MENGAPA
TUTI MENINGGAL ?
Tuti tidak pernah bercita-cita untuk bekerja sebagai
pekerja rumah tangga di Jakarta, jauh
dari kampungnya. Ketika berusia 14 tahun saat duduk di SLTP ingin benar ia
melanjutkan sekolahnya namun harapan itu kandas. Bapak dan ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga tidak
mampu lagi membiayai sekolahnya. Bapaknya hanyalah petani penggarap dengan
tanah yang tidak luas dan sewa tanah yang tinggi. Sementara itu ia juga punya
adik laki-laki yang menurut keluarganya lebih penting untuk disekolahkan.
Seorang laki-laki yang disegani di kampung itu telah datang kepada Bapaknya dan
menyatakan bahwa ia dapat membantu Tuti untuk melanjutkan sekolahnya asalkan
Tuti bersedia menikah dengannya. Tuti tidak bersedia atas tawaran tersebut mengingat
laki-laki tersebut telah beristeri dua dan mempunyai 8 anak.
Di kampungnya tidak ada pekerjaan yang dapat dilakukan
lagi terutama untuk perempuan. Tanah garapan sudah tidak ada. Memang ada
penjahit yang membuka usaha jahitan namun penghasilan sangat minim, berapa
banyak sih yang menjahitkan baju di kampung itu? Oleh karena itu ia mengikuti
saran tetangganya untuk pergi ke Jakarta seperti layaknya banyak perempuan
seumurnya.
Tuti kemudian bekerja di sebuah rumah tangga yang
memiliki dua orang anak. Ia mendapat pekerjaan tersebut atas jasa seorang
penyalur pekerja rumah tangga. Untuk itu selama tiga bulan gajinya dipotong
setengahnya sebagai imbalan bagi penyalur tersebut. Di tempat kerjanya ia disukai oleh majikan
karena rajin, supel dan ceria. Ia juga disayang oleh anak majikannya. Pada
suatu hari, majikan perempuannya mengunjungi mertuanya di luar kota bersama dua
anaknya. Suami tidak turut serta karena tidak dapat cuti. Tinggallah ia berdua
dengan majikan laki-lakinya selama dua malam. Malam kedua, pada saat majikan
laki-laki pulang kerja, ia meminta Tuti membuat air panas
untuk mandi dan menyiapkan makan. Sesudah mandi dan makan majikan laki-lakinya
dan Tuti menonton TV bersama (hal yang biasa dilakukan bersama seluruh
Keluarga). Pada saat itu, majikan meminta Tuti melakukan hubungan sekusal
dengannya. Tuti bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Ia mendiamkan saja
ketika majikannya mulai membuka baju dan menyetubuhinya. Hal tersebut terjadi
berulangkali pada saat majikan perempuan dan anak-anaknya tidak berada di
rumah.
Lima bulan sejak kejadian
pertama terjadi, Tuti mulai merasa pusing-pusing dan muntah. Majikan
perempuannya curiga atas situasinya dan menanyakan padanya apakah ia hamil.
Tuti tidak tau, sehingga majikannya membawanya ke dokter, dan dugaan tersebut
benar. Majikan perempuan menanyakan padanya dengan siapa ia melakukan hubungan
seksual, tapi ia tidak mau menjawab. Majikannya menyatakan tidak usah takut,
dan kalau memang benar ada yang melakukannya ia dapat membantu untuk meminta orang
tersebut bertanggung jawab. Akhirnya ia menyatakan bahwa hal itu akibat
perbuatan majikan laki-laki.
Majikan perempuan merasa marah dan menuduh Tuti
memfitnah. Ia menyatakan betapa teganya Tuti berbuat begitu terhadapnya,
padahal ia selama ini baik terhadap Tuti. Ia meminta Kasijah kembali ke
kampungnya dan tidak bekerja lagi dengannya dengan membekali uang Rp. 150.000,-
Tuti pulang ke kampungnya. Di kampung keluarganya menolak
kehadirannya karena malu dengan tetangga dan itu merupakan aib keluarga dan kampungnya.
Tuti merasa tertekan dan sedih, Ia jatuh sakit. Ibunya mengajak Tuti untuk
memastikan keberadaan kandungannya pada seorang bidan. Setelah memeriksa
kandungan Tuti bidan tersebut menyarankan agar Tuti di bawa ke RS yang lengkap
di kota, karena ada masalah di dalam kandungannya. Atas hal itu, tersebar gosip
di dalam masyarakat bahwa hal itu karena
Tuti telah berzina. Karena tidak ada uang ibunya membawa Tuti ke dukun
beranak, untuk menggugurkan kandungannya. Tuti sebetulnya tidak mau
menggugurkan kandungannya tapi ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Pada
saat digugurkan, Tuti meninggal dunia.
1. Apa yang menyebabkanTutimeninggal?
2. Apabentukketidakadilan gender yang dialamiTuti?
3. Siapasajapelakunya?
No comments:
Post a Comment