Friday, February 27, 2015

Berdo’a di Makam Bukan Berarti Menyembah Kubur

Bagi sebagian kalangan yang mengaku bermanhaj ahli hadis berdoa di makam Nabi, wali, ulama dan orang sholeh adalah bid’ah yang terlarang. Namun pengakuan ini justru bertolak belakang dengan realita pendapat dan amaliyah ahli hadis yang justru sering melakukan doa saat ziarah. Jika mereka secara lantang menuduh Nahdliyin sebagai ‘Quburiyun’ dan bahkan tuduhan ‘Ubbadul Qubur (penyembah kubur), maka mereka sebenarnya menyematkan tuduhan itu kepada para ahli hadis!! Ini beberapa kecil fakta yang diamalkan para ahli hadis:
قُلْتُ: وَالدُّعَاءُ مُسْتَجَابٌ عِنْدَ قُبُوْرِ اْلاَنْبِيَاءِ وَاْلاَوْلِيَاءِ وَفِي سَائِرِ الْبِقَاعِ، لَكِنْ سَبَبُ اْلاِجَابَةِ حُضُوْرُ الدَّاعِي وَخُشُوْعُهُ وَابْتِهَالُهُ، وَبِلاَ رَيْبٍ فِي اْلبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ وَفِي الْمَسْجِدِ وَفِي السَّحَرِ وَنَحْوِ ذَلِكَ يَتَحَصَّلُ ذَلِكَ لِلدَّاعِي كَثِيْرًا وَكُلُّ مُضْطَرٍّ فَدُعَاؤُهُ مُجَابٌ (سير أعلام النبلاء للذهبي - ج 17 / ص 77)
“Saya (adz-Dzahabi) berkata: Doa akan dikabulkan di dekat makam para Nabi dan wali, juga di beberapa tempat. Namun penyebab terkabulnya doa adalah konsentrasi orang yang berdoa dan kekhusyukannya. Dan tidak diragukan lagi di tempat-tempat yang diberkati, di masjid, saat sahur dan sebagainya. Doa akan lebih banyak didapat oleh pelakunya. Dan setiap orang yang sangat membutuhkan doanya akan terkabul” (al-Hafidz adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubala’ 17/77)
-          Makam Ali bin Musa
وَقَبْرُهُ بِسَنَا بَاذْ خَارِجَ النَّوْقَانِ مَشْهُوْرٌ يُزَارُ بِجَنْبِ قَبْرِ الرَّشِيْدِ قَدْ زُرْتُهُ مِرَارًا كَثِيْرَةً وَمَا حَلَّتْ بِي شِدَّةٌ فِي وَقْتِ مَقَامِي بِطُوْسٍ فَزُرْتُ قَبْرَ عَلِّى بْنِ مُوْسَى الرِّضَا صَلَوَاتُ اللهِ عَلَى جَدِّهِ وَعَلَيْهِ وَدَعَوْتُ اللهَ إِزَالَتَهَا عَنِّى إِلاَّ اسْتُجِيْبَ لِي وَزَالَتْ عَنِّى تِلْكَ الشِّدَّةَ وَهَذَا شَئٌ جَرَّبْتُهُ مِرَارًا فَوَجَدْتُهُ كَذَلِكَ (ثقات ابن حبان - ج / ص 457)
“Makam Ali bin Musa di Sanabadz sebelah luar Nauqan sudah masyhur dan diziarahi di dekat makam ar-Rasyid. Saya sudah sering ziarah berkali-kali. Saya tidak mengalami kesulitan ketika saya berada di Thus kemudian saya berziarah ke makam Ali bin Musa, semoga Salawat dari Allah dihaturkan kepada kakeknya (Nabi Muhammad) dan saya berdoa kepada Allah untuk menghilangkan kesulitan tersebut, kecuali dikabulkan untuk saya dan kesulitan itu pun lenyap dari saya. Ini saya alami berkali-kali, dan saya temukan seperti itu.” (Ahli Hadis Ibnu Hibban dalam ats-Tsiqat 8/457)
-          Makam Bakkar bin Qutaibah
وَدُفِنَ بَكَّارُ بْنُ قُتَيْبَةَ بِطَرِيْقِ الْقَرَافَةِ، وَالدُّعَاءُ عِنْدَ قَبْرِهِ مُسْتَجَابٌ (رفع الإصر عن قضاة مصر لابن حجر – ج / ص 43  سير أعلام النبلاء للذهبي - ج 12 / ص 603)
“Bakkar bin Qutaibah dimakamkan di jalan Qarafah. Berdoa didekat makamnya adalah mustajab” (al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Raf’ al-Ishri ‘an Qudlat Mishr 1/43 dan al-Hafidz adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubala’ 12/603)
-          Makam Zubair bin Awwam
كُشِفَ أَهْلُ الْبَصْرَةِ عَنْ قَبْرٍ عَتِيْقٍ فَإِذَا هُمْ بِمَيِّتٍ طُرِيَ عَلَيْهِ ثِيَابُهُ وَسَيْفُهُ فَطَنُّوْهُ الزُّبَيْرَ بْنَ الْعَوَّامِ فَأَخْرَجُوْهُ وَكَفَّنُوْهُ وَدَفَنُوْهُ وَاتَّخَذُوْا عِنْدَ قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَوُقِفَ عَلَيْهِ أَوْقَافٌ كَثِيْرَةٌ وَجُعِلَ عِنْدَهُ خُدَّامٌ وَقَوَّامٌ وَفُرُشٌ وَتَنْوِيْرٌ (البداية والنهاية - ج 11 / ص 319)
“Telah terbuka sebuah kuburan tua bagi penduduk Bashrah, ternyata mereka menemukan janazah yang baru dengan kain dan pedangnya. Mereka mnyengkanya Zubair bin Awwam. Maka mereka mengeluarkannya, mengkafaninya dan memakamkannya, dan menjadikan masjid di dekatnya. Mereka juga mewakafkan banyak benda wakaf dan mereka menjadikan pelayan, penjaga, alas dan lampu di dekatnya” (al-Hafidz Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah 11/319)
-          Makam Ahmad bin Muhammad an-Nahawandi
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ مُزْدِئَن أَبُوْ عَلِيّ اْلقَوْمَسَانِي النَّهَاوَنْدِي الزَّاهِدُ. قَالَ شَيْرَوَيْهِ فِي الطَّبَقَاتِ كَانَ صَدُوْقاً ثِقَةً شَيْخَ الصُّوْفِيَّةِ وَكَانَ لَهُ آيَاتٌ وَكَرَامَاتٌ ظَاهِرَةٌ، وَقَبْرُهُ بِأَنْبَطَ يُزَارُ وَيُقْصَدُ مِنَ اْلبُلْدَانِ (تاريخ الإسلام للذهبي - ج / ص 334)
“Ahmad bin Muhammad an-Nahawandi, yang zahid. Syairawaih berkata dalm ath-Thabaqat: Ia sangat jujur dan terpercaya, gurunya kaum shufi. Ia memiliki tanda-tanda dan karamah yang nyata. Makamnya di Anbat diziarahi dan dikunjungi dari berbagai negeri” (al-Hafidz adz-Dzahabi dalam Tarikh al-Islam 6/334)

Indonesia Tidak Berhukum Islam : Kafirkah?

Assalamu 'alaikum wr. wb.
Di dalam surat Al-Maidah ayat 44 disebutkan bahwa : Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, maka mereka itu orang-orang kafir.
Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Indonesia ini tidak menjalankan hukum Islam secara formal. Lalu bagaimana dengan ayat di atas, apakah kita semua bangsa Indonesia ini kafir?
Bagaimana pandangan ustadz dalam hal ini? Mohon penjelasannya dan terima kasih.
Wassalam
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertanyaan seperti ini memang banyak sekali disampaikan, sebab secara lahiriyah memang teks Al-Quran menyebutkan bahwa mereka yang tdak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan adalah orang kafir.
Biasanya yang menggunakan logika seperti ini adalah kalangan jamaah takfiriyah, yang punya doktrin mudah mengkafir-kafirkan orang lain yang berada di luar jamaahnya. Namun pemahaman yang sesungguhnya tentu tidak seperti itu. Para ulama di masa lalu sudah secara tegas menetapkan bahwa tidak boleh menuduh kafir orang lain begitu saja.
Mari kita uraikan satu persatu logika yang sering dipakai oleh jamaah takfiriyah itu.
1. Pendapat Kalangan Takfiriyah Yang Suka Mengkafirkan
Jamaah takfiriyah biasanya memasang doktrin dasar bahwa tidak terlaksananya hukum Islam di suatu negeri memastikan kekafiran total. Yang kafir itu semua orang, baik yang ada di level pemerintahan atau pun di kalangan rakyat. Sebab penerapan hukum Islam dalam pandangan kalangan ini termasuk ke dalam wilayah aqidah yang sifatnya fundamental.
Ayat-ayat yang mewajibkan pelaksanaan hukum Islam itu dijadikan dasar untuk mengkafirkan orang-orang yang berada di luar garis jamaah mereka. Dalil-dalil tentang kafirnya suatu masyarakat yang tidak menerapkan hukum Islam antara lain adalah ayat-ayat Al-Quran yang pengertiannya diselengkan sedemikian rupa.
a. Ayat Al-Quran
Setidaknya dua kali Al-Quran menyebutkan status orang-orang yang tidak menerapkan hukum Islam. Pertama, Al-Quran menyebut mereka sebagai orang kafir. Kedua, Al-Quran menyebut mereka sebagai orang yang tidak beriman. Kafir dan tidak beriman, kurang lebih sama kedudukannya.
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Dan siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah : 44)
Di dalam ayat ini secara tegas tanpa perlu ditafsirkan lagi, disebutkan bahwa orang-orang yang tidak berhukum dengan hukum yang telah Allah SWT turunkan, yaitu hukum Islam, statusnya adalah orang kafir.
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An-Nisa’ : 65)
Sedangkan di ayat ini disebutkan bahwa orang-orang yang tidak berhukum kepada Muhammad SAW sebagai tindakan tidak beriman. Dan yang dimaksud dengan berhukum kepada Muhammad SAW adalah menerapkan hukum Islam.
b. Berhukum Islam Bagian Dari Aqidah
Selain menggunakan ayat A-Quran di atas, pendapat mereka juga didasari doktrin bahwa berhukum dengan hukum Islam merupakan bagian aqidah yang tidak terpisahkan. Istilah populernya adalah mulkiyatullah atau hakimiyatullah.
Ada tiga istilah tauhid yang sering mereka gunakan, yaitu tauhi rububiyah, tauhid mulkiyah dan tauhid uluhiyah. Ketiganya jenis tauhid ini sering disandarkan pada tiga ayat pertama dari surat An-Nas.
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ - مَلِكِ النَّاسِ - إِلَهِ النَّاسِ
Katakanlah, Aku berlindung kepada rabb manusia, malik manusia dan ilah manusia. (QS. An-Naas : 1-3)
Allah SWT diteorikan memilik tiga sifat dasar, yaitu sebagai rabb (ربّ), malik (ملك) dan ilah (إله). Sebagai rabb, Allah SWT adalah tuhan yang menciptakan alam semesta dan juga manusia, memeliharanya dan memberi rizqi. Sebagai malik, Allah SWT wajib kita jadikan sebagai raja dengan cara kita menerapkan hukum Islam. Dan sebagai ilah, kita diwajibkan menghambakan diri kepada-Nya dalam ritual ibadah.
Bila ada suatu negara tidak menerapkan hukum Islam, dalam pandangan mereka, negara itu adalah negara kafir. Dan bila seorang muslim menjadi pemimpin di suatu negara, namun dia tidak menerapkan hukum Islam, maka pemimpin itu adalah orang kafir, meski dia shalat, puasa, zakat, dan berhaji tiap tahun.
Karena itu dalam paham doktrin mereka, negara dan pemerintahan macam ini wajib diperangi, pemimpinnya harus disebut sebagai thaghut. Dan intinya, pergerakan mereka akan terus memerangi negara macam ini, baik dengan jalan perang pisik ataupun lewat perebutan kekuasaan ala demokrasi dan pemilu.
Kekuasaan dari penguasa yang beragama Islam harus direbut, dengan alasan bahwa sistemnya sistem kafir. Dan oleh karena itu harus digulingkan.
2. Pendapat Yang Tidak Mengkafirkan
Namun kalau kita kembali kepada pandangan para ulama salaf yang muktamad, umumnya pandangan mereka agak berbeda. Memang hukum Islam itu wajib dijalankan, tetapi mereka tidak sampai mengkafirkan penguasa atau rakyatnya.
Mereka mengatakan bahwa ketika suatu negeri tidak melaksanakan hukum Islam secara hukum formal, negara itu tidak otomatis menjadi negara kafir. Demikian juga dengan warga negara serta pejabat negara, tentu tidak berstatus kafir.
Dalam pandangan para ulama umumnya bahwa hukum Islam itu memang wajib dijalankan, baik oleh pemerintah ataupun rakyatnya. Namun bila tidak dijalankan karena satu dan lain hal, atau tidak sampai semuanya dijalankan, tidak membuat mereka jadi kafir.
Lalu apa argumentasi dan dalil yang digunakan para ulama ini?
a. Kufrun Duna Kufrin
Memang benar bahwa Allah SWT menyebutkan bahwa siapa yang tidak pakai hukum yang Allah turunkan, dia menjadi kafir.
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Dan siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah : 44)
Namun kekafiran yang dimaksud di dalam ayat itu bukan seperti kafirnya kita kepada rukun iman yang enam itu.
Para ulama dalam hal ini merujuk fatwa shahabat Nabi SAW yang paling paham fiqih, yaitu Ibnu Abbas radhiyallahuanhu. Menurut Ibnu Abbas, pengertian kafir pada ayat itu bukan kafir yang sesungguhnya. Beliau mengistilahkan dengan kufrun duna kufrin (كفر دون كفر). Ibnu Abbas berkata :
إنه ليس بالكفر الذي يذهبون إليه إنه ليس كفرا ينقل عن الملة
Sesungguhnya itu bukan kafir yang mengeluarkan seseorang dari agama
Jadi meski lafadznya menyebutkan kafir, tetapi maksudnya bukan kafir dalam arti keluar dari agama Islam.
Mengapa demikian?
Karena kalau dipahami sebagai kafir yang sesungguhnya, akan sangat bertentangan dengan sekian banyak ayat Al-Quran yang lain, termasuk juga bertentangan dengan sunnah nabawiyah, bahkan dengan ijma' para ulama sedunia. Dalam hal ini yang salah bukan ayatnya, tetapi yang salah adalah cara memahaminya.
Kalangan jamaah takfiriyah seringkali menuduh bahwa atsar dari Ibnu Abbas ini tidak shahih. Padahal riwayatnya sangat kuat. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak menshahihkannya. Demikian juga dengan Al-Imam Adz-Dzahabi, Ibnu Katsir dan Al-Albani pun sepakat dalam hal ini.
Selain Ibnu Abbas juga ada Ibnu Thawus yang berpandangan sama, yaitu bukan kafir.
وليس كمن كفر بالله وملائكته ورسله
Bukan kafir sebagaimana kafirnya orang kepada Allah, malaikat dan para rasul-Nya.
Maka menafsirkan ayat ini secara harfiyah tentu tidak benar dan keliru. Apalagi kita kenal bahwa Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bukan shahabat sembarangan. Beliau itu sejak kecil sudah berguru kepada Rasulullah SAW. Bahkan ada doa khusus dari Rasulullah SAW kepadanya. Allahumma faqqihhu fiddin wa 'allimhu at-ta'wil. Ya Allah, jadikan dia orang yang faqih dalam urusan agama dan ajarkan takwil (Al-Quran).
b. Menjadi Kafir Harus Lewat Pintu Yang Sama
Hujjah yang kedua dari kalangan para ulama yang tidak mengkafirkan adalah bahwa untuk menjatuhkan vinis kafir itu tidak boleh sembarangan. Sebab setiap orang pada dasarnya dilahirkan dari rahim ibunya dalam keadaan muslim, dan tidak menjadi kafir kecuali setelah orang tuanya menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi. Hal itu merupakan ketetapan nabi SAW :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلىَ الفِطْرَةِ إِلاَّ مِنْ أَبَوَيْهِ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan muslim, kemudian nanti kedua orang tuanya yang akan menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi.
Sedangkan mereka yang beragama Islam, tidak bisa tiba-tiba dijatuhi status kafir begitu saja, padahal dia tidak apa-apa. Masak orang yang lahir ke dunia tiba-tiba jadi kafir, hanya karena salah tempat kelahiran? Sungguh logika yang sangat aneh.
Mana mungkin hanya sekedar tinggal di sebuah negeri yang tidak menerapkan hukum Islam, tiba-tiba orang jadi kafir begitu saja? Padahal negeri itu adalah negeri kelahiran dan tanah tumpah darah, jadi harus pindah ke luar negeri? Pindah kemana?
Yang benar adalah bahwa status kekafiran didapat manakala seseorang secara tegas dan sepenuh kesadaran menyatakan diri murtad dan keluar dari Islam. Sebagaimana orang kafir kalau mau masuk Islam wajib bersyahadat dan menyatakan keislamannya dengan sepenuh kesadaran, maka orang Islam untuk bisa jadi kafir pun harus melewati pintu yang sama, yaitu secara sengaja dan sepenuh kesadaran menyatakan diri keluar dari agama Islam.
Dan menjadi sangat-sangat tidak logis cuma gara-gara perkara sepele seseorang tiba-tiba kehilangan status keislaman.
c. Bahaya Mudah Mengkafirkan
Hujjah lainnya bagi para ulama yang tidak mudah mengkafir-kafirkan adalah bahwa menuduh atau mengkafirkan seorang muslim akan berdampak konsekuensi hukum yang berat. Yang terkena akibatnya bukan sebatas orang yang dituduh kafir, tetapi juga semua keluarganya akan ikut menanggung akibatnya.
Bagi isterinya, dilarang berdiam bersama suaminya yang kafir, dan mereka harus dipisahkan. Karena seorang wanita Muslimat tidak sah menjadi isteri orang kafir.
Bagi anak-anaknya, dilarang berdiam di bawah kekuasaannya, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi mereka. Anak-anak tersebut adalah amanat dan tanggungjawab orangtua. Jika orangtuanya kafir, maka menjadi tanggungjawab ummat Islam.
Dia kehilangan haknya dari kewajiban-kewajiban masyarakat atau orang lain yang harus diterimanya, misalnya ditolong, dilindungi, diberi salam, bahkan dia harus dijauhi sebagai pelajaran.
Dia harus dihadapkan kemuka hakim, agar djatuhkan hukuman baginya, karena telah murtad.
Jika dia meninggal, tidak perlu diurusi, dimandikan, disalati, dikubur di pemakaman Islam, diwarisi dan tidak pula dapat mewarisi.
Jika dia meninggal dalam keadaan kufur, maka dia mendapat laknat dan akan jauh dari rahmat Allah. Dengan demikian dia akan kekal dalam neraka.
Maka logika mudah mengkafirkan orang lain ini sangat sesat dan keliru besar.
d. Tidak Semua Shahabat Hidup Dalam Hukum Islam
Hujjah lainnya adalah realita kehiduan para shahabat Nabi SAW sendiri yang tidak selalu tinggal di negeri Islam.
Kalau sekedar tinggal di sebuh negeri yang tidak menerapkan hukum Islam dianggap kafir, maka ada banyak shahabat nabi yang jadi kafir juga. Karena banyak sekali para shahabat yang tinggal di luar Madinah, seperti Makkah, Thaif dan negeri lain yang saat itu belum ditaklukkan oleh umat Islam.
Kita menemukan banyak makam para shahabat Nabi di negeri yang tidak menjalankan hukum Islam. Lantas apakah kita akan memvonis mereka sebagai shahabat yang kafir? Tentu saja tidak. Dan memang salah besar kalau dikatakan bahwa syarat keIslaman itu harus masuk dan tinggal di dalam negara Islam.
e. Negara Islam Dalam Angan-angan
Hujjah yang lainnya adalah tidak adanya negara Islam hari ini, yang 100% menjalankan syariat Islam sebagaimana di zaman Nabi. Bahkan sekelas Saudi Arabia pun juga tidak sudah tidak lagi secara terang-terangan menjalankan hukum hudud seperti beberapa dekade yang lalu.
Jamaah haji di masa lalu masih bisa melihat langsung hukum rajam dan lainny dilaksanakan di depan masjid Al-Haram Mekkah. Tetapi sekarang ini kita sudah tidak lagi melihatnya. Entah kalau dijalankan secara diam-diam, tetapi setidaknya sudah tidak seperti dulu.
Lalu apakah 1,6 milyar umat Islam di dunia ini otomatis kafir semua? Tentu tidak.
Lucunya, jamaah takfiriyah menyebutkan bahwa agar tidak jadi kafir, maka wajiblah umat Islam ini masuk dan berhijrah ke dalam 'negara Islam' versi mereka sendiri.
Ternyata yang disebut sebagai negara Islam cuma 'negara' yang sifatnya ilusi dan hanya ada dalam imaginasi. Mereka mengklaim punya negara, tetapi sifatya rahasia. Bahkan imam dan pemerintahnya pun rahasia juga.
Sungguh aneh, kenapa ada negara tetapi rahasia? Padahal yang namanya negara harus ada wujud pisiknya. Harus ada wilayah, rakyat dan pemerintah. Ternyata ketiganya tidak ada. Tidak ada wilayah, tidak ada rakyat dan tidak ada pemerintah. Yang ada cuma sebatas klaim segelintir orang yang bermimpin seolah-olah mereka punya negara di alam imaginasi.
Kita yang muslim ini dan terlanjur dituduh kafir ini kalau mau jadi muslim harus berbaiat dulu kepada imam mereka. Menurut mereka, dengan berbaiat maka kita ini sudah jadi 'warga negara' dari negara 'imaginatif' buatan mereka, dan kita dianggap sudah jadi orang Islam dan selamat dari kekafiran versi mereka.
Memang sungguh lucu logika yang mereka bangun. Tentu saja tidak ada yang percaya dengan logika ngawur seperti ini. Bagaimana mungkin dengan berbaiat kepada kelompok mereka, kita lantas jadi muslim? Betapa sesatnya logika mereka ini.
Tetapi karena umumnya umat Islam ini awam dan mengalami krisis keilmuan yang parah, ada saja mereka yang percaya logika-logika sesat ini. Maklum saja, ternyata mereka cuma anak-anak muda yang tidak bisa bahasa Arab, tidak pernah belajar syariah, bahkan tidak lahir dari budaya tsaqafah islamiyah yang benar. Lalu kepala mereka dijejali dengan ayat-ayat Al-Quran yang makanya diplintir dan diselewengkan, maka jadilah mereka korban-korban yang ditipu mentah-mentah.
Parahnya, mereka rajin sekali mencari pengikut dari kalangan awam yang tidak mengerti apa-apa. Para pengikut yang tidak mengerti apa-apa itu dijejali dengan berbagai doktrin sesat untuk kemudian dibaiat. Kemudian diwajbkan bayar pajak kepada si penyebar ajaran sesat itu, kalau perlu berdusta, mencuri, merampok dan segala jalan yang haram.
Alasan bolehnya merampok itu pun lebih sesat lagi, yaitu karena semua orang Islam ini dalam pandangna mereka berstatus kafir. Dan karena kafir, maka boleh dirampok duitnya. Termasuk orang tua kita pun dibilang kafir. Dan karena kafir maka boleh dibohongi dan 'ditilep' duitnya.
Uang yang disetorkan itu bukan masuk ke negara, tapi masuk ke kantong pribadi. Jangan sekali-kali ada pengikut yang berani-berani menanyakan, apalagi mengaudit, bisa-bisa dibilang kafir dan murtad. Bahkan diancam tidak akan selamat darahnya.
Orang awam yang mengalami kejadian seperti ini sungguh sangat banyak. Biasanya, mereka yang sangat awam dari agama, tetapi karena tiap hari didoktrin habis dengan cara berpikir sesat macam itu, maka terpaksa harus ikut. Cuma nampak sekali kelihatan bingung, sebab ada yang aneh dalam doktrin itu yang tidak seperti biasanya dikenal.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
~Ahmad Sarwat, Lc., MA (RumahFiqh)

Bolehkah mengangkat seorang pemimpin dari Yahudi dan Nasrani ?

ISLAMTOLERAN.COM- Berkaitan dengan kampanye hitam pilpres yang menyatakan bahwa capres Jokowi non islam, beberapa kompasianer menuliskan surat Al Maidah ayat 51 yang berbunyi :
'‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim" ( Qs: almaidah: 51)
ayat tersebut dijadikan sebagai pedoman bahwa orang Yahudi dan Nasrani tidak dapat dijadikan pemimpin publik.
Apakah "‘janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain’ berarti ‘’Ambillah orang muslim menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain’?
Apakah seorang beragama islam yang melakukan ketidakadilan, kezaliman, atau korupsi layak menjadi pemimpin baik sebagai menteri atau ketua parpol bernuansa agama islam? Tentu juga bukan demikian tafsirannya.
Jika ada ayat yang berbunyi ‘bacalah’, bukan berarti cukup hanya membaca tetapi juga harus dapat menafsirkan apa yang dimaksud dalam bacaannya dan mengamalkan.
‘Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain’ penekanan tafsirannya bukan kepada orang Yahudi, Nasrani, atau Muslim tetapi kepada ‘sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain’ atau yang berbuat tidak adil atau zalim.
Penekanan tafsirannya adalah ambilah pemimpin yang adil, jangan mengambil pemimpin yang bertindak tidak adil atau zalim.
Bahkan ulama islam Imam Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitab Al-Hisbah;

الله ينصر الدولة العادلة وإن كانت كافرة ، ولا ينصر الدولة الظالمة وإن كانت مؤمنة

Maksudnya;
"Allah SWT membantu negara yang adil, walau  negara itu kafir. Dan tidak membantu negara yang zalim, walau negara itu negara orang mukmin" [Al-hisbah : 4]

Semoga pasangan capres cawapres terpilih yang dapat membentuk kabinet yang dapat memimpin dan menjalankan pemerintahan secara adil dan tidak zalim serta membawa kebaikan bersama.

Bid’ah Itu Apa Sih?

 Banyak orang yang ‘galak’ dan sedikit-sedikit mengecam bid’ah. Dan kata mereka, bid’ah itu syirik, bahkan pelakunya mereka kafir-kafirkan. Bid’ah itu, konon ‘segala sesuatu perbuatan yang tidak dicontohkan Nabi, sehingga tidak boleh dilakukan oleh umat sepeninggalnya’.
Benarkah demikian? Secara logika saja, terasa aneh. Betapa banyak perbuatan yang dulu tidak dilakukan Nabi Muhammad SAW, tetapi kita lakukan sekarang. Misalnya, baca Quran dengan iPad atau tablet; atau sholat di atas pesawat terbang (musafir). Ya kan?
Para penuntut ilmu yang pernah mengkaji ilmu Ushul Fiqih tentunya mengetahui bahwa perkara-perkara yang tidak dicontohkan Nabi Muhammad SAW itu TIDAK OTOMATIS menjadi haram.
Adapun dalilnya antara lain adalah:
1.Dalam Ushul Fiqih, dalil yang menunjukkan larangan ditunjukkan dengan tiga hal:
a.Shighot Nahi, (bentuk kalimat larangan) seperti :
-Dan janganlah kalian mendekati zina
-Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.
Larangan dengan sighot Nahi tsb berindikasi Haram namun terkadang bisa berindikasi Makruh.
b.Lafadz Tahrim, (lafazh yang menunjukkan keharaman ) seperti :
Diharamkan atas kalian bangkai
c.Dzammul Fi’li (adanya celaan atas perkara tersebut, atau adanya ancaman siksa bagi pelakunya), contoh :
Barang siapa memalsukan maka ia bukan termauk golonganku .
2.Firman Allah SWT dalam al-Quran :
“Apa yang diberikan Rasul bagimu terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS Al Hasyr:7)
Dari ayat di atas, perkara yang harus kita jauhi adalah perkara yang dilarang Rasulullah, dan bukan perkara yang ditinggalkan Rasulullah, karena Allah tidak menyatakan [dan apa yang ditinggalkan Rosul maka tinggalkanlah]. Artinya, kalau sudah jelas dilarang, maka itu yang tidak boleh kita lakukan. Bila tidak ada larangan apapun, meski Rasulullah tidak pernah melakukannya, kita boleh saja melakukan. Misal, Rasulullah tidak melarang naik pesawat terbang, tapi beliau tidak pernah naik pesawat terbang. Artinya, kita boleh dong, naik pesawat.
3.Rasulullah SAW bersabda :
“Apa-apa yang aku cegah atas kalian maka jauhilah (tinggalkanlah), dan apa-apa yang aku perintahkan pada kalian kerjakanlah semampu kalian “ (HR. Bukhori Muslim)
Sebagaimana ayat di atas (pada point 2) dalam hadits di atas Rasulullah SAW tidak mengatakan [dan apa-apa yang aku tinggalkan maka jauhilah].
4.Rasulullah SAW bersabda :
“Dan apa yang telah dihalalkan Allah Swt maka dia adalah halal, dan apa yang telah diharamkan Allah maka dia adalah haram, sedang apa yang Allah diam darinya (tidak membicarakannya) maka dia adalah boleh” (HR, Abu Dawud, Al Baihaqi)
5.Para Ulama’ Ushul mendefisikan sunnah adalah: perkataan, perbuatan, dan atau ketetapan Rasululloh SAW. Dan mereka tidak mengatakan at-Tark (apa yang ditinggalkan Nabi) termasuk sunnah.
Jika sudah mengetahui ilmunya, tetapi kemudian masih bersikap keras kepala mengharamkan setiap perkara yang tidak dilakukan / tidak dicontohkan Nabi Muhammad SAW, maka mereka adalah termasuk para penjahat yang melakukan kejahatan terbesar, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
“Sebesar-besar kejahatan muslimin (pada muslim lainnya) adalah yang mempermasalahkan suatu hal yang tidak diharamkan, namun menjadi haram sebab ia mempermasalahkannya” (Shahih Bukhari)

HUKUM MENGUCAPKAN SALAM KEPADA NON MUSLIM BOLEH SAJA

LARANGAN MENGUCAPKAN SALAM KEPADA NON MUSLIM 

LANTARAN DALAM KEADAAN PERANG BUKAN DALAM SUASANA DAMAI

PROF.DR.M.QURAISH SHIHAB.MA
NOTE:
saudara, memang ada hadits hadits nabi yang menyatakan " jangan memulai orang yahudi dan nasrani ucapan salam"
tetapi itu harus kita fahami dalam konteksnya.saya akan beri contoh saudara:
kalau saudara berkata kepada anaknya" NAK JANGAN MEMAKAI PERHIASAN"
apa itu berarti sepanjang hidupnya tidak boleh memakai perhiasan?
saya harus lihat kenapa saudara mengucapkan itu kepada anaknya?
rupanya waktu itu dia ( anak saudara) mau keluar malam malam ada pesta pasar malam ,agar jangan dicopet orang akhirnya saudara melarang anaknya memakai perhiasan 
begitu juga dengan sabda nabi ini.dulu terjadi permusuhan,peperangan,kita dilarang untuk menjadi munafiq.
assalamualaikum itu artinya keselamatan untuk kamu,bagaimana ada keselamatan buat dia sedangkan kita dalam keadaan perang?
kalau tidak dalam keadaan perang,kalau kita itu tidak bermusuhan bisa saja mengucapkan assalamualaikum kepada non muslim
alquran menyatakan: 
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
artinya: Dan jika mereka condong kepada perdamaian ( salam) , maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ( QS.al-anfal 61)
jadi saudara saudara kita yang tidak beragama islam,kalau mereka itu ingin rukun dan damai dengan kita apa salahnya mengucapkan assalamualaikum kepada mereka?
KESIMPULAN: MENGUCAPKAN SALAM KEPADA NON MUSLIM HUKUMNYA BOLEH SELAMA DALAM SUASANA DAMAI

KRITIKAN AL-QUR’AN TERHADAP LASKAR FPI

ISLAMTOLERAN.COM - Perlu dijelaskan bahwa al Qur’an tidak pernah menyalahkan agama lain.
Al -Qur’an justru menuntut umat Islam supaya beriman kepada pembawa agama tersebut ( agama samawi sebelum islam) berikut ajaran-ajaran yang dibawanya.
Dalam QS:2; 136 misalnya disebutkan agar kita beriman kepada apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad dan Nabi-nabi sebelumnya tanpa terkecuali. karena tak ada ferbedaan di antara mereka. semuanya sama dengan afa yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
ayat tersebut berbunyi:
" قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
artinya: Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma´il, Ishaq, Ya´qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". ( qs:2:136)
Lalu apa yang dikritik oleh al Qur’an dari Yahudi dan Nashrani?
Bukan agamanya. Tapi al Qur’an mengevaluasi sikap dan cara keberagamaan penganut kedua agama tersebut.
Disini akan kita ambil dua contoh dalam penuturan al Qur’an seputar keduanya.
Al Qur’an menjelaskan betapa gencarnya kaum Yahudi dan Nashrani untuk memasukkan orang lain kepada agamanya,
misalnya seperti dijelaskan alquran:
وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka ( qs:2:120)
Al Qur’an tidak menyukai sikap pemaksaan seperti ini. La ikraha fil din ( tidak ada paksaan dalam hal memeluk agama) , katanya Jangankan agama, cinta saja tidak bisa dipaksa. Begitulah kira-kira.
Tidak hanya itu. Al Qur’an juga membenci ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) itu karena melampaui batas dalam beragama
Tepatnya, ekstrim dalam beragam. La taghlu fi dinikum ( jangan berlebih lebihan dalam hal agamamu) begitu penjelasan dalam alquran
Al Qur’an memang tidak suka dengan hal yang berlebihan termasuk berlebihan dalam beragama.
Makanya umat Islam diminta untuk menjadi umat yang wasath (moderat). Tidak perlu menjadi ekstrim kiri apalagi kanan.sebagaimana firman allah swt :
كَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu (QS. al-Baqarah: 143)
Namun demikian, al Qur’an tidak mengenalisir semua sikap ahlil kitab itu sebagai orang yang seperti digambarkan di atas.
sebagaimana dijelaskan dalam firman allah swt :
لَيْسُوا سَوَاءً ۗ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُونَ آيَاتِ اللَّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ
artinya: “Mereka-mereka itu tidak sama”, katanya. “Diantara mereka ada yang jujur, membaca ayat-ayat Allah fada malam hari, dan mereka selalu bersujud.” (QS: 3;113)
al Qur’an menceritakan. Tidak hanya itu, “mereka itu juga beriman kefada Allah, hari akhir, beramar makruf nahi munkar dan berlomba-lomba dalam kebaikan.”
Dari contoh penjelasan alquran di atas, baik yang memuji maupun yang membenci Yahudi dan Nashrani, tak satupun yang ditujukan kepada agamanya.
Kalau yang disebut al Qur’an Yahudi dan Nashrani itu sebagai agama maka akan terlihat plin plan.
Karena al Qur’an menuntut umat islam beriman kepada apa yang disampaikan nabi-nabi sebelumnya sebagai kebenaran namun pada sisi yang bersamaan justru menyalahkannya. Ini kontradiktif.
Makanya, yang dikritik al Qur’an itu adalah sikap dan watak Yahudi dan Nashrani. Dan, sikap seperti itu bisa saja dimiliki oleh siapapun. Tidak terkecuali umat Islam sendiri.
Gambaran tentang agama lain seperti di atas rupanya memang sengaja dituturkan oleh Allah dalam al Qur’an agar umat Islam tidak seperti mereka ( yahudi dan nasrani) .
Namun, Yahudi dan Nashrani pun sesuai dengan pergantian zaman telah banyak mengalami perubahan.
Sejarah memang beredar dari waktu ke waktu. Dan kini, pemaksaan agama justru berada di area umat islam sendiri. Yakni laskar FPI dkk.
Semua orang mengerti bahwa Pemahaman laskar FPI itu semua golongan di luar dirinya dianggap sesat dan kafir atau syiah
Jangankan umat agama lain, beragama Islam pun juga tidak luput dari tuduhan kafir dan sesat karena berbeda dengan laskar fpi.
mungkin kata kata yang pas buat laskar fpi saat sekarang ini adalah :
"Tidak akan pernah rela FPI dan laskar- laskar lainnya kepada antum semua kecuali antum mengikuti cara pandang dan tradisi bahlul mereka."
NAUDZUBILLAHI MIN DZALIK

Ulama Tafsir Quraish Shihab Bolehkan Muslim Ucapkan Salam Natal

ISLAMTOLERAN.COM- Tepat sepekan lagi, umat Kristen akan merayakan Hari Natal, 25 Desember 2014. Kendati masih sepekan, namun suasananya mulai terasa, seperti pemasangan pohon Natal, mengenakan topi Sinterklaas, dan ucapan selamat hari raya.
Topi Sinterklaas tak hanya dikenakan umat Kristen, namun juga muslim karena misalnya tuntutan di tempat kerja. Menteri Agama, Lukman Hakim meminta agar tak ada pemaksaan mengenakan atribut agama lain oleh bukan pemeluknya saat hari raya. Dicontohkan topi Sinterklaas yang harus dikenakan muslim atau peci yang harus dikenakan pemeluk Kristen saat jelang lebaran.
Aturan mengenakan atribut kini semakin jelas, walaupun hanya sekadar lisan dari seorang menteri.
Lain lagi dengan ucapan “selamat Hari Raya Natal”. Bagaimana hukumnya seorang muslim mengucapkan itu? Kini ada dua pendapat. Ada yang menyebut boleh dan ada pula yang menyebutnya haram.
Profesor Muahmmad Quraish Shihab, ahli tafsir dan mantan Menteri Agama menyampaikan penjelasannya soal itu. Penjelasan disampaikan dalam program Tafsir Al Misbah di Metro TV, Ramadan 1435 Hijriah episode Surah Maryam Ayat 30-38.
Berikut ini transkrip penjelasannya:
Saya menduga keras persoalan tentang boleh tidaknya muslim mengucapkan natal kepada umat kristiani hanya di indonesia saja .selama saya di mesir saya kenal sekali dan sering baca di koran Ulama Ulama Al-Azhar berkunjung kepada pimpinan umat kristiani dan mengucapkan "SELAMAT NATAL"
Saya tahu persis ada ulama besar di Suriah memberi fatwa bahwa itu boleh. Fatwanya itu berada dalam satu buku dan bukunya itu diberikan pengantar oleh ulama besar lainnya, Yusuf al-Qaradawi, yang di Syria namanya Mustafa Al Zarka’a. Ia mengatakan mengucapkan selamat Natal itu bagian dari basa-basi, hubungan baik.
Ini tidak mungkin menurut beliau, tidak mungkin teman-teman saya dari umat Kristiani datang mengucapkan selamat hari raya Idulfitri terus dilarang gitu.
Menurut beliau dalam bukunya yang ditulis bukan jawaban lisan ditulis, dia katakan, saya sekarang perlu menunjukkan kepada masyarakat dulu bahwa agama ini penuh toleransi. Kalau tidak, kita umat yang dituduh teroris. Itu pendapat.
Saya pernah menulis soal itu, walaupun banyak yang tidak setuju, saya katakan begini, saya ucapkan Natal itu artinya kelahiran. Nabi Isa mengucapkannya. Kalau kita baca ayat ini dan terjemahkan boleh atau tidak? Boleh. Ya toh? Boleh.
Jadi, kalau Anda mengucapkan selamat Natal, tapi keyakinan Anda bahwa Nabi Isa bukan Tuhan atau bukan anak Tuhan, maka tidak ada salahnya. Ucapkanlah selamat Natal dengan keyakinan seperti ini dan Anda kalau mengucapkannya sebagai muslim. Mengucapkan kepada umat kristiani yang paham, dia yakin bahwa anda tidak percaya.
Jadi yang dimaksud itu, seperti yang dimaksud tadi hanya basa-basi.
Saya tidak ingin berkata fatwa Majelis Ulama itu salah yang melarang, tetapi saya ingin tambahkan larangan itu terhadap orang awam yang tidak mengerti. Orang yang dikhawatirkan akidahnya rusak. Orang yang dikhawatirkan percaya bahwa Natal itu seperti sebagaimana kepercayaan umat kristen.
Untuk orang-orang yang paham, saya mengucapkan selamat Natal kepada teman-teman saya apakah pendeta. Dia yakin persis bahwa kepercayaan saya tidak seperti itu. Jadi, kita bisa mengucapkan.
Jadi ada yang berkata bahwa itu Anda bohong. Saya katakan agama membolehkan Anda mengucapkan suatu kata seperti apa yang anda yakini, tetapi memilih kata yang dipahami lain oleh mitra bicara Anda.
Saya beri contoh, Nabi Ibrahim dalam perjalanannya menuju suatu daerah menemukan atau mengetahui bahwa penguasa daerah itu mengambil perempuan yang cantik dengan syarat istri orang. Nah, dia punya penyakit jiwa. Dia ndak mau yang bukan istri orang.
Nabi Ibrahim ditahan sama istrinya Sarah. Ditanya, ini siapa? Nabi Ibrahim menjawab, ini saudaraku. Lepas.
Nabi Ibrahim tidak bohong. Maksudnya saudaraku seagama. Itu jalan. Jadi kita bisa saja. Kalau yang kita ucapkan kepadanya selamat Natal itu memahami Natal sesuai kepercatannya, saya mengucapkannya sesuai kepercayaan saya sehingga tidak bisa bertemu, tidak perlu bertengkar.
Jadi syaratnya boleh mengucapkannya asal akidah anda tidak ternodai. Itu dalam rangka basa-basi saja, seperti apa yang dikatakan ulama besar suriah itu.
Begitu juga dengan selamat ulangtahun, begitu juga dengan selamat tahun baru. Memang kalau kita merayakan tahun baru dengan foya-foya, itu yang terlarang foya-foyanya, bukan ucapan selamatnya kita kirim. Bahkan, ulama Mustafa Al Zarka’a berkata, ada orang yang menjual ucapan, kartu-kartu ucapan ini, itu boleh saja, tidak usah dilarang. Penggunanya keliru kalau dia melanggar tuntunan agama.
Ada orang sangat ketat dan khawatir. Itu kekhawtiran wajar kalau orang di kampung, tidak mengerti agama. Lantas ada yang mengakan kelahiran Isa itu sebagai anak Tuhan dan sebagainya, itu yang tidak boleh. Kalau akidah kita tetap lurus, itu tidak ada masalah.

Bolehkan Solat di Gereja

SLAMTOLERAN.COMDi bulan Maret 2013 kemarin, Pendeta dari Gereja Episkopal Santo Yohanes, Isaac Poobalan. Salah satu tokoh agama Kota Aberdeen, Skotlandia, mengizinkan umat muslim untuk melaksanakan ibadah sholat, di gereja Gereja Episkopal Santo Yohanes dimana ia melayani sebagai pendeta.
Sejak itu gereja Episkopal menjadi tempat bagi ratusan umat Islam melakukan shalat lima waktu setiap harinya.
Pendeta Isaac Poobalan, beralasan bahwa berdoa tidak pernah salah. Pekerjaan saya justru membuat agar orang berdoa.
Masjid yang biasa dipakai umat Islam di sini terkadang penuh, dan jika sudah penuh mereka sampai salat di luar dengan keadaan berangin dan hujan, dan saya tidak dapat membiarkan hal ini terjadi sebab itu sama saja saya telah mengabaikan Alkitab yang mengajarkan bagaimana seharusnya kita memperlakukan sesama kita dengan baik.
Lantas bagaimana menurut syariat Islam mengaturnya, karena shalat itu sendiri akan syah selama memenuhi syarat dan rukunnya.
Terdapat satu kaidah yang masyhur terkait masalah shalat jamaah. kaidah itu menyatakan “orang yang shalatnya sah, maka shalat dengan bermakmum di belakangnya juga sah” Oleh karena itu, selama sang imam shalat adalah orang yang aqidahnya lurus, tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan syahadatnya batal, alias masih muslim, syarat, rukun, dan wajib shalat dikerjakan maka shalatnya sah.
Dalam riwayah lain di masa Khalifah Umar bin Khatab, memasuki Yerusalem pada tahun 636, dia disambut oleh Sophronius I (634-638), Patriarkh dan Uskup Agung Gereja Orthodox Yerusalem dan diantarkan ke tempat ibadah Kristen yang paling suci, Gereja Makam Suci (Holy Sepulchere Church).
Ketika ia hendak memasuki tempat suci itu terdengar adzan sholat Dzuhur. Uskup Sophronius adalah seorang tuan rumah yang penuh hormat, maka ia bertanya kepada Khalifah: “Tidakkah tuan akan menjalankan sholat? Akan saya ambilkan sehelai sajadah untuk Anda dan Anda akan dapat menjalankan sholat di sini”.
Sang Khalifah berpikir sejenak dan berkata: “Terima kasih, ‘Umar memilih shalat di depan pintu gereja.
“Jika saya shalat di tempat suci anda,” demikian kata ‘Umar kepada sang Uskup setelah selesai shalat, “para pengikut saya yang tidak mengerti dan orang-orang yang datang ke sini di masa yang akan datang akan mengambil alih bangunan ini kemudian mengubahnya menjadi masjid, hanya karena saya pernah shalat di dalamnya. Mereka akan menghancurkan tempat ibadah kalian. Untuk menghindari kesulitan ini dan supaya gereja kalian tetap sebagaimana adanya, maka saya shalat di luar.”
Dari riwayah kejadian tersebut, tidak menghalangi seseorang untuk melaksanakan sholat di manapun ketika waktu sholat tiba-tiba.
Dengan kata lain sholat dalam gereja di bolehkan jika memang tidak ada tempat yang lain, dan ia masuk dalam keumuman, sabda Rasulullah Muhammad saw “Dan dijadikan bumi bagiku sebagai masjid, dan untuk bersuci, dan jika seseorang dari umatku mendapati sholat (datang waktu sholat) maka hendaklah ia sholat.” HR. Bukhari.
Sabda Rasulullah Saw yang lain “Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun dari Nabi-Nabi sebelumku: aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan, bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci; maka dimana saja seorang laki-laki dari umatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat…” HR. Bukhari
kesimpulan :
1. Boleh masuk dan shalat di tempat peribadatan dan gereja atau yang semacamnya.Sah melaksanakan shalat di gereja atau tempat peribadatan orang non muslim karena sabda Rasulullah Muhammad saw “Dan dijadikan bumi bagiku sebagai masjid, dan untuk bersuci, dan jika seseorang dari umatku mendapati sholat (datang waktu sholat) maka hendaklah ia sholat.” HR. Bukhari.
2. diriwayatkan bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam shalat dalam Ka’bah dan di dalamnya ada gambar, kemudian ia termasuk dalam sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam: “Dimana saja anda dapatkan shalat, maka shalatlah. Karena ia adalah masjid.”

Hukum Mengucapkan Natal Menurut Al-Quran

ISLAMTOLERAN.COM- Ketika hari natal datang biasanya banyak komentar atau pernyataan dari beberapa ustad atau pemuka agama islam yang mengatakan bahwa mengucapkan salam natal kepada pemeluk agama nasrani hukumnya haram bahkan ada yang mengatakan orang muslim yang mengucapkan salam natal telah murtad atau pindah agama.pernyataan mereka ini tentunya sangat meresahkan dan merusak kerukunan antar umat beragama yang telah terbina dengan baik di indonesia ini
Lalu bagaimana pendapat alquran sendiri tentang Hukum  boleh tidaknya ucapan salam natal yang di ucapkan umat islam kepada umat kristiani ketika Hari Natal tiba?
Dalam kita suci alquran disebutkan "
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.”(QS. An Nisaa : 86)
Ayat ini jelas jelas menyuruh seorang muslim untuk membalas penghormatan pemeluk agama lain dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).
Sebagaimana yang kita tahu semuanya bahwa umat kristiani sudah sering mengucapkan selamat idul fitri atau  selamat idul adha dan selamat puasa romadhon kepada umat muslim, maka sudah selayaknyalah kita sebagai umat islam untuk membalas penghormatan pemeluk agama lain ( umat nasrani indonseia) dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)...
Fatwa MUI dan penyataan ulama lainnya yang mengharamkan seorang muslim mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani sangat bertolak belakang dengan keterangan ayat alquran di atas,,
Maka sebagai muslim yang berpegang teguh kepada alquran dan al-hadits kita wajib menjalankan apa yang telah diterangkan dalam kitab suci kita alquran dan menolak fatwa MUI sudah menjadi keharusan.
Tidak semua ulama di indonesia berpendapat mengucapkan salam natal itu haram. Kelompok yang mengharamkan salam natal bagi umat muslim ini mereka adalah kelompok minoritas
Di antara ulama yang membolehkan pengucapan salam natal ini adalah ulama tafsir terkemuka beliau adalah Prof.DR.M.Quraish Shihab.MA
"Saya menduga keras persoalan tentang boleh tidaknya muslim mengucapkan natal kepada umat kristiani hanya di indonesia saja .selama saya di mesir saya kenal sekali dan sering baca di koran Ulama Ulama Al-Azhar berkunjung kepada pimpinan umat kristiani dan mengucapkan "SELAMAT NATAL"  Ujar Prof.DR.M.Quraish Shihab.MA
Para Muslim radikal berpendapat bahwa mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani hukumnya haram karena identik dengan ikut menyetujui Yesus sebagai tuhan sedangkan muslim berkeyakinan Yesus itu nabi bukan Tuhan.
Padahal tujuan kita memberi ucapan selamat natal untuk saudara kita umat nasrani adalah ucapan selamat karena kegembiraannya .
Contoh misalnya kita mengucapkan "selamat makan" "selamat weekend" dan ucapan selamat lainnya yang intinya kita mengucapkan karena ada saudara kita yang sedang gembira atau bahagia bukan ingin menyetujui bahwa Yesus itu tuhan....
Di dalam ayat alquran manusia sering disindir dengan sebuah sindiran " afala ta`qiluun (mengapa kamu tidak berfikir?)
Kenapa kita ikut bahagia karena ada saudara kita yang lagi senang kok di haramkan ? logikanya ulama yang berkumpul di sebuah wadah bernama MUI (majelis ulama indonesia) yang mengharamkan mengucapkan selamat natal buat umat nasarani ini dimana? afala ta`qiluun? (tidakkah kamu berfikir) ?
Atas nama umat muslim kami mengucapkan selamat natal buat saudara saudara kami umat kristiani yang merayakan natal

ISU UN ONLINE

UJIAN NASIONAL (UN) ON LINE
UN merupakan kata yg selalu menggelitik pikiranku. Betapa tidak, dalam kondisi pendidikan yg kita maklumi saat ini, yaitu keadaan sarana dan prasarana pendukung yg sangat heterogen terutama antar daerah/wilayah, tapi dituntut hasilnya harus "SAMA".
Belum lagi isu UN mereda, muncul lagi isu ONLINE. Istilah OL ini juga selalu menjadi "proyek besar" di berbagai kementerian, bahkan berbagai negara (lembaga) pemberi pinjaman (kurang pas kalau disebut DONOR) sangat senang pada proyek OL ini, dan outputnya (apalagi OUTCOME) sering tidak jelas.
Nahhh sobats, apalagi berkaitan dengan masyarakat (SISWA/ PELAJAR), saya semakin kuatir, apakah OL ini nanti bisa sukses??? Sebenarnya bisa saja kalau semua perangkat keras dan lunak bisa tersedia dengan baik, tentunya JANGAN LUPA faktor pendukung yaitu LISTRIK yg harus terjamin setiap saat (jangan lupa, faktor dukungan masyarakat juga perlu diperhatikan).
Persoalan pendukung inilah yg menjadi kekuatiran saya yg utama, dan tampaknya sering menjadi ISU penting dalam PENGAJUAN PROYEK PEMBANGUNAN hingga saat ini. Anda bisa bayangkan, betapa BESAR proyek ini nantinya, dan sangat mudah memberi "keuntungan" pada pihak terkait.
Saya tidak tau, JANGAN2 proyek UPS di Pemda DKI dikaitkan dengan Isu UN ONLINE. Walahualam....
Sobats, sebenarnya ONLINE bukanlah hal yg harus ditolak, tapi pertanyaannya adalah: sejauhmana proyek OL dapat memajukan rakyat Indonesia yg masih banyak berada di "arena" KEMISKINAN sekarang ini???
Majulah bangsaku...

SURAT LAMARAN KERJA

Sukabumi . 17 Februari 2017 Perihal : Lamaran Kerja Lam     : - KepadaYth : Bapak/ibu Bagian Personalia/HRD PT.  ANGIN RI...