Saturday, March 14, 2015

KATA PENGANTAR SKERIPSI ZAKAT



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dapat mempengaruhi akidah umat. Salah satu sebab orang yang keluar dari agamanya adalah karena kemiskinan dan kefakiran. Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga hubungan dengan Allah dan sesama manusia dengan dua tujuan, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia serta kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di akhirat. Secara sederhana, hablun minaalloh dapat diartikan bahwa seorang muslim harus secara tulus dan ikhlas bahwa seluruh aktivitasnya hanya untuk mengabdi kepada Allah. Sedangkan hablun minannas dapat diartikan bahwa seorang muslim harus mempunyai kepedulian dengan orang lain. Kepedulian dengan orang lain adalah sebuah keharusan agar seorang muslim merasa memiliki tanggungjawab untuk memberikan solusi atas permasalahan umat termasuk kemiskinan.
Yusuf Qorhdowi[1] menyatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu penyebab munculnya permasalahan ekonomi karena lemahnya sumber penghasilan. Pakar ekonomi melihat kemiskinan dari berbagai aspek. Pada aspek primer kemiskinan terlihat dari miskin asset, organisasi sosial politik, pendidikan, dan keterampilan. Dan pada asepek skekunder ke miskinan terlihat pada kemiskinan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi.
Negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam masih tergolong negara berkembang dan memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. Satu contoh yang pantas untuk dikemukakan adalah negara Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS)[2] Maret 2013 jumlah penduduk Indonesia hampir 80 % dari total keseluruhan jumlah penduduknya pemeluk agama Islam. Angka kemiskinan di Indonesia terbilang cukup tinggi. Data Badan Pusat Statistik(BPS) Maret 2013 menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin 31 juta jiwa. Sementara data dari bank dunia menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin sebesar 59 % atau setengah dari penduduk Indonesia. 
Terlepas dari perbedaan data yang ditunjukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan bank dunia tersebut, yang jelas persoalan kemiskinan masih menjadi persoalan yang amat krusial di indonesia. Dan pemerintah  indonesia memberikan perhatian yang sangat serius dalam soal mengatasi kemiskinan ini. Alokasi dana yang diperuntukan bagi upaya-upaya untuk mengatasi kemiskinan tersebut sangat besar.
Pramanik (1993)[3] kemiskinan terjadi tidak serta merta disebabkan oleh faktor-faktor bersifat ekonomi. Kemiskinan terjadi juga disebabkan oleh faktor budaya, sosial dan politik. Penyebab utama kemiskinan adalah karena kelemahan dari segi permodalan. Kelemahan modal disebabkan karena ketidakmampuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya alam. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya alam berdampak pada rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas berakibat pada lemahnya pendapatan. Pendapatan yang rendah berakibat pada rendahnya tabungan dan insentif. Rendahnya tabungan dan insentif berakibat pula pada rendahnya pembentukan modal. Lingkaran kemiskinan demikan menyisakan variable lain yaitu variable sosial, budaya dan politik ketidak mampuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya alam berakar pada rendahnya pendidikan. Kemudian rendahnya produktifitas berakar pada lemahnya etos kerja. Dan kelemahan etos kerja disebabkan oleh adanya sebuah keyakinan bahwa kemiskinan takdir tuhan.  variable politik terlihat pada keberpihakan yang lebih dari pemerintah terhadap pemilik modal ketimbang kepada kepentingan rakyat banyak. Dengan demikian kemiskinan tidak berdiri sendiri, banyak faktor yang menjadi penyebab timbulnya kemiskinan. Analisis kepada faktor-faktor penyebab kemiskinan akan menghasilkan sebuah langkah-langkah yang tepat dalam mengatasi kemiskinan tersebut.
Salah satu cara menanggulangi kemiskinan adalah dukungan orang yang mampu dalam bidang finansial untuk mengeluarkan harta kekayaan mereka dengan berupa dana zakat kepada mereka yang kekurangan. Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yanga telah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti sholat, haji, dan puasa. Di samping itu, zakat merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang strategis dan sangat berpengaruh pada pembangunan ekonomi umat.
Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan[4] (Qadir, 2001:83-84). Sebagian orang-orang Islampun berkeyakinan bahwa zakat memunyai peran penting dalam pengentasan kemiskinan. Namun banyak fakta di dunia empirik menunjukkan hal yang berlawanan.
Pada sisi lain, potensi zakat menunjukan angka yang sangat fantastis. Hasil perhitungan kasar menurut ketua umum Badan Amil Zakat Nasiona (BAZNAS) KH.  Didin Hafidhuddin potensi zakat  masyarakat Indonesia mencapai Rp 270 triliun pertahunnya. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa  potensi zakat yang besar tersebut belum dapat tergali secara maksimal di Indonesia, sehingga tidak mengherankan jika angka kemiskinan di Indonesia masih cukup besar. Pertanyaan yang akan muncul kemudian dari kenyataan seperti ini adalah mengapa potensi zakat yang besar tersebut belum dapat tergali secara maksimal[5].
Melihat realitas yang ada maka  zakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sulit terwujud apabila tidak ada peran aktif dari para muzakki dan pengelola zakat. Para muzakki harus sadar betul bahwa tujuan mereka berzakat tidak hanya semata-mata menggugurkan kewajibannya akan tetapi lebih luas yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Pengelola zakat (amil) juga dituntut harus profesional dan inovatif dalam pengelolaan dana zakat. Salah satu model pengelolaan zakat yang inovatif adalah pengelolaan zakat secara produktif, di mana dengan motode ini diharapkan akan mempercepat upaya mengentaskan masyarakat dari garis kemiskinan, mereka pada awalnya adalah golongan mustahik kemudian menjadi seorang muzakki.
Pengelolaan distribusi zakat yang diterapkan di Indonesia terdapat dua macam kategori, yaitu distribusi secara konsumtif dan produktif. Zakat produktif merupakan zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk usaha, yaitu untuk mengembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahiq[6].
Saat ini, meski masih banyak yang pendayagunakan harta hasil zakat secara konsumtif, akan tetapi sudah mulai muncul pendayagunaan hasil zakat secara produktif di Badan Amil Zakat Nasiona (BAZNAS) Kabupaten Sukabumi semisal. Kinerja lembaga tersebut telah mengalami kemajuan dan menerapkan metode pemberdayaan mustahiq zakat untuk usaha produktif. Salah satu program yang telah digulirkan Program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI), diharapankan agar para mustahiq mampu memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan serta kedepan diharapkan menjadi muzakki dari hasil pengembangan harta zakat tersebut.
Perkembangan Program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) di Badan Amil Zakat (BAZNAS) Kabupaten Sukabumi pada awalnya gagasan ini muncul karena tujuan zakat telah hilang maka mempunyai interpretasi baru tentang zakat yang selama ini dipahami oleh masyarakat pada umumnya yang masih mengelola zakat secara konserfativ. BAZNAS Kabupaten Sukabumi mempunyai interpretasi baru bahwa zakat itu disamping sebagai ibadah individu, dalam zakat juga terkandung misi pengembangan ekonomi umat. Pada awalnya gagasan konsep baru yang dirumuskan oleh BAZNAS Kabupaten Sukabumi tersebut mendapatkan banyak kendala. Hal tersebut karena pemuka agama dan masyarakat masih berpijak pada teks dan logika-logika klasik dalam mengelola dana hasil zakat yang berorientasi konsumtif. Banyak masyarakat yang masih memahami bahwa zakat hanya sebagai sebuah pemindahan harta tanpa konsep yang berbasis, pada umumnya pola pendistribusian yang terjadi di berbagai Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) masih bersifat konsumtif, di mana dana zakat didistribusikan masih berwujud harta atau benda yang diserahkan muzaki semisal uang atau kepentingam sosial.  
Sistem pengelolaan pendistribusian zakat yang sudah berjalan ini  merupakan suatu terobosan baru dalam penyelenggarakan zakat sebagai alternatif solusi persoalan kemiskinan. Sistem pengelolaan pendistribusian zakat tersebut menurut hemat penulis menarik untuk diteliti dan dikaji. Sebagai ikhtiar untuk mengetahui lebih mendalam terhadap praktik pengelolaan pendistribusian zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Sukabumi dalam Program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) konsep aqad qordun hasan  dalam upaya pengetasan Kemiskinan.
B.     Perumusan Masalah
Langkah pertama dalam suatu penelitian ilmiah adalah mengajukan masalah. Satu hal yang harus disadari bahwa masalah itu tidak bisa berdiri sendiri dan terisolasi dari foktor-faktor lain. Selalu terdapat konstelasi yang  merupakan latar belakang dari suatu masalah-masalah tertentu[7]. Berdasarkan latar  belakang yang telah diuraikan diatas dan konstelasi yang bersifat situasional inilah maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Seperti apakah pelaksanaan program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) Di BAZNAS Kabupaten Sukabumi dalam upaya pengentasan kemiskinan?
2.      Bagaimana Efisiesi Program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) Di Baznas Kabupaten Sukabumi dalam upaya pengentasan kemiskinan ?
C.    Tujuan Penelitian
Sudah menjadi keharusan bahwasanya dalam setiap penelitian ilmiah harus mempunyai tujuan, kegunaan serta target tertentu sebagai upaya untuk mengukur tingkat pencapaiannya. Sebuah penelitian ilmiah jika tanpa adanya sebuah tujuan maka akan absurd dan sia-sia belaka. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :.
1.      Mengetahui pelaksanan program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) Di BAZNAS Kabupaten Sukabumi dalam upaya pengentasan kemiskinan.
2.      Mengetahui Efisiensi Program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) Di BAZNAS Kabupaten Sukabumi dalam upaya pengentasan kemiskinan.
D.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      SecaraTeoritis
Hasil dari penelitian ini secara teoritis digunakan sebagai:
a.       Salah satu bahan acuan penelitian di bidang Zakat terhadap program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) dalam upaya pengetasan kemiskinan.
b.      Salah satu kajian untuk penulisan ilmiah berkenaan dengan upaya  pengetasan kemiskinan
2.      Secara Praktis
Bagi BAZNAS Kabupaten Sukabumi, dengan menyadari akan kekurangan yang ada pada BAZNAS Kabupaten Sukabumi, sehingga akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki segala kelemahan, kesulitan dan hambatan yang dihadapi.


E.     Kerangka Pemikiran
Zakat secara bahasa adalah tumbuh atau berkembang. Berdasarkan kata zakat ini menuntut bahwa harta zakat harus mampu ditumbuhkan dan dikembangkan sehingga berdampak lebih luas bagi masyarakat dalam kehidupannya. Karena tujuan dari zakat adalah mengangkat harkat dan martabat kaum fuqara dan masakin kepada kehidupan yang layak.
Zakat produktif ini akan mampu membangun perekonomian negeri, memberantas kemiskinan, menghilangkan kebodohan, dan menyiapkan masyarakat untuk menjadikan tangan mereka selalu ada di atas (dermawan). Karena itu, harta zakat tidak semata disalurkan dalam bentuk materi yang bisa langsung dinikmati oleh para mustahik, mereka mendapatkan uang atau bahan makanan yang bisa dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka tetapi juga mampu menghilangkan kesulitan mereka dan mengangkat derajat kehidupan mereka menjadi lebih baik[8].
Penyaluran zakat bukan dengan cara memberikan ikan yang bisa langsung dimasak namun bagaimana mendayagunakan kail sehingga bisa mendapatkan ikan yang lebih banyak. Peran inilah yang seharusnya menjadi ‘ruh’ dalam menyalurkan zakat, yakni memberdayakan masyarakat. Itulah yang disebut dengan zakat produktif.
Pasal 27 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat mengatur tentang zakat produktif sebagai berikut:
1.      Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
2.      Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dimaksud dalam ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik sudah terpenuhi.
3.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana diatur melalui peraturan menteri. 
Harta zakat dapat diinfestasikan dengan syarat bahwa kebutuhan primer orang-orang fakir miskin telah dicukupi dari sebagian pengumpulan. Modal dan keuntungan perusahaan yang didirikan dari hasil Zakat dipergunakan untuk asnaf  yang telah ditentukan. Pengumpulan dan pembagian zakat serta penginvestasiannya diatur dan dilakukan oleh pemerintah. Ash-Shadr[9] menyatakan bahwa hukum Islam menugaskan Negara untuk menjamin kebutuhan seluruh individu. Teori ini memiliki tiga konsep dasar, yaitu (1) konsep jaminan sosial (adh-dhaman al-ijtima’i), (2) konsep keseimbangan sosial (at-tawazun al-ijtima’i), dan (3) konsep intervensi Negara (at-tadakhulad-daulah). Pemerintah menjamin dan bertanggung jawab terhadap keselamatan modal dan kelebihan yang diperoleh dari zakat.
Menurut Taufiqullah[10] dalam artikelnya “Prospek Zakat Di Era Otonomi” di Media Pembebasan No.09/XXVIII Desember 2001 mengemukakan bahwa pendayaguanaan zakat perlu dilakukan dengan pendekatan skala prioritas yang disesuaikan dengan situasi krisis ekonomi yang melanda negeri Indonesia. Dalam hal ini pendistribusian yang bersifat konsumtif disalurkan bagi asnaf : 1) fakir miskin yang tidak ada harapan untuk memberdayakan diri dan tidak mempunyai kesempatan untuk berusaha secara produktif. 2) ibnu sabil dan 3) garimin. Sedang untuk usaha produktif diprioritaskan bagi : 1) sabilillah yang dipinjamkan tanpa bunga bagi pedagang kaki lima, bantuan SPP bagi Siswa SD-SLTP, sebagian bantuan bagi mahasiswa yang tidak mampu. 2) muallaf dan 3) biaya operasional-administrasi.
Zakat produktif merupakan pengelolaan dan pemberdayaan harta zakat untuk kepentingan para mustahiq. Seperti para mustahiq faqir-miskin dengan harta zakat dapat menghilangkan kefaqiran dan kemiskinannya, bagi mustahiq amilin dengan harta zakat untuk peningkatan ilmu pengelolaan zakatnya, mustahiq muallaf qulubuhum dengan harta zakat untuk menghilangkan keraguannya terhadap Islam, mustahiq gharimin untuk menghilangkan dan membebaskan utang-utangnya, mustahiq riqab untuk membebaskan dirinya dari perbudakan, mustahiq ibnusabil untuk menghilangkan kesempitannya dan fi sabilillah untuk memberikan penghargaan tertinggi kepadanya atas perjuangannya membela agama Allah swt.
Disamping itu Badan amil Zakat Nasioanl (BAZNAS) mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kesadaran untuk menunaikan zakat pada masyarakat, terutama pada golongan menengah ke atas. Sebagai sosialisasi jangka panjang untuk terciptanya hubungan sosial yang lebih baik dan kestabilan perekonomian umat islam di indonesia. Namun untuk mencapai zakat sebagai solusi untuk pengetasan kemiskinan takan tercapai jika para amil zakat (BAZNAS) tidak membuat inovasi-inovasi dalam pengeloan harta zakat tersebut, jika kita melihat dalam sejarah pembagian harta zakat tidak hanya untuk konsumtif semata.
Adapun distribusi zakat menurut Yusuf Qaradhawi yang mengutip pendapat Imam Ghazali bahwa memberikan fakir miskin sejumlah nishab zakat, memberikan fakir miskin kebutuhannya selama setahun, dan memberikan fakir miskin kebutuhan selama sisa hidupnya[11].
Menurut Sayid Sabiq[12] bahwa tujuan zakat adalah agar dapat mencukupi orang fakir dan memenuhi kebutuhannya sehingga bisa mengubah status kefakirannya. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw:
أغنوهم فى هذا اليوم
“Buatlah mereka kaya pada hari ini. (al-Hadis)
أغنوهم عن طواف هذا اليوم
“Buatlah mereka kaya agar tidak berkeliling (minta-minta ) pada hari ‘Ied. (al-Hadis).
Meskipun dalil tersebut terkait dengan zakat fitrah, maka seharusnya zakat mal (harta) pun distribusi zakat diupayakan dapat menghilangkan kefakiran dan kemiskinan mereka seperti halnya orang yang berutang dapat terbebas dari utangnya.  
Jika kita melihat dari perbagai program Badan Amil Zakat dapat sangat efektif dan efisien dalam  upaya  pengetasan kemiskinan, karna program Bangkit Usaha Mandiri (BUMI) merupakan lembaga keuangan mikro syariah berbadan hukum koperasi yang menyalurkan dana ZIS secara produktif baik melalui pinjaman kebajikan (Al Qardhul Hasan) maupun melalui pembiayaan dengan pola syariah kepada para mustahik sehingga tujuan mustahik untuk mengembangkan usahanya dalam upaya pemberian berupa modal sehingga diharapkan dengan adaya modal tersebut mustahik menjadi seorang muzaki.
Keberadaan Program Bangkit Usaha Mandiri sebagai salah satu lembaga penyedia layanan keuangan mikro terhadap masyarakat kelas bawah dan seiring perkembangan zaman telah mampu memainkan peranan penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan dan juga untuk mencapai taraf hidup yang sejahtera. Program Bangkit Usaha Mandiri juga melakukan berbagai aktivitas keuangan dalam upaya memberikan pelayanan finansial terhadap masyarakat yang memiliki penghasilan yang kecil.
Program Bangkit Usaha Mandiri dalam arti bahasa adalah “Rumah Pinjaman” dengan mengunakan akad Qordun Hasan  dari Harta zakat dan menyalurkan pembiayaan kepada usaha-usaha yang produktif dan menguntungkan. Dengan mengunkan manajemen Bank Syariah karena dewasa ini perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia melaju sangat singnipikan[13], sebagai gerakan kemasyarakatan menunjukkan keberhasilan yang nyata. Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah sangat cepat seiring dengan masyarakat muslim yang menginginkan Lembaga Keuangan yang bebas dari Riba dan sesuai dengan prinsip Syariah atau Hukum Islam.



Kerangka Pemikiran yang akan saya gulirkan sebagaimana bagan di bawah ini :
F.     Langkah-langkah Penelitan
Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah Kualitatif Deskriptif, sebagai berikut :
1.      Pendekatan dan jenis penelitian
a.       Metode dan pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif Deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalkan perilaku dan tindakan secara holistik[14].
Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian adalah pendekatan sosiologis yaitu pendekatan melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial budaya suatu unit sosial, individu, kelompok atau lembaga-lembaga sosial. sebagai jalan untuk memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat[15]
a.       Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian Di Badan Amil Zakat (BAZNAS) Sukabumi. Dalam kurun dua Bulan. Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data yang mana penulis langsung datang dan mewawancarai Ketua Badan Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Sukabumi.
b.      Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu:
1)      Data Primer
Merupakan sebuah keterangan atau fakta yang secara langsung diperoleh melalui penelitian lapangan. Data primer diperoleh dari:
a)      Informan
Informan adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat[16]. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Ketua Badan Amil Zakat (BAZNAS) Kabupaten Sukabumi, tokoh masyarakat dan masyarakat umum di kecamatan penelilian. Selanjutnya informasi yang diperoleh dari para informan dideskripsikan dan diolah menjadi data primer.
a)      Data Sekunder
Adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan seterusnya[17]. Sumber data skunder berasal dari setiap bahan tertulis berupa buku-buku dan tulisan yang berkaitan dengan zakat.
2.      Teknik Pengumpulan Data
a.       Wawancara (interview)
Wawancara atua interview merupakan tanya jawab secara lisan diman dua orang atau lebih berhadapan secara langsung dalam proses interview ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak berfungsi sebagai pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai informasi atau informan atau responden (Romy H, 1990:71).
b.      Observasi (pengamatan)
Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan menagadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang berkaitan masalah yang diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan data yang menyeluruh dari perilaku manusia atau sekelompok manusia sebagaimana terjadi kenyataannya dan mendapatkan deskripsi yang relative lengkap mengenai kehidupan sosial dan salah satu aspek (Soekanto, 1988:239). Dalam mengumpulkan data, penulis melakukan observasi di rumah mustahiq untuk mengetahui perkembangan dana zakat yang mereka kelola
3.      Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya, data- data yang diperoleh kemudian direduksi, dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan[18]. Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk uraian.
4.      Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mengecek keabsahan data, penulis menggunakan metode tringulasi. Tringulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu sebagai pembanding (Moloeng, 2011:330). Pengecekan keabsahan data dilakukan karena dikhawatirkan masih adanya kesalahan atau kekeliruan yang terlewati oleh penulis, dengan cara menulis kembali hasil wawancara setelah selesai melakukan wawancara secara langsung, ataupun mewawancarai ulang dari salah satu subjek penelitian untuk menambah data yang kurang bila diperlukan.
G.    Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, langkah-langkah penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori tentang yang berisi pembahasan  tentang makna zakat, kemiskinan dan program Bangkit usaha mandiri dengan akad qordun hasan yang meliputi makna zakat, hikmah dan tujuan zakat, harta yang wajib dizakati kadar dan syarat-syaratnya, distribusi zakat, Islam dan kemiskinan, dan produktifitas pengelolaan zakat.
BAB III :   Paparan  data  dan  temuan  penelitian  yang  berisi  gambaran  umum  kondisi  Di Bazan Kabupaten Sukabumi,  yang  meliputi: letak  geografis  Baznas Kabupaten Sukabumi, meliputi  sejarah  berdiri  dan program program dalam mengelola pendistribusian zakat, Efisiensi Pengeloan Bumi dalam Upaya Pengetasan Kemiskina. Out Cam/ dampak dari Perogram Bangkit Usaha Mandiri dalam Upaya Pengetasan Kemiskina.
BAB IV : Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran. Serta diakhir skripsi ditulis kajian pustidaka dan lampiran-lampiran.



[1] Al-Qardawi, Y. 1993. Fiqhuz Zakat. Litera AntarNusa, Jakarta
[2] http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1488
[3] Beik, I.S. dan Hakiem, H. 2008. Zakat dan Masjid Sebagai Pengaman Sosial. www.pkesinteraktif.com
[4] (Qadir, 2001:83-84).
[5] http://www.dakwatuna.com/2013/04/02/30417/potensi-zakat-umat-islam-di-indonesia-belumdioptimalkan/
[6] Qadir, 2001:46
[7] Jujun S. 2009;309
[8] Fiqh Zakat Kontemporer. Makalah disampaikan pada Seminar dan Pelatihan Zakat yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Bengkalis pada tanggal 11 Juni 2008
[9] Muhammad Baqir al-Shadr, sistem Politik Islam: Sebuah Pengantar, 2001
[10] Taufiqullah, artikel prospek zakat di Era Otonomi, Media Pembebasan, No.09/XXVIII Desember 2001
[11] Yusuf qaradhawi.2005:38
[12] Ibid, hal. 496 dan 520.
[13] http://www.syariahmandiri.co.id/2012/08/industri-keuangan-syariah-butuh-dukungan-pemerintah/
[14] Moleong, 2011: 6
[15] Soekanto, 1999:45
[16] Moleong, 2002:90)
[17] Soekanto, 1986:12
[18] Moleong, 2011:288

No comments:

Post a Comment

SURAT LAMARAN KERJA

Sukabumi . 17 Februari 2017 Perihal : Lamaran Kerja Lam     : - KepadaYth : Bapak/ibu Bagian Personalia/HRD PT.  ANGIN RI...