Suatu kali seorang teman menuding kepedulian saya terhadap isu yang saya garap, seperti HIV-Aids, Kebebasan Bergama dan Berkeyakina (KBB) dan Hak asasi Manusia (HAM). hanya karena kebetulan saya bekerja untuk organisasi kemanusiaan yang berkecimpung dalam pengembangan dan penanganan kasus-kasus diatas. Bahkan di pelbagai status Facebooknya, ia menyindir saya yang dianggapnya hanya memiliki kepedulian palsu kepada kaum yang terpinggirkan. Menjual kebebasaan dan ODHA untuk mendapatkan keuntungan diri sendiri. “You just care for the money, not for the poor it self,” demikian pernyataannya kepada saya beberapa waktu yang lalu.
Tidak dipungkiri banyak pekerja sosial, bahkan beberapa di antaranya saya tahu secara dekat, hanya bekerja karena digerakkan oleh uang. Bahkan beberapa teman saya yang lain, yang kebetulan baru saja lulus dari perguruan tinggi, berhasrat sekali untuk bekerja di NGO karena alasan gaji yang ia kira besar. Padahal seharusnya uang ataupun gaji, tidak boleh menjadi motivasi untuk menjadi abdi masyarakat yang tertindas dan terpinggirkan.
Sejujurnya saya cukup terpukul ketika motivasi saya dalam mencoba ikut membela orang-orang lemah diserang sebagai kepalsuan oleh teman saya itu. Dan lebih dari itu, saya sebenarnya sedih jika ada anak-anak muda yang ingin bekerja di NGO karena mengira upah yang akan ia terima besar.
Memang saya tidak menyangkal beberapa NGO asing memberikan jumlah gaji dan benefits yang cukup besar. Mungkin kawan-kawan bisa googling NGO mana saja yang memberikan gaji yang besar. Di berbagai sumberpun banyak informasi-informasi terkait jumlah gaji dan benefits yang diterima seorang pekerja sosial di NGO. Namun tidak untuk NGO di daerah seperti saya.
Bagaimana penghasilan yang saya terima di organisasi tempat
saya mengabdi sekarang? Tentu saja itu adalah rahasia yang tidak boleh
dipublikasikan secara luas. Selain menyalahi kode etik organisasi, tentu saja
itu pun akan membuat saya dikenakan sanksi yang serius oleh pihak manajemen.
Namun lebih dari soal
penghasilan, keindahan bekerja di NGO ataupun LSM sebenarnya bukan di tataran
gaji. Beberapa teman saya yang bekerja di NGO besar pun banyak yang hijrah ke
perusahaan profit meski gaji pokok yang mereka terima jauh lebih kecil, tetapi
di perusahaan profit itu ia mendapatkan pelbagai benefit yang jauh lebih besar
dari yang ia terima di NGO itu.
Sesungguhnya ada kepuasan yang jauh lebih besar daripada
menerima sejumlah uang yang ditransferkan setiap akhir bulan, yaitu melakukan
aksi nyata di tengah masyarakat yang sangat membutuhkan pertolongan. Apalagi
ketika yang dikerjakan ternyata bisa membawa perubahan di tengah kaum marjinal
baik secara signifikan maupun secara bertahap, maka tidak ada harta yang mampu
menandingi kepuasan tersebut. Dan alasan saya untuk tetap mengabdi di NGO, dan
bukannya di perusahan sebagaimana yang dilakukan oleh teman-teman saya yang
lain, adalah karena melihat kontribusi yang jauh lebih nyata yang bisa saya
berikan bagi negeri tercinta ini.
Saya tidak mengatakan bahwa teman-teman saya yang sibuk kerja
di perusahan tidak memberikan kontribusi yang nyata, tetapi saya menyangsikan
efektifitas hidup jika saya berada di sebuah perusahan. Terlebih saya adalah
tipe tukang protes yang gampang resah dengan pelbagai hal yang tidak ideal, dan
sayangnya saya sering melihat yang tidak ideal dan hanya penuh retorika palsu
di perusahan-perusahan . Sehingga berada di tengah masyarakat yang
terpinggirkan jauh lebih membahagiakan bagi saya ketimbang berada di atas kursi
empuk.
No comments:
Post a Comment