BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dapat mempengaruhi akidah umat. Salah satu sebab orang yang
keluar dari agamanya adalah karena kemiskinan dan kefakiran. Islam
memerintahkan umatnya untuk menjaga hubungan dengan Allah dan sesama manusia
dengan dua tujuan, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia serta
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di akhirat. Secara sederhana, hablun minaalloh dapat diartikan bahwa
seorang muslim harus secara tulus dan ikhlas bahwa seluruh aktivitasnya hanya
untuk mengabdi kepada Allah. Sedangkan hablun
minannas dapat diartikan bahwa seorang muslim harus mempunyai kepedulian
dengan orang lain. Kepedulian dengan orang lain adalah sebuah keharusan agar
seorang muslim merasa memiliki tanggungjawab untuk memberikan solusi atas
permasalahan umat termasuk kemiskinan.
Yusuf Qorhdowi[1]
menyatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu penyebab munculnya
permasalahan ekonomi karena lemahnya sumber penghasilan. Pakar ekonomi melihat
kemiskinan dari berbagai aspek. Pada aspek primer kemiskinan terlihat dari
miskin asset, organisasi sosial politik, pendidikan, dan keterampilan. Dan pada
asepek skekunder ke miskinan terlihat pada kemiskinan jaringan sosial,
sumber-sumber keuangan dan informasi.
Negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam masih tergolong
negara berkembang dan memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. Satu
contoh yang pantas untuk dikemukakan adalah negara Indonesia yang merupakan
negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Menurut Data Badan
Pusat Statistik (BPS)[2]
Maret 2013 jumlah penduduk Indonesia hampir 80 % dari total keseluruhan jumlah
penduduknya pemeluk agama Islam. Angka kemiskinan di Indonesia terbilang cukup
tinggi. Data Badan Pusat Statistik(BPS) Maret 2013 menunjukan bahwa jumlah
penduduk miskin 31 juta jiwa. Sementara data dari bank dunia menunjukan bahwa
jumlah penduduk miskin sebesar 59 % atau setengah dari penduduk Indonesia.
Terlepas dari perbedaan data yang ditunjukan Badan Pusat Statistik
(BPS) dan bank dunia tersebut, yang jelas persoalan kemiskinan masih menjadi
persoalan yang amat krusial di indonesia. Dan pemerintah indonesia memberikan perhatian yang sangat
serius dalam soal mengatasi kemiskinan ini. Alokasi dana yang diperuntukan bagi
upaya-upaya untuk mengatasi kemiskinan tersebut sangat besar.
Pramanik (1993)[3] kemiskinan terjadi tidak
serta merta disebabkan oleh faktor-faktor bersifat ekonomi. Kemiskinan terjadi
juga disebabkan oleh faktor budaya, sosial dan politik. Penyebab utama
kemiskinan adalah karena kelemahan dari segi permodalan. Kelemahan modal
disebabkan karena ketidakmampuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan
sumberdaya alam. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya
alam berdampak pada rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas berakibat
pada lemahnya pendapatan. Pendapatan yang rendah berakibat pada rendahnya
tabungan dan insentif. Rendahnya tabungan dan insentif berakibat pula pada
rendahnya pembentukan modal. Lingkaran kemiskinan demikan menyisakan variable
lain yaitu variable sosial, budaya dan politik ketidak mampuan untuk
memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya alam berakar pada rendahnya
pendidikan. Kemudian rendahnya produktifitas berakar pada lemahnya etos kerja.
Dan kelemahan etos kerja disebabkan oleh adanya sebuah keyakinan bahwa
kemiskinan takdir tuhan. variable
politik terlihat pada keberpihakan yang lebih dari pemerintah terhadap pemilik
modal ketimbang kepada kepentingan rakyat banyak. Dengan demikian kemiskinan
tidak berdiri sendiri, banyak faktor yang menjadi penyebab timbulnya
kemiskinan. Analisis kepada faktor-faktor penyebab kemiskinan akan menghasilkan
sebuah langkah-langkah yang tepat dalam mengatasi kemiskinan tersebut.
Salah satu cara menanggulangi kemiskinan adalah dukungan orang yang
mampu dalam bidang finansial untuk mengeluarkan harta kekayaan mereka dengan
berupa dana zakat kepada mereka yang kekurangan. Zakat merupakan salah satu
rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam.
Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yanga telah
memenuhi syarat-syarat tertentu seperti sholat, haji, dan puasa. Di samping
itu, zakat merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang strategis
dan sangat berpengaruh pada pembangunan ekonomi umat.
Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif,
tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan[4]
(Qadir, 2001:83-84). Sebagian orang-orang Islampun berkeyakinan bahwa zakat
memunyai peran penting dalam pengentasan kemiskinan. Namun banyak fakta di
dunia empirik menunjukkan hal yang berlawanan.
Pada sisi lain, potensi zakat menunjukan angka yang sangat fantastis.
Hasil perhitungan kasar menurut ketua umum Badan Amil Zakat Nasiona (BAZNAS)
KH. Didin Hafidhuddin potensi zakat masyarakat Indonesia mencapai Rp 270 triliun
pertahunnya. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa potensi zakat yang besar tersebut belum dapat
tergali secara maksimal di Indonesia, sehingga tidak mengherankan jika angka
kemiskinan di Indonesia masih cukup besar. Pertanyaan yang akan muncul kemudian
dari kenyataan seperti ini adalah mengapa potensi zakat yang besar tersebut
belum dapat tergali secara maksimal[5].
Melihat realitas yang ada maka
zakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sulit terwujud apabila
tidak ada peran aktif dari para muzakki dan pengelola zakat. Para muzakki harus
sadar betul bahwa tujuan mereka berzakat tidak hanya semata-mata menggugurkan
kewajibannya akan tetapi lebih luas yaitu untuk mengentaskan kemiskinan.
Pengelola zakat (amil) juga dituntut harus profesional dan inovatif dalam
pengelolaan dana zakat. Salah satu model pengelolaan zakat yang inovatif adalah
pengelolaan zakat secara produktif, di mana dengan motode ini diharapkan akan
mempercepat upaya mengentaskan masyarakat dari garis kemiskinan, mereka pada
awalnya adalah golongan mustahik kemudian menjadi seorang muzakki.
Pengelolaan distribusi zakat yang diterapkan di Indonesia terdapat dua
macam kategori, yaitu distribusi secara konsumtif dan produktif. Zakat
produktif merupakan zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk
menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk usaha, yaitu untuk
mengembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahiq[6].
Saat ini, meski masih banyak yang pendayagunakan harta hasil zakat secara konsumtif,
akan tetapi sudah mulai muncul pendayagunaan hasil zakat secara produktif di
Badan Amil Zakat Nasiona (BAZNAS) Kabupaten
Sukabumi semisal. Kinerja lembaga tersebut telah mengalami
kemajuan dan menerapkan metode pemberdayaan mustahiq zakat untuk usaha produktif.
Salah satu program yang telah
digulirkan Program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI), diharapankan
agar para mustahiq mampu memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan serta kedepan diharapkan menjadi muzakki dari hasil pengembangan
harta zakat tersebut.
Perkembangan Program
Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) di
Badan Amil Zakat (BAZNAS) Kabupaten Sukabumi pada awalnya
gagasan ini muncul karena tujuan zakat telah hilang maka mempunyai interpretasi
baru tentang zakat yang selama ini dipahami oleh masyarakat pada umumnya yang
masih mengelola zakat secara konserfativ. BAZNAS Kabupaten Sukabumi mempunyai interpretasi baru
bahwa zakat itu disamping sebagai ibadah individu, dalam zakat juga terkandung
misi pengembangan ekonomi umat. Pada awalnya gagasan konsep baru yang
dirumuskan oleh BAZNAS Kabupaten
Sukabumi tersebut mendapatkan banyak kendala. Hal tersebut
karena pemuka agama dan masyarakat masih berpijak pada teks dan logika-logika
klasik dalam mengelola dana hasil zakat yang berorientasi konsumtif. Banyak
masyarakat yang masih memahami bahwa zakat hanya sebagai sebuah pemindahan
harta tanpa konsep yang berbasis,
pada umumnya pola pendistribusian yang terjadi di berbagai
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) masih bersifat konsumtif, di mana dana zakat
didistribusikan masih berwujud harta atau benda yang diserahkan muzaki semisal
uang atau kepentingam sosial.
Sistem pengelolaan pendistribusian zakat yang sudah berjalan ini merupakan suatu terobosan baru dalam penyelenggarakan zakat
sebagai alternatif solusi persoalan kemiskinan. Sistem pengelolaan
pendistribusian zakat tersebut menurut hemat penulis menarik untuk diteliti dan
dikaji. Sebagai ikhtiar untuk mengetahui lebih mendalam terhadap praktik
pengelolaan pendistribusian zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Sukabumi dalam Program Bangkit
Usaha Mandiri (BUMI) konsep aqad qordun hasan dalam upaya pengetasan Kemiskinan.
B.
Perumusan Masalah
Langkah pertama dalam suatu
penelitian ilmiah adalah mengajukan masalah. Satu hal yang harus disadari bahwa
masalah itu tidak bisa berdiri sendiri dan terisolasi dari foktor-faktor lain.
Selalu terdapat konstelasi yang
merupakan latar belakang dari suatu masalah-masalah tertentu[7].
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan diatas dan konstelasi yang bersifat situasional inilah maka
didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Seperti apakah pelaksanaan program Bangkit
Usaha Mandiri (BUMI) Di BAZNAS Kabupaten Sukabumi dalam upaya pengentasan kemiskinan?
2. Bagaimana Efisiesi Program Bangkit
Usaha Mandiri (BUMI) Di Baznas Kabupaten Sukabumi dalam upaya pengentasan kemiskinan ?
C.
Tujuan Penelitian
Sudah
menjadi keharusan bahwasanya dalam setiap penelitian ilmiah harus mempunyai
tujuan, kegunaan serta target tertentu sebagai upaya untuk mengukur tingkat
pencapaiannya. Sebuah penelitian ilmiah jika tanpa adanya sebuah tujuan maka
akan absurd dan sia-sia belaka. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :.
1. Mengetahui pelaksanan program Bangkit
Usaha Mandiri (BUMI) Di BAZNAS Kabupaten Sukabumi dalam upaya pengentasan kemiskinan.
2. Mengetahui Efisiensi Program Bangkit
Usaha Mandiri (BUMI) Di BAZNAS Kabupaten Sukabumi dalam upaya pengentasan kemiskinan.
D.
Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hasil dari penelitian ini secara teoritis digunakan
sebagai:
a.
Salah satu bahan acuan penelitian di
bidang Zakat terhadap program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) dalam upaya pengetasan kemiskinan.
b.
Salah satu kajian untuk penulisan ilmiah
berkenaan dengan upaya pengetasan
kemiskinan
2.
Secara Praktis
Bagi BAZNAS Kabupaten
Sukabumi, dengan menyadari akan kekurangan yang ada pada BAZNAS Kabupaten
Sukabumi, sehingga akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki segala kelemahan,
kesulitan dan hambatan yang dihadapi.
E.
Kerangka
Pemikiran
Zakat secara bahasa adalah tumbuh atau berkembang. Berdasarkan kata
zakat ini menuntut bahwa harta zakat harus mampu ditumbuhkan dan dikembangkan
sehingga berdampak lebih luas bagi masyarakat dalam kehidupannya. Karena tujuan
dari zakat adalah mengangkat harkat dan martabat kaum fuqara dan masakin
kepada kehidupan yang layak.
Zakat produktif ini akan mampu membangun perekonomian negeri,
memberantas kemiskinan, menghilangkan kebodohan, dan menyiapkan masyarakat
untuk menjadikan tangan mereka selalu ada di atas (dermawan). Karena itu, harta
zakat tidak semata disalurkan dalam bentuk materi yang bisa langsung dinikmati
oleh para mustahik, mereka mendapatkan uang atau bahan makanan yang bisa
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka tetapi juga mampu
menghilangkan kesulitan mereka dan mengangkat derajat kehidupan mereka menjadi
lebih baik[8].
Penyaluran zakat bukan dengan cara memberikan ikan yang bisa
langsung dimasak namun bagaimana mendayagunakan kail sehingga bisa mendapatkan
ikan yang lebih banyak. Peran inilah yang seharusnya menjadi ‘ruh’ dalam
menyalurkan zakat, yakni memberdayakan masyarakat. Itulah yang disebut dengan
zakat produktif.
Pasal 27 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan
zakat mengatur tentang zakat produktif sebagai berikut:
1.
Zakat
dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin
dan peningkatan kualitas umat.
2.
Pendayagunaan
zakat untuk usaha produktif dimaksud dalam ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan
dasar mustahik sudah terpenuhi.
3.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
diatur melalui peraturan menteri.
Harta
zakat dapat diinfestasikan dengan syarat bahwa kebutuhan primer orang-orang
fakir miskin telah dicukupi dari sebagian pengumpulan. Modal dan keuntungan
perusahaan yang didirikan dari hasil Zakat dipergunakan untuk asnaf yang telah ditentukan. Pengumpulan dan
pembagian zakat serta penginvestasiannya diatur dan dilakukan oleh pemerintah. Ash-Shadr[9] menyatakan bahwa hukum
Islam menugaskan Negara untuk menjamin kebutuhan seluruh individu. Teori ini
memiliki tiga konsep dasar, yaitu (1) konsep jaminan sosial (adh-dhaman
al-ijtima’i), (2) konsep keseimbangan sosial (at-tawazun al-ijtima’i),
dan (3) konsep intervensi Negara (at-tadakhulad-daulah). Pemerintah
menjamin dan bertanggung jawab terhadap keselamatan modal dan kelebihan yang
diperoleh dari zakat.
Menurut Taufiqullah[10] dalam
artikelnya “Prospek Zakat Di Era Otonomi” di Media Pembebasan No.09/XXVIII
Desember 2001 mengemukakan bahwa pendayaguanaan zakat perlu dilakukan dengan
pendekatan skala prioritas yang disesuaikan dengan situasi krisis ekonomi yang
melanda negeri Indonesia. Dalam hal ini pendistribusian yang bersifat konsumtif
disalurkan bagi asnaf : 1) fakir miskin yang tidak ada harapan untuk
memberdayakan diri dan tidak mempunyai kesempatan untuk berusaha secara
produktif. 2) ibnu sabil dan 3) garimin. Sedang untuk usaha produktif
diprioritaskan bagi : 1) sabilillah yang dipinjamkan tanpa bunga bagi pedagang
kaki lima, bantuan SPP bagi Siswa SD-SLTP, sebagian bantuan bagi mahasiswa yang
tidak mampu. 2) muallaf dan 3) biaya operasional-administrasi.
Zakat
produktif merupakan pengelolaan dan pemberdayaan harta zakat untuk kepentingan
para mustahiq. Seperti para mustahiq faqir-miskin dengan harta zakat dapat
menghilangkan kefaqiran dan kemiskinannya, bagi mustahiq amilin dengan harta
zakat untuk peningkatan ilmu pengelolaan zakatnya, mustahiq muallaf qulubuhum
dengan harta zakat untuk menghilangkan keraguannya terhadap Islam, mustahiq
gharimin untuk menghilangkan dan membebaskan utang-utangnya, mustahiq riqab
untuk membebaskan dirinya dari perbudakan, mustahiq ibnusabil untuk
menghilangkan kesempitannya dan fi sabilillah untuk memberikan penghargaan
tertinggi kepadanya atas perjuangannya membela agama Allah swt.
Disamping itu
Badan amil Zakat Nasioanl (BAZNAS) mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
kesadaran untuk menunaikan zakat pada masyarakat, terutama pada golongan
menengah ke atas. Sebagai sosialisasi jangka panjang untuk terciptanya hubungan
sosial yang lebih baik dan kestabilan perekonomian umat islam di indonesia.
Namun untuk mencapai zakat sebagai solusi untuk pengetasan kemiskinan takan
tercapai jika para amil zakat (BAZNAS) tidak membuat inovasi-inovasi dalam
pengeloan harta zakat tersebut, jika kita melihat dalam sejarah pembagian harta
zakat tidak hanya untuk konsumtif semata.
Adapun distribusi zakat menurut Yusuf Qaradhawi yang mengutip
pendapat Imam Ghazali bahwa memberikan fakir miskin sejumlah nishab zakat,
memberikan fakir miskin kebutuhannya selama setahun, dan memberikan fakir
miskin kebutuhan selama sisa hidupnya[11].
Menurut Sayid Sabiq[12] bahwa
tujuan zakat adalah agar dapat mencukupi orang fakir dan memenuhi kebutuhannya
sehingga bisa mengubah status kefakirannya. Hal ini didasarkan kepada sabda
Rasulullah saw:
أغنوهم فى هذا اليوم
“Buatlah mereka kaya pada hari ini. (al-Hadis)
أغنوهم عن طواف هذا اليوم
“Buatlah mereka kaya agar tidak berkeliling (minta-minta ) pada
hari ‘Ied. (al-Hadis).
Meskipun dalil tersebut terkait dengan zakat fitrah, maka
seharusnya zakat mal (harta) pun distribusi zakat diupayakan dapat
menghilangkan kefakiran dan kemiskinan mereka seperti halnya orang yang
berutang dapat terbebas dari utangnya.
Jika
kita melihat dari perbagai program Badan Amil Zakat dapat sangat efektif dan
efisien dalam upaya pengetasan kemiskinan, karna program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) merupakan lembaga keuangan mikro syariah
berbadan hukum koperasi yang menyalurkan dana ZIS secara produktif baik melalui
pinjaman kebajikan (Al Qardhul Hasan) maupun melalui pembiayaan dengan pola
syariah kepada para mustahik sehingga tujuan mustahik untuk mengembangkan
usahanya dalam upaya pemberian berupa modal sehingga diharapkan dengan adaya
modal tersebut mustahik menjadi seorang muzaki.
Keberadaan Program Bangkit Usaha Mandiri sebagai salah satu lembaga penyedia
layanan keuangan mikro terhadap masyarakat kelas bawah dan seiring perkembangan
zaman telah mampu memainkan peranan penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat
untuk mengentaskan kemiskinan dan juga untuk mencapai taraf hidup yang
sejahtera. Program Bangkit Usaha Mandiri juga melakukan
berbagai aktivitas keuangan dalam upaya memberikan pelayanan finansial terhadap
masyarakat yang memiliki penghasilan yang kecil.
Program
Bangkit Usaha Mandiri dalam arti bahasa adalah “Rumah Pinjaman” dengan mengunakan akad Qordun Hasan dari Harta zakat dan menyalurkan pembiayaan kepada usaha-usaha yang produktif dan
menguntungkan. Dengan mengunkan manajemen
Bank Syariah karena dewasa ini perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di
Indonesia melaju sangat singnipikan[13], sebagai
gerakan kemasyarakatan menunjukkan keberhasilan yang nyata. Perkembangan
Lembaga Keuangan Syariah sangat cepat seiring dengan masyarakat muslim yang
menginginkan Lembaga Keuangan yang bebas dari Riba dan sesuai dengan prinsip
Syariah atau Hukum Islam.
Kerangka Pemikiran yang akan saya gulirkan sebagaimana bagan di bawah ini :
F.
Langkah-langkah
Penelitan
Adapun metode penelitian yang
digunakan oleh penulis adalah Kualitatif Deskriptif, sebagai berikut :
1. Pendekatan
dan jenis penelitian
a. Metode
dan pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif Deskriptif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalkan perilaku dan tindakan secara holistik[14].
Adapun pendekatan yang digunakan
penulis dalam melakukan penelitian adalah pendekatan sosiologis yaitu
pendekatan melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial budaya suatu unit
sosial, individu, kelompok atau lembaga-lembaga sosial. sebagai jalan untuk
memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat[15]
a. Lokasi
dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian Di Badan Amil Zakat (BAZNAS)
Sukabumi. Dalam kurun dua Bulan. Peneliti bertindak
sebagai instrument sekaligus
pengumpul
data yang mana penulis langsung datang dan mewawancarai Ketua Badan Zakat
Nasional (BAZNAS) Kabupaten Sukabumi.
b. Sumber
Data
Penelitian
ini menggunakan dua sumber data, yaitu:
1) Data
Primer
Merupakan
sebuah keterangan atau fakta yang secara langsung diperoleh melalui penelitian
lapangan. Data primer diperoleh dari:
a) Informan
Informan
adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan informasinya tentang situasi
dan kondisi latar penelitian. Jadi seorang informan harus mempunyai banyak
pengalaman tentang latar penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka
rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai
anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaannya ia dapat memberikan
pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses
dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat[16].
Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Ketua Badan Amil Zakat (BAZNAS)
Kabupaten Sukabumi, tokoh masyarakat dan masyarakat umum di kecamatan
penelilian. Selanjutnya informasi yang diperoleh dari para informan
dideskripsikan dan diolah menjadi data primer.
a) Data Sekunder
Adalah data yang
mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk
laporan dan seterusnya[17].
Sumber data skunder berasal dari setiap bahan tertulis berupa buku-buku dan
tulisan yang berkaitan dengan zakat.
2. Teknik Pengumpulan Data
a.
Wawancara
(interview)
Wawancara atua interview merupakan tanya jawab secara lisan diman
dua orang atau lebih berhadapan secara langsung dalam proses interview ada dua
pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak berfungsi sebagai
pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai
informasi atau informan atau responden (Romy H, 1990:71).
b.
Observasi
(pengamatan)
Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh
penulis dengan menagadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang
berkaitan masalah yang diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan data yang
menyeluruh dari perilaku manusia atau sekelompok manusia sebagaimana terjadi
kenyataannya dan mendapatkan deskripsi yang relative lengkap mengenai kehidupan
sosial dan salah satu aspek (Soekanto, 1988:239). Dalam mengumpulkan data,
penulis melakukan observasi di rumah mustahiq untuk mengetahui perkembangan
dana zakat yang mereka kelola
3.
Analisis
Data
Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis
seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya,
data- data yang diperoleh kemudian direduksi, dikategorikan dan selanjutnya
disentisasi atau disimpulkan[18].
Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu
analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk
uraian.
4.
Pengecekan
Keabsahan Data
Untuk mengecek keabsahan data, penulis menggunakan metode tringulasi.
Tringulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain,
di luar data itu sebagai pembanding (Moloeng, 2011:330). Pengecekan keabsahan
data dilakukan karena dikhawatirkan masih adanya kesalahan atau kekeliruan yang
terlewati oleh penulis, dengan cara menulis kembali hasil wawancara setelah
selesai melakukan wawancara secara langsung, ataupun mewawancarai ulang dari
salah satu subjek penelitian untuk menambah data yang kurang bila diperlukan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut
dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan
penelitian ini sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, berisikan
tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka
pemikiran, langkah-langkah penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori tentang yang berisi pembahasan
tentang makna
zakat, kemiskinan dan program Bangkit usaha mandiri dengan akad qordun hasan yang meliputi makna zakat, hikmah dan tujuan zakat, harta yang
wajib dizakati kadar dan syarat-syaratnya, distribusi zakat, Islam dan
kemiskinan, dan produktifitas pengelolaan zakat.
BAB III : Paparan
data dan temuan
penelitian yang berisi gambaran umum
kondisi Di Bazan Kabupaten
Sukabumi, yang meliputi: letak geografis
Baznas Kabupaten Sukabumi, meliputi
sejarah berdiri dan program program
dalam mengelola pendistribusian zakat, Efisiensi Pengeloan Bumi dalam Upaya Pengetasan
Kemiskina. Out Cam/ dampak dari Perogram Bangkit Usaha Mandiri dalam Upaya
Pengetasan Kemiskina.
BAB IV :
Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran. Serta diakhir skripsi ditulis kajian
pustidaka dan lampiran-lampiran.
[1] Al-Qardawi, Y. 1993. Fiqhuz Zakat. Litera AntarNusa, Jakarta
[2] http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1488
[3] Beik, I.S. dan Hakiem, H. 2008. Zakat dan Masjid Sebagai Pengaman
Sosial. www.pkesinteraktif.com
[4] (Qadir, 2001:83-84).
[5] http://www.dakwatuna.com/2013/04/02/30417/potensi-zakat-umat-islam-di-indonesia-belumdioptimalkan/
[6] Qadir, 2001:46
[8] Fiqh Zakat Kontemporer. Makalah disampaikan pada Seminar dan Pelatihan Zakat yang
diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Bengkalis pada tanggal 11 Juni 2008
[9] Muhammad Baqir al-Shadr, sistem Politik Islam: Sebuah Pengantar, 2001
[10] Taufiqullah, artikel prospek zakat di Era Otonomi, Media Pembebasan, No.09/XXVIII Desember
2001
[12] Ibid, hal. 496 dan 520.
[14]
Moleong, 2011: 6
No comments:
Post a Comment