh illâ Allâh.“ ( HR. Ibnu Hanbal )




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Akar Historis Tajdid Pada Masa Klasik
Membagi Sejarah Perkembangan Peradaban Islam ke dalam tiga periode yaitu periode klasik 650-1250 M, dibagi dalam dua masa : Masa kemajuan Islam I 650-100 b .masa disintegrasi 1000 - 1250 M Jejak tajdid pemikiran Islam klasik2 dapat dilacak dari warisan khasanah kelilmuan klasik (turats) yang kaya dengan varian dan bidang kajian.Turats itu dapat ditemukan dengan mudah di perpustakaan-perpustakaan Islam dan selalu dikaji (marja’) dalam tradisi intelektualisme Islam modern sekarang ini.Tetapi sebenarnya jejak tajdid itu dapat ditelusuri sejak awal Islam, walaupun tentu sulit untuk ditemukan warisan khasanah keilmuannya.
Pada era Sahabat,bisa diambil contoh tajdid pemikiran Islam yang dimotori Umar ibn Khattab saat ia dihadapkan pada kenentuan normatif nash dengan tuntutan realitas.Contoh pemikiran inovatif Umar kala itu adalah saat ia menjabat Khalifah kedua yang mengambil kebijakan untuk tidak membagikan tanah pertanian di Syiria dan Irak yang baru dibebaskan kepada tentara Muslim yang turut berperang,tetapi justru kepada petani kecil setempat, sekalipun mereka ini belum menjadi Muslim.
Pemikiran Umar yang menjadi kebijakan Khalifah ini menimbulkan protes keras dari kalangan Sahabat yang lain. Dipelopori Bilal, sang Muadzin Nabi, banyak Sahabat menuduh Umar telah menyimpang dari al-Qur’an, yang menurut mereka, telah jelas menyatakan ke mana saja harta rampasan perang didistribusikan (Q.S. al-Anfal).Lagi pula Nabi sendiri telah pernah membagi-bagi tanah pertanian rampasan serupa itu kepada tentara,yakni tanah-tanah pertanian Khaibar setelah dibebaskan dari kekuasaan Yahudi yang memusuhi Nabi. Contoh klasik lain yang dapat dikemukakan di sini adalah tindakan Umar yang melarang tokoh Sahabat Nabi menikah dengan perempuan Ahl- al-Kitab (Yahudi dan Nasrani), padahal al-Qur’an jelas membolehkan (Q.S. al-Maidah: 5).Umar tidak berpegang pada makna lahiriyah teks al-Qur’an itu, akan tetapi ia melihat dari perspektif sosio-politik umat Islam yang menurutnya jika perkawinan antar agama diijinkan, maka akan terjadi kasus-kasus penelantaran kaumMuslimah. Tajdid adalah suatu keniscayaan. Dan ia adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Semua yang ada disekitar manusia melakukan tajdid, karena hidup senantiasa bergerak progresif.
Demikian juga waktu yang terus berputar. Ia juga melakukan tajdid. Waktu yang telah berlalu berbeda dengan waktu sekarang dan yang akan datang. Dengan begitu, permasalahan baru senantiasa muncul dan membutuhkan legitimasi hukum yang kuat dari ajaran islam, baik permasalahan politik, ekonomi maupun sosial.
Disamping itu, pengembangan serta pengamalan ajaran Islam itu sendiri, seiring bergantinya zaman juga semakin lesu dan tidak bergairah, sehingga ajaran Islam nyaris lenyap tak tersisa. Karena itulah, tajdid sangat diperlukan guna membangkitkan kembali gairah dan semangat keagamaan. Sehingga dengan itu, Islam akan senantiasa sholih di segala zaman dan tempat.
B.     Latar Belakang Munculnya Tajdid
      Ada dua aspek yang melandasi kemunculan tajdid dalam Islam antara lain:
1. Aspek Teologis
Aspek Teologis adalah landasan atau dasar-dasar keagamaan yang dijadikan rujukan dalam pelaksanaan tajdid.Dasar-dasar keagamaan yang dijadikan rujukkan digali dari sumber pokok ajaran Islam yaitu al-qur'an dan As-Sunnah sebagai penjelas yang dipahami dengan akal pikiran.
2. Aspek Historis
Aspek historis ialah tantangan-tantangan dan respon yang dimunculkan umat Islam pada kurun waktu tertentu.Nabi Muhammad SAW adalah seorang Mujaddid, bila kita melihat dari sisi bahwa Nabi Muhammad SAW.
     Menurut Drs. Syaikhul Hadi Permana MA adalah keterbelakangan kondisi umat Islam sejak abad ke-12 sampai dengan abad ke-19, bahkan sampai dengan sekarang. Faktor-faktor penyebab keterbelakangan umat Islam sepanjang sejarah berbeda-beda dan tidak hanya satu faktor, tetapi beberapa faktor secara kumulatif akan tetapi faktor-faktor itu tidak lepas dari hal-hal sebagai berikut:
  1. Ambisi perebutan kekuasaan (perpecahan politik)
  2. Kemorosotan moral terutam pada penguasa yang melenyapkan identitas muslim, korupsi, kemewahan hidup, sistem feudal yang menguasai tanah yang sangat luas
  3. Politik adu domba yang dilancarkan pihak lain
  4. Kurang atau tidak mengamalkan ajaran agamanya (lemah iman)
  5. Kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi.
     Kesemuanya itu kalau diringkas ada 3 penyebab, yaitu perpecahan, dekadensi moral dan kebodohan. Untuk itu perlu adanya toleransi internal, peningkatan pendidikan dan pengajaran terutama dalam bidang sains dan teknologi. Tajdid dalam konteks ini diberi makna pembaruan, atau mondernisasi
C.    Tema-Tema Tajdid dalam Islam
     Tema pembaharuan dalam Islam yang disuarakan oleh para pembaru adalah :
1.      Kembali kepada AL-Qur'an dan Sunnah
Seruan para pembaharu Islam kepada Ummatnya untuk Kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah dimaksudkan agar mereka kembali kepada Islam sejati dan meninggalkan segala bentuk praktek keagamaan yang menyimpang dari tuntunan al-Qur'an dan As-Sunnah.
2.      Membuka kembali pintu ijtihad.
Jika AL-Qur'an dan As-Sunnah merupakan sumber hakiki dan sempurna sebagai pedoman, maka sumber-sumber selain kedua sumber tersebut tidak wajib diikuti secara mutlak.Proses Ijtihad adalah menggunakan segenap kemampuan intelektualnya melalui kedalaman ilmu untuk menggali hikmah yang terkandung dalam ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah.
D.    Metodelogi Tajdid
1.      Metode
2.      Bayani (semantik) yaitu metode yang menggunakan pendekatan kebahasaan
3.      Ta’lili (rasionalistik) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakanpendekatan penalaran
4.      Istislahi (filosofis) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakan pendekatan kemaslahatan
2.      Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam menetapkan hukum-hukum ijtihadiah adalah :
1.      Al-Tafsir al-ijtima’i al-ma’asir (hermeneutik)
2.      Al-Tarikhiyyah (historis)
3.      Al-Susiulujiyah (sosiologis)
4.      Al-Antrufulujiyah (antropologis)
3. Teknik
Teknik yang digunakan dalam menetapkan hukum adalah :
1.      Ijmak
2.      Qiyas
3.      Mashalih Mursalah
4.      Urf
E.     Ta’arudh Al-Adillah
1.      Ta’arudh Al-Adillah adalah pertentangan beberapa dalil yang masing-masing menunjukkan ketentuan hukum yang berbeda.
2.      Jika terjadi ta’arudh diselesaikan dengan urutan cara-cara sebagai berikut :
1.      Al-Jam’u wa al-taufiq, yakni sikap menerima semua dalil yang walaupun dhairnya ta’arudh. Sedangkan pada dataran pelaksanaan diberi kebebasan untuk memilihnya (tahyir).
2.      Al-Tarjih, yakni memilih dalilyang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lebih lemah.
3.      Al-Naskh, yakni mengamalkan dalil yang munculnya lebih akhir.
4.      Al-Tawaqquf, yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil baru.
4. Metode Tarjih terhadap Nas
Pentarjihan terhadap nash dilihat dari beberapa segi :
1.      sanad
1.      kualitas maupun kuantitas rawi
2.      bentuk dan sifat periwayatan
3.      sighat al-tahamul wa al-ada’
2.      Segi matan
1.      Matan yang menggunakan sighat nahyu lebih rajih dari sighat amr
2.      Matan yang menggunakan sighat khas lebih rajih dari sighat ‘am
3.      Segi Materi hokum
4.      Segi Eksternal

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam Muhammadiyah mengalami perubahan yang sangat berarti. Pada pase pertama tajdid dalam Muhammadiyah baru pada tataran praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada pemurnian akidah dan ibadah, sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh umat Islam pada saat itu. Tema sentral tajdid pada pase ini adalah pemurnian. Kemudian pada pase kedua konsep tajdid diarahkan pada upaya untuk merspon perubahan masyarakat yang berkaitan dengan al-umur al-dunyawiyyah. Pada pase ketiga, menjelaskan bagaimana pembaharuan yang dilakukan muhammadiyah.
Dan yang terakhir pentingnya pembaharuan yang dilakukan muhammadiyah. Jadi, pembaruan akan selalu terjadi dan terus berkembang. Dan, pembaruan itu akan terjadi dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal syahadah.
B.     Saran
Tajdid atau pembaharuan dalam Islam khususnya dalam Muhammadiyah memang perlu terus dilakukan oleh kader–kader Muhammadiyah. Hal ini untuk melindungi ajaran–ajaran agama yang semakin hari luntur oleh fenomena modern yang berkembang di masyarakat. Pola kehidupan masyarakat modern yang memiliki budaya baru yang lebih bebas cenderung melupakan ajaran – ajaran agama yang  sebenarnya.
Disinilah peran tajdid harus dikedepankan, karena dengan hadirnya tajdid dari pemikiran – pemkiran para cendekiawan dan tokoh agama, perubahan – perubahan kehidupan tetap bisa berjalan sesuai dengan koridor agama Islam yang sesuai dengan Al – Qur’an dan Hadist.




Daftar Pustaka

1.      Ahmad Baso, Kritik Nalar Al-Jabiri : Sumber, Batas-batas, dan Manifestasi, Jurnal Teks, Vol. I Tgl. 1 Maret 2002, 
2.      Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Keislaman, 1993, MIZAN, Bandung.
3.      Hendar Riyadi, Respon Muhammadiyah dalam Dialektika Agama, Pikiran Rakyat, edisi Senin 24 Februari 2003.
4.      Ibnu Salim dkk, Studi Kemuhamadiyahan, Kajian Historis, Ideologis dan Organis, 1998, LSI UMS, Yogyakarta.
5.      M. Amin Abdullah, Al-Ta’wil al-Ilmi : Ke Arah Perubahan Paradigma Kitab Suci, Jurnal Al-JAmiah Vol. 39, Juli-Desember
7.      ya/muhammadiyah.or.id
8.      Sumber : Islam Digest , Republika, Ahad, 4 Meret 2015
9.      Sumber : Dialog Jumat, Republika, Jumat, 2 Maret 2015


SURAT LAMARAN KERJA

Sukabumi . 17 Februari 2017 Perihal : Lamaran Kerja Lam     : - KepadaYth : Bapak/ibu Bagian Personalia/HRD PT.  ANGIN RI...