BAB
II
LANDASAN TEORI TENTANG
PROGRAM BUMI ( Bangkit Usaha Mandiri Sukabumi)
DENGNA KONSEP QORDUN
HASAN DALAM UPAYA PENGETASAN KEMISKINAN
1. Konsepsi
Zakat
Kata zakat berasal
dari kata zaka
yang mempunyai pengertian berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan
menurut lisan Arab, arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari segi bahasa adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji yang
semuanya digunakan dalam
Al Qur`an dan
Hadist. Zakat dalam istilah
fiqih berarti sejumlah
harta tertentu yang diwajibkan
Allah SWT diserahkan kepada
orang-orang yang berhak
(Qardawi, 1999:34).
Dinamakan
zakat karena dapat mengembangkan, menyuburkan pahala dan menjauhkan harta yang
telah diambil zakatnya dari bahaya (Ash Shiddiqie, 1984:24). Undang-undang nomor
23 tahun 2011
pasal ayat 3
Tentang Zakat, menjelaskan bahwa Zakat adalah “harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam ”.
Berdasarkan macamnya zakat ada dua, yaitu zakat mal atau zakat harta dan zakat
fitrah. Yang dimaksud dengan zakat mal
atau zakat harta adalah bagian dari harta seseorang yang wajib dikeluarkan untuk golongan
orang-orang tertentu setelah
dimiliki selama jangka
waktu dan jumlah minimal tertentu.
Sedangkan zakat fitrah
adalah pengeluaran wajib
yang dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan keluarga yang wajar pada malam dan
siang hari raya (Ali, 1988:39). Zakat merupakan sarana
mensucikan jiwa seseorang
dari berbagai kotoran
hati yang salah satunya
adalah cinta dunia.
Zakat juga berfungsi
untuk mensucikan harta, karena
syubhat yang sering
melekat pada waktu mendapatkannya atau
mengembangkannya. Penyucian harta
tersebut adalah dengan mengeluarkan zakat seperti yang telah ditegaskan dalam al
Qur’an:
õè{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkÏj.tè?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgøn=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3yöNçl°;3ª!$#urììÏJyíOÎ=tæÇÊÉÌÈ
Artinya :
“Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka”
( Q.S. at Taubah: 103).
Perintah tentang
pelaksanaan zakat, tentu saja mempunyai berbagai alasan atau
motif, selain beraspek
transenden-teologis, juga ada
maksud sosial yaitu pemerataan
kekayaan. Karena sesungguhnya
dalam harta orang-orang kaya ada
sebagian yang menjadi
hak milik fakir-miskin
dan hak tersebut harus diberikan kepada yang punya. Seperti firman Allah:
ÏN$t«sù#s4n1öà)ø9$#¼çm¤)ymtûüÅ3ó¡ÏJø9$#urtûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#4y7Ï9ºs×öyzúïÏ%©#Ïj9tbrßÌãtmô_ur«!$#(y7Í´¯»s9'ré&urãNèdtbqßsÎ=øÿßJø9$#ÇÌÑÈ
Artinya: “Maka
berikanlah kepada Kerabat
yang terdekat akan
haknya, demikian (pula) kepada
fakir miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan.” (Q.S ar
Rum: 38)
Jadi, dalam
memaknai zakat tidak
hanya semata-mata
mengeluarkan harta untuk
ritual kosong tanpa
makna, akan tetapi
ada tujuan besar yaitu untuk
melaksanakan kewajiban atau perintah dari Allah dan memberikan
harta yang menjadi
hak orang lain
atau mustahiq demi terciptanya kehidupan yang sejahtera.
2. Tujuan dan Hikmah Zakat
Perintah wajib zakat
turun di Madinah pada bulan Syawal tahun ke dua
Hijrah Nabi SAW,
kewajibannya terjadi setelah
kewajiban puasa Ramadhan. Zakat
mulai diwajibkan di Madinah karena masyarakat Islam sudah mulai
terbentuk dan kewajiban
ini dimaksudkan untuk
membina masyarakat muslim yakni
sebagai bukti solidaritas
sosial. Adapun ketika umat
Islam masih berada
di Makkah, Allah
SWT sudah menegaskan dalam al Qur’an tentang
pembelanjaan harta yang belum dinamakan zakat, tetapi berupa
infaq bagi mereka
yang mempunyai kelebihan
harta agar membantu bagi yang
kekurangan (Mas’ud, 2005:39).
Pada masa
khalifah Abu Bakar,
mereka yang terkena
kewajiban membayar zakat tetapi
enggan melakukannya diperangi
dan ditumpas karena dianggap
memberontak pada hukum agama. Hal ini
menunjukkan betapa zakat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar
-tawar (Depag RI, 1996:176). Di
jaman Umar bin Abdul Aziz, salah satu khalifah masa
pemerintahan Bani Umayyah
berhasil memanfaatkan potensi
zakat. Sedekah dan zakat
didistribusikan dengan cara
yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi dizamannya, tidak ada lagi orang
yang berhak menerima zakat
ataupun sedekah. Sebagai salah satu
rukun Islam, zakat
mempunyai tujuan dan hikmah sebagai berikut:
1.
Tujuan
Zakat
Setiap segala
ajaran agama Islam
pasti mempunyai sebuah tujuan, di antara tujuan-tujuan zakat
adalah sebagai berikut:
a. Membantu, mengurangi
dan mengangkat kaum
fakir miskin dari kesulitan hidup dan penderitaan mereka
b. Membantu memecahkan
permasalahan yang dihadapi
oleh para mustahiq zakat
c. Membinan
dan merentangkan tali solidaritas sesama umat manusia
d. Mengimbangi
ideologi kapitalisme dan komunisme
e. Menghilangkan sifat
bakhil dan loba
pemilik kekayaan dan penguasaaan modal
f. Menghindarkan penumpukan
kekayaan perseorangan yang dikumpulkan di atas penderitaan orang
lain
g. Mencegah jurang
pemisah kaya miskin
yang dapat menimbulkan kejahatan social
h. Mengembangkan
tanggungjawab perseorangan terhadap kepentingan masyarakat dan kepentingan umum
i.
Mendidik
untuk melaksanakan disiplin
dan loyalitas seorang
untuk menjalankan kewajibannya dan menyerahkan hak orang lain (Depag RI, 1996: 183).
2.
Hikmah
Zakat
Dalam melaksanakan
zakat sebenaryna banyak
sekali hikmah dan makna
yang terkandung di
dalamnya. Menurut Al-Ghazali (1994:66) ada
tiga makna yang
dapat dipetik dalam
melaksanakan zakat, yaitu:
a.
Pengucapan
dua kalimat syahadat Pengucapan dua kalimat
syahadat merupakan langkah yang mengikatkan diri
seseorang dengan tauhid
disamping penyaksian diri tentang
keesaan Allah. Tauhid
yang hanya dalam bentuk
ucapan lisan, nilainya
kecil sekali. Maka
untuk menguji tingkat tauhid
seseorang ialah dengan
memerintahkan meninggalkan sesuatu yang juga dia cintai. Untuk itulah
mereka diminta untuk mengorbankan
harta yang menjadi
kecintaan mereka. Sebagaimana dalam
firman Allah dalam
surat At Taubah ayat 111 yaitu:
*¨bÎ)©!$#3utIô©$#ÆÏBúüÏZÏB÷sßJø9$#óOßg|¡àÿRr&Nçlm;ºuqøBr&ur cr'Î/ÞOßgs9sp¨Yyfø9$#4cqè=ÏG»s)ãÎûÈ@Î6y«!$#tbqè=çGø)usùcqè=tFø)ãur(#´ôãurÏmøn=tã$y)ymÎûÏp1uöqG9$#È@ÅgUM}$#urÉb#uäöà)ø9$#ur4ô`tBur4nû÷rr&¾ÍnÏôgyèÎ/ÆÏB«!$#4(#rçųö6tFó$$sùãNä3Ïèøu;Î/Ï%©!$#Läê÷èt$t/¾ÏmÎ/4Ï9ºsuruqèdãöqxÿø9$#ÞOÏàyèø9$#ÇÊÊÊÈ
Artinya “Sesungguhnya Allah telah
membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga
untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat,
Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada
Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan
Itulah kemenangan yang besar”.
b. Mensucikan
diri dari sifat kebakhilan
Zakat merupakan
perbuatan yang mensucikan
pelakunya dari kejahatan sifat
bakhil yang membinasakan.
Penyucian yang timbul darinya
adalah sekedar banyak atau sedikitnya uang yang telah dinafkahkan
dan sekedar besar
atau kecilnya kegembiraannya
ketika mengeluarkannya dijalan Allah.
c. Mensyukuri
nikmat
Tanpa manusia
sadari sebenarnya telah
banyak sekali nikmat diberikan Allah
kepada manusia, salah
satunya adalah nikmat harta.
Dengan zakat inilah merupakan
salah satu cara
manusia untuk menunjukkan rasa
syukurnya kepada Allh
SWT. Karena tidak semua
orang mendapatkan nikmat
harta. Disamping mereka yang
hidup dalam limpahan
harta yang berlebihan ada juga mereka yang hidup dalam kekurangan.
Dari
ketiga makna yang
terkandung dalam kewajiban
zakat tersebut dapat di ketahui betapa
pentingnya kedudukan zakat. Sebagaimana diketahui,
bahwa manusia mempunyai
sifat yang sangat mencintai kehidupan
dunia. Dengan adanya
kewajiban zakat tersebut,manusia diuji
tingkat keimanannya kepada
Allah SWT, dengan menyisihkan sebagian
dari harta kekayaan
mereka menurut ketentuan tertentu. Tingkat
keikhlasan manusia dalam
melaksanakan kewajiban zakat dapat
menunjukkan tingkat keimanan
seseorang. Selain itu, dengan kewajiban zakat manusia dilatih
untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.
Di
samping hikmah di
atas, ada beberapa
hikmah lain dalam melaksanakan zakat, di antaraanya
adalah:
a. Mensyukuri nikmat
Allah, meningkatsuburkan harta
dan pahala serta membersihkan diri
dari kotoran, kikir dan dosa
b. Melindungi masyarakat
dari bahaya kemiskinan
dan kemelaratan dengan segala
akibatnya
c. Menerangi
dan mengatasi kefakiran yang menjadi sumber kejahilan
d. Membina dan
mengembangkan stabilitas sosial,
ekonomi, pendidikan dan lainnya
e. Mewujudkan
rasa solidaritas dan belah kasih
f. Merupakan
menifestasi kegotongroyongan dan tolong-menolong.
3.
Harta
Yang Wajib Dizakati, Kadar dan Syarat-Syaratnya
1. Harta
Yang Wajib Zakat dan Kadarnya
Pada hakikatnya,
semua yang dihasilkan
dari usaha seorang muslim, apapun sumbernya, pasti ada hak dari
sebagian harta tersebut yang
harus diberikan kepada kaum yang membutuhkan, dalam arti harta itu harus
dike luarkan zakatnya ,
tetapi disisi lain
juga ada harta
yang tidak terkena atau
wajib zaka. Pada
umumnya harta yang
harus dikelurkan zakatnya ada
lima jenis, yaitu
emas dan perak,
barang tambang dan barang
temuan, harta perdagangan,
tanaman dan buahbuahan,
dan binatang ternak
yaitu unta, sapi
dan kambing (Zuhayly, 1995:126).
a. Zakat
Emas dan Perak
Para fuqoha
sepakat bahwa emas
dan perak wajibdikeluarkan zakatnya,
baik yang berupa
potongan, yang dicetak ataupun yang
berbentuk bejana. Bahkan
dalam mazhab Hanafi,mengharuskan zakat
kepada perhiasan yang
terbuat dari bahan tersebut (Zuhayly,
1995:126). Berbeda dengan
Hanafi, Jika perak dan
emas digunakan sebagai
perhiasan yang diperbolehkan, keduanya tidak
wajib dizakati menurut
Imam Syafi’i (al
Mawardi, 2007:213).
Adapun nisab
zakat emas adalah
200 dinar, atau
menurut jumhur ukuran emas
tersebut sama dengan
91 gram. Sedangkan nisab perak
adalah 200 dirham
yang kira-kira, menurut
mazhab Hanafi, sama dengan
700 gram perak,
dan menurut jumhur
ulama adalah 643 gram. Sedangkan zakat uang disesuaikan dengan nisab emas dan disesuaikan dengan nilai tukar
yang ada. Kadar zakat yang harus dikeluarkan
dari emas dan
perak adalah 2,5
%. Dengan demikian, jika
seseorang memiliki nisab
itu dalam waktu
setahun, maka ia wajib
mengeluarkan zakatnya (Zuhayly,
1995:127).Untuk penetapan
nisab emas terdapat
berbagai pandangan. Ada
yang berpendapat 85 gram,
91 gram, 93,6
gram, 94 gram
dan 96 gram. Hal
ini karena disebabkan
ketidaksamaan dalam mengkonversi
alat ukur yang dipergunakan
dari masa lalu
dan sekarang (Mas’ud, 2005:46)
b. Zakat
Barang Tambang
Ada beberapa
hal yang diperselisihkan oleh
para fuqaha, yaitu makna barang tambang atau
ma’din, barang temuan atau rikaz, atau
harta simpanan atau
kanz. Zakat yang
mesti dikeluarkan dari harta tambang menurut mazhab Hanafi dan
maliki adalah seperlima atau khumus,
sedangkan menurut mazhab Syafi’i dan
Hanbali sebanyak seperempat puluh
(2,5%). Barang tambang menurut mazhab Maliki
dan Syafi’i adalah
emas dan perak
sedangkan menurut mazhab Hanafi, barang tambang adalah setiap yang
dicetak dengan menggunakan api.
Adapun mazhab Hanbali
berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan barang tambang
adalah semua jenis tambang, baik yang berbentuk padat
maupun cair.
c. Zakat
Harta Terpendam
Harta terpendam
adalah harta yang
ditemukan terpendam sejak zaman
jahiliyah di lahan
kosong atau jalanan.
Harta tersebut menjadi milik
penemunya dan besar zakatnya adalah 20%. Apa saja yang ditemukan
di tanah milik
seseorang, maka barang
temuan tersebut menjadi milik
pemilik tanah dan
penemunya tidak punya hak
di dalamnya. Ada
pun barang yang
ditemukan sesudah zaman Islam,
baik terpendam atau
tidak maka namanya
adalah luqatah(barang temuan).
Luqatah tersebut harus
diumumkan selama setahun. Jika
pemiliknya datang penemunya
harus menyerahkan barang tersebut
kepada pemiliknya. Jika tidak ada seorangpun yang datang kepadanya
pemiliknya berhak memilikinya
dengan jaminan ia menggantinya
jika suatu saat
pemiliknya datang kepadanya
(al Mawardi, 2007:214)
d. Zakat
Harta Perdagangan
Harta
perdagangan adalah semua aset dari
benda-benda yang diperjual-belikan,
termasuk rumah yang
diperjual oleh pemiliknya. Besar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% dari jumlah keseluruhan harta dagangan yang
dimiliki. Dalil mengenai kewajiban zakat
harta perdagangan tercantum dalam al qur’an, yaitu:
$ygr'¯»ttûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä(#qà)ÏÿRr&`ÏBÏM»t6ÍhsÛ$tBóOçFö;|¡2!$£JÏBur$oYô_t÷zr&Nä3s9z`ÏiBÇÚöF{$#(wur(#qßJ£Jus?y]Î7yø9$#çm÷ZÏBtbqà)ÏÿYè?NçGó¡s9urÏmÉÏ{$t«Î/HwÎ)br&(#qàÒÏJøóè?ÏmÏù4(#þqßJn=ôã$#ur¨br&©!$#;ÓÍ_xîîÏJymÇËÏÐÈ
Artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji”. (Q.S. al Baqarah: 267)
Sebelum mengeluarkan
harta perdangan harus
memenuhi beberapa syarat, yang
menurut jumhur ulama,
ada 3 (tiga)
syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Nisab harta perdagangan harus telah
mencapai nisab senilai 94 gram emas.
Harga tersebut disesuaikan dengan
harga yang berlaku di setiap
daerah.
b. Harta
dagang harus telah mencapai haul, yaitu satu tahun sejak dimilikinya harta
tersebut. Jadi, zakat
barang dagang dikeluarkan setiap
tutup buku setelah perdagangan berjalan satu tahun.
c. Niat melakukan
perdagangan saat membeli
barang-barang dagangan.
Pemilik barang harus
berniat berdagang ketikamembelinya. Adapun jika
niat dilakukan setelah harta dimiliki, niatnya harus dilakukan ketika
kegiatan perdagangan dimulai.
d. Zakat
Profesi
Zakat profesi
itu bisa dilaksanakan
setahun sekali atau sebulan
sekali, atau berapa
bulan sekali. Yang
jelas, bila ditotal setahun besar
zakat yang dikeluarkan
harus sama. Namun
zakat tersebut wajib dikeluarkan
jika penghasilannya, ditotal
selama setahun setelah dikurangi
kebutuhan-kebutuhannya selama setahun melebihi nisab. dengan ketentuan nisab setara dengan 84
gram emas 24 karat, dan
kadar zakatnya sebesar
2,5%. Jika tidak
mencapai nishab, tidak wajib
untuk dizakati.
(Hafidhuddin, 2002 :94)
Semua penghasilan melalui kegiatan
profesional tersebut, apabila
telah mencapai nisab, maka
wajib dikeluarkan zakatnya.
Hal ini berdasarkan nash-nash
yang bersifat umum,
misalnya firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 267 yang
sudah disebutkan di atas.
e. Zakat
Tanaman dan Buah-buahan
Pada dasarnya,
zakat ini diwajibkan
berdasarkan dalil dari alqur’an, sunnah,
ijma’ dan akal.
Dalil yang diambil
dari alqur’an diantara, yaitu :
*uqèdurüÏ%©!$#r't±Sr&;M»¨Yy_;M»x©rá÷è¨Buöxîur;M»x©râ÷êtB@÷¨Z9$#urtíö¨9$#ur$¸ÿÎ=tFøèC¼ã&é#à2é&cqçG÷¨9$#urc$¨B9$#ur$\kÈ:»t±tFãBuöxîur7mÎ7»t±tFãB4(#qè=à2`ÏBÿ¾ÍnÌyJrO!#sÎ)tyJøOr&(#qè?#uäur¼çm¤)ymuQöqt¾ÍnÏ$|Áym(wur(#þqèùÎô£è@4¼çm¯RÎ)w=ÏtäúüÏùÎô£ßJø9$#ÇÊÍÊÈ
Artinya,
“dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan
delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya
di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan”. (Q.S. Al An’am; 141)
Juga dijelaskan
lagi dalam surat
al Baqarah ayat
267 yang berbunyi:
$ygr'¯»ttûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä(#qà)ÏÿRr&`ÏBÏM»t6ÍhsÛ$tBóOçFö;|¡2!$£JÏBur$oYô_t÷zr&Nä3s9z`ÏiBÇÚöF{$#(wur(#qßJ£Jus?y]Î7yø9$#çm÷ZÏBtbqà)ÏÿYè?NçGó¡s9urÏmÉÏ{$t«Î/HwÎ)br&(#qàÒÏJøóè?ÏmÏù4(#þqßJn=ôã$#ur¨br&©!$#;ÓÍ_xîîÏJymÇËÏÐÈ
Artinya,”Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji”.(Q.S al Baqarah: 267)
Mengenai zakat
tanaman yang tumbuh
dari tanah, parafuqaha
mempunyai dua pendapat.
Pendapat yang pertama menyatakan bahwa
tanaman yang wajib
dikeluarkan zakatnya mencakup semua
jenis tanaman. Sedangkan
pendapat kedua menyatakan bahwa
tanaman yang wajib
dizakati adalah khusus tanaman yang
berupa makanan yang
mengenyangkan dan bisa disimpan. Nisab
zakat tanaman adalah
1350 kg gabah
atau 750 kg beras.
Kadar zakatnya adalah
5% jika pengairannya
atas usaha penanam dan
10% jika pengairanya berasal
dari hujan tanpa
usaha penanam.
f. Zakat
Hewan atau Binatang Ternak
Zakat dikenakan
atas binatang-binatang ternak
seperti unta, sapi dan domba
(kambing). Abu Hanifah berbeda pendapat dengan Syafi’i dan
Maliki dengan menambahkan
kewajiban zakat pada kuda.
Sedangkan Syafi’i dan
Maliki tidak mewajibkan
kecuali jika kuda itu
diperdagangkan.Secara umum pembagian
zakat binatang ternak
penulis gambarkan dalam tabel berikut:
1) Unta, ketentuan
nishob dan besarnya
zakat yang harusdibayar penulis gambarkan dalam tabel
2.1:
Tabel 2.1 Ketentuan
Zakat Unta
Nisab (ekor) Zakatnya
Umur (tahun)
Tabel 2.1
Ketentuan Zakat Unta
Nisab (ekor)
|
Zakatnya
|
Umur
(Tahun)
|
5–9
|
1 kambing
|
|
10–14
|
2 kambing
|
2
|
15 – 19
|
3 kambing
|
2
|
20 – 24
|
4 kambing
|
2
|
25 – 35
|
1 unta
|
1
|
36 – 45
|
1 unta
|
2
|
46 -60
|
1 unta
|
3
|
61–75
|
1 unta
|
4
|
76-90
|
1 unta
|
|
91-120
|
1 unta
|
|
121-
|
3 unta
|
|
Sumber:
data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:233-234)
2) Sapi
atau kerbau, ketentuan nishob dan besarnya zakat yang harus dibayar penulis
gambarkan dalam tabel 2.2:
Tabel 2.2
Ketentuan Zakat Sapi atau Kerbau
Nisab
(ekor)
|
Zakatnya
|
Umur
(Tahun)
|
30-39
|
1
sapi
|
1
|
40-59
|
1
sapi
|
2
|
60-69
|
2
sapi
|
1
|
70-79
|
2
sapi
|
1dan
2
|
80-89
|
2
sapi
|
2
|
90-99
|
3
sapi
|
1
|
100-
|
3
sapi
|
Dua
ekor 1 dan satu dua
|
Sumber: data diolah dari Wahbah Zuhayly
(1995:240-241)
3) Kambing
atau domba, ketentuan nishob dan
besarnya zakat yang harus dibayar penulis gambarkan dalam tabel 2.3:
Tabel 2.3
Ketentuan Zakat Kambing
Nisab
(ekor)
|
Zakatnya
|
Umur
(Tahun)
|
40-120
|
1
Kambing
|
2
|
121-200
|
2Kambing
|
2
|
201-399
|
3
Kambing
|
2
|
400-
|
4
Kambing
|
2
|
Sumber:
data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:243)
Setelah lebih
dari 400 ekor
zakatnya dihitung tiap
100ekor adalah 1 kambing berumur 2 tahun.
3.
Syarat-syarat
Harta Yang Wajab Dizakati
Terhadap harta
yang wajib dizakati,
terdapat beberapa syarat yang
harus dipenuhi sebelum
diambil zakatnya. Syarat -syarat tersebutyaitu meliputi:
a. Milik
penuh
Harta
tersebut harus berada dalam kontrol dan kekuasaannya secara penuh
dan dapat diambil
maanfaatnya secara penuh,
serta didapatkan melalui proses
pemilikan yang halal,
seperti: usaha, warisan,
pemberian negara atau orang lain serta cara-cara lain yang sah. Sedang untuk
harta yang diperoleh dengan proses haram, maka harta tersebut tidak wajib untuk
dizakati, sebab harta tersebut harus dikembalikan kepada yang berhak.
b. Berkembang
Harta
tersebut merupakan harta yang dapat berkembang atau bertambah apabila
diusahakan.
c. Mencapai
Nisab
Artinya adalah
harta tersebut telah mencapai
batas minimal dari harta
yang wajib dizakati.
Sedangkan untuk harta
yang belum mencapai nishab
terbebas dari zakat.
d. Lebih
dari Kebutuhan Pokok
Artinya adalah
apabila harta tersebut
lebih dari kebutuhan yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan
minimal si pemilik harta
untuk kelangsungan hidupnya.
Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan primer, misalnya, pangan,
sandang, dan papan.
e. Bebas
Dari Hutang
Orang yang
mempunyai hutang yang
besarnya sama atau mengurangi senishab yang harus dibayar
pada saat yang bersamaan, maka harta tersebut tidak wajib zakat.
f. Mancapai
Haul
Artinya adalah
bahwa harta tersebut
telah mencapai batas waktu bagi harta yang wajib dizakati, yaitu
telah mencapai masa satu tahun. Haul hanya
berlaku bagi harta
berupa binatang ternak, harta perniagaan serta
harta simpanan. Sedangkan
untuk hasil pertanian, buah-buahan dan
rikaz (barang temuan)
tidak ada haulnya
(Ahmad Husnan, 1996:38)
4. Distribusi Zakat
Dalam al Qur’an telah
dijelaskan, bahwa zakat
harus didistribusikan hanya untuk delapan golongan orang, seperti firman Allah yang berbunyi :
*$yJ¯RÎ)àM»s%y¢Á9$#Ïä!#ts)àÿù=Ï9ÈûüÅ3»|¡yJø9$#urtû,Î#ÏJ»yèø9$#ur$pkön=tæÏpxÿ©9xsßJø9$#uröNåkæ5qè=è%ÎûurÉ>$s%Ìh9$#tûüÏBÌ»tóø9$#urÎûurÈ@Î6y«!$#Èûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#(ZpÒÌsùÆÏiB«!$#3ª!$#uríOÎ=tæÒOÅ6ymÇÏÉÈ
Artinya,”
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. at Taubah: 60)
Secara umum,
pesan pokok dalam
ayat tersebut, adalah
mereka yang secara ekonomi
kekurangan. Kecuali amil
dan muallaf yang
sangat mungkin secara ekonomi berada dalam keadaan kecukupan. Karena
itu, didalam pendistribusiannya, hendaknya
mengedepankan upaya merubah
mereka yang memang
membutuhkan, sehingga setelah
menerima zakat, dalam periode
tertentu berubah menjadi pembayar zakat.
Umar bin
Khattab berpendapat, bisa
saja zakat dibagikan
kepada salah seorang mustahik saja, ataupun dibagi secara rata. Namun
yang perlu dipertimbangkan adalah
bahwa tujuan zakat
adalah menjadikan mereka tidak
lagi sebagai penerima
zakat, tetapi berubah
menjadi muzakki. Dengan demikian,
distribusi zakat dapat didasarkan kepada skala prioritas dan kebutuhan sesuai
dengan kondisi masyarakat sekitar.Distribusi
zakat, menurut mazhab
Syafi’i tidak membolehkan pembayaran zakat
hanya dalam satu
kelompok saja karena
berpega ng teguh pada ayat
al Qur’an surat
at Taubah ayat
60. Sedangkan menurut Hanafi, Maliki,
dan Hanbali seperti
halnya Umar bin
Khattab,membolehkan pembagian
zakat hanya kepada satu kelompok saja,
bahkan mazhab Maliki menyatakan bahwa memberikan zakat kepada orang yang
sangat membutuhkan dibandingkan
kelompok yang lainnya
adalah sunat (Zuhayly, 1995:279).
Berikut akan
sedikit dijelaskan mengenai
siapa saja delapan
kelompok yang dimaksud mendapatkan zakat.
1. Orang
fakir (fuqara’)
Pengertian orang
fakir adalah orang
yang tidak memiliki
harta benda dan pekerjaan
yang mampu mencukupi
kebutuhannya seharihari. Mungkin
saja apa yang
dihasilkan darinya untuk
makan saja kurang. Secara
sederhana di Indonesia
khususnya Jawa tengah,
yang termasuk orang-orang fakir
menurut penulis adalah
orang-orang yang berpenghasilan
kurang dari Rp. 10.000,-.
2. Orang
miskin (masakin)
Pengertian yang
biasa dipahami dari
orang miskin adalah
orang yang mempunyai pekerjaan
halal tetapi hasilnya tidak dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri
dan orang yang ditanggungnya (Mahfud, : 2003,145). Menurut
penulis orang miskin
saat ini adalah
orang-orang yang berpenghasilan di atas Rp. 10.000,- dan dibawah Rp.
20.000,-.
3. Panitia
zakat (amil)
Panitia
zakat adalah orang yang bertugas untuk memungut harta zakat dan membagikannya
kepada mustahik zakat.
4. Mu’allaf
yang perlu ditundukkan hatinya
Yang dapat
dikatakan kelompok ini
adalah orang-orang yang lemah niatnya untuk memasuki Islam . Mereka diberi bagian dari zakat dengan maksud
keyakinan untuk memeluk
Islam dapat menjadi
lebih kuat.
5. Para
budak
Budak
yang dimaksud para ulama adalah para budak muslim yang telah membuat
perjanjian dengan tuannya
untuk dimerdekakan dan tidak
memiliki uang untuk
membayar tebusan atas
mereka. Tetapi di zaman sekarang para budak sudah tidak ada.
6. Orang
yang memiliki hutang
Yang dimaksud
dari kelompok ini
adalah orang yang
memiliki hutang bukan untuk
dirinya sendiri melainkan
orang yang memiliki hutang untuk kepentingan orang
banyak.
7. Sabilillah
Jumhur ulama’
berpendapat, maksud sabilillah
adalah orangorang yang kelompok ini adalah orang yang berangkat
perang di jalan Allah dan tidak
mendapat gaji dari
pemerintah atau komando militernya. Makna
sabilillah mempunyai cakupan
yang luas, pemaknaan tersebut
tergantung pada sosio
kondisi dan kebutuhan waktu. Dapat dimasukkan ke dalam
golongan ini seperti orang sholeh, pengajar keagamaan, dana pendidikan, dana
pengobatan, dan lain-lain.
8. Ibnu
sabil
Yang dimaksud
adalah orang yang
melakukan perjalanan untuk melaksanakan sesuatu dengan maksud baik
dan diperkirakan tidak akan mencapai tujuannya jika tidak dibantu. Dalam konteks sekarang makna ibnu sabil bisa sangat artinya, termasuk di dalamnya
adalah anak-anak yang putus sekolah
dan anak-anak yang
tidak punya biaya
untuk mengenyam pendidikan yang layak.
Di
samping penjelasan delapan asnaf
tersebut di atas, ada beberapa ketentuan khusus sebagai berikut:
1. Pengaturan
bagi fakir miskin
Bila hasil
pengumpulan zakat cukup
banyak, seharusnya pembagian untuk para fakir miskin (yang biasa
berdagang) diberi modal berdagang yang
besarnya diperkirakan keuntungannya
cukup guna biaya
hidup, agar sekali diberi untuk selamanya.
2. Zakat
kepada sanak kerabat
Memberikan zakat
kepada sanak kerabat
demikian baiknya, karena selain
memberi, akan berarti
juga merapatkan persaudaraan (silaturahim). Adapun
yang dimaksud sanak
kerabat itu misalnya saudara laki-laki
atau perempuan, paman,
bibi, dan lain-lain,
asal mereka termasuk mustahiq.
3. Zakat
kepada pencari ilmu
Pemberian
zakat kepada para pelajar dan mahasiswa itu boleh, terutama jika yang
dipelajari itu ilmu-ilmu
yang diperlukan oleh
agama, dan mereka karena belajar
itu tidak berkesempatan mencari nafkah.
4. Zakat
kepada suami yang fakir
Seorang istri
yang memiliki kekayaan
berupa barang yang
wajib dizakati dan barang itu telah cukub senisab, maka ia boleh
memberikan zakatnya kepada suaminya asal suami itu termasuk golongan mustahiq dan zakat
yang diterimanya tidak
akan dijadikan nafkah
kepada isterinya.
5. Zakat
kepada orang soleh
Diutamakan
zakat diberikan kepada ahli ilmu dan orang yang baik adab kesopanannya. Orang
yang bila diberi
zakat akan dipergunakan
untuk maksiat, maka orang
semacam itu jangan
diberi zakat (Depag
RI, 1996:126-129).Selain
orang-orang yang berhak
menerima zakat, ada
pula beberapa orang atau
kelompok yang tidak
boleh mendapat pembagian zakat, yaitu :
1. Keturunan
Nabi
2. Keluarga
muzakki yang meliputi anak dan istri.
3. Orang Kafir.
Dalam pendistribusian dana
hasil zakat untuk
usaha ada dua pendapat ulama’, kedua pendapat tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Zakat,
atau sebagian zakat tidak boleh ditasarufkan
atau didistribusikanuntuk kepentingan kemaslahatan umum lain. Namun ada pendapat
yang dikutip dari tafsir al Khazin oleh Imam Qaffal yang menyatakan bolehLTN NU Jatim, 2007:382).
2. Pengelola
zakat tidak diperbolehkan untuk mengelola
(dijadikan modal usaha)
harta zakat yang
telah diperoleh sehingga
menyampaikan kepada fakir miskin
yang berhak. Hal
ini karena fakir
miskin sebagai pihak yang
cakap tidak memberikan
kewenangan kepada panitia, sehingga mereka
tidak diperbolehkan mengelola
harta tanpa izin
para fakir miskin tersebut
(LTN NU Jatim,
2007:383). Dari pendapat
ini sebenarnya zakat dikelola untuk modal usaha sebenarnya diperbolehkan
dengan catatan diizinkan oleh para mustahiq.Pada praktek
pendistribusian dana zakat
telah dilakukan berbagai terobosan dalam berbagai bidang. Di
Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang kabupaten
Semarang, dana hasil
zakat didistribusikan dalam
berbagai bidang yaitu untuk beasiswa pendidikan dan kegiatan-kegiatan
keagamaan masyarakat (Sigit Purnomo,
2006:56). Selain itu
di Kota Salatiga
dana zakat dikelola oleh
BAZIS kota Salatiga
didistribusikan untuk bidang pengembangan usaha
kecil dan menengah
(UKM) dan peternakan
lembu(Catur Dyah Handayani, 2006:62).
5.
Islam
dan Problematika Kemiskinan
Kemiskinan adalah
keadaan penghidupan di
mana orang tidak amapu
memenuhi kebutuhan dasar.
Zakiyah Darajat mendefinisikan kemiskinan bahwa
orang yang tidak
cukup penghidupannya dan
dalam kekurangan. Bambang Sudibyo
mengukur ketetapan miskin
dengan memakai standar nisab zakat (Mas’ud, 2005:70). Akan tetapi yang
terjadi di dalam masyarakat
tidak jarang adanya
perdebatan dalam kategorisasi seseorang dikatakan
miskin, hal tersebut
karena masyarakat memandang bahwa kurang atau tidaknya
pemenuhan sehari-hari itu bersifat relatif.
Sebagai salah
satu ukuran kemiskinan
adalah apa bila
seseorang memiliki harta di
bawah ukuran nisab
zakat maka seseorang
tersebut digolongkan miskin. Penentuan
seseorang atau keluarga
dikategorikan miskin
berdasarkan sampai berapa
jauh terpenuhinya kebutuhan
pokok atau konsumsi nyata
yang meliputi pangan
sandang, pemukiman, pendidikan dan
kesehatan. Kebutuhan pokok
ini dinyatakan secara kuantutatif (bentuk
uang) berdasarkan harga
tiap tahunnya (Mas’ud, 2005:71). Ukuran
tersebut di atas
menurut hemat penulis
cukup untuk dijadikan landasan
penentuan kategorisasi miskin karena sudah mencakup kebutuhan-kebutuhan dasar
seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Jika ditinjau
dari pendapatan, kemiskinan
ada dua macam
yaitu kemiskinan relatif dan absolut. Kemiskinan relatif adalah
kemiskinan yang dilihat antara satu
tingkatan pendapatan dengan
tingkat pendapatan lainnya, sebagai
contohnya seseorang dalam
kelompok masyarakat tertentu dapat
digolongkan kaya akan
tetapi dalam kelompok
lain dapat digolongkan miskin.
Sedangkan kemiskinan absolut adalah suatu keadaan kemiskinan yang
ditentukan terlebih dahulu
menetapkan garis tingkat pendapatan di
atas tingkat pendapatan
minimum tersebut dikategorikan bukan orang miskin (Mas’ud,
2005:70).
Kemiskinan jika
ditinjau dari penyebabnya
ada dua macam
yaitu sebab mental (kultural) dan struktural. Kemiskinan yang disebabkan
oleh kultural yaitu kemiskinan
yang disebabkan oleh
budaya seperti malas, boros,
dan lainnya. Sedangkan
Kemiskinan yang disebabkan
struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh sistem pembangunan
yang tidak adil dan diakibatkan oleh faktor-faktor ulah rekayasa manusia.
Di
Indonesia dari total penduduk yang berjumlah 240.000.000 jiwa, penduduk yang tergolong miskin
sebanyak 30.018.930 jiwa. Dari
jumlah penduduk miskin tersebut
sebanyak 11.046.750 jiwa
berdomisili di Kota dan yang berdomisili di Desa sebanyak
18.972.180 jiwa (BPSNAS, 2011), artinya
penduduk miskin di
Desa lebih banyak
dibandingkan di Kota dengan
perbandingan 63,2% di
pedesaandan dan 36,8%
di Kota. Secara umum
ada beberapa faktor
penyebab terjadinya kemiskinan
di pedesaan, di antaranya adalah:
1. Kurangnya
pengembangan SDM
2. Adanya struktur
yang menghambat pengembangan
ekonomi rakyat pedesaan
3. Ketidakberuntungan
kelompok masyarakat miskin pedesaan
4. Ketimpangan
distribusi pembangunan antara Kota dan Desa.
Kemiskinan, dalam
Islam menjadi perhatian
serius. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya ayat-ayat
al qur’an yang memerintahkan untuk memberikan
makanan kepada orang-orang
yang kelaparan dan
saling mengingatkan untuk menolong fakir miskin. Begitu pentingnya
menolong orang orang miskin, sehingga Allah menyatakan sebagai pendusta agama
orang yang tidak mau memberi makan orang miskin, dengan Fifman-Nya:
|M÷uäur&Ï%©!$#Ü>Éjs3ãÉúïÏe$!$$Î/ÇÊÈÏ9ºxsùÏ%©!$#íßtzOÏKuø9$#ÇËÈwurÙçts4n?tãÏQ$yèsÛÈûüÅ3ó¡ÏJø9$#ÇÌÈ
Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik
anak yatim, dan
tidak menganjurkan memberi
Makan orang miskin” (Q.S. al Ma’un: 1-3)
Nabi Muhammad
selalu mengajarkan kepada
umatnya agar memberikan bantuan
sosial kepada yang
membutuhkan. Sebagai contohnya
adalah ketika bani Nadir berpindah dan harta bendanya dimiliki oleh umat
Islam Rasululloh membagikan
harta tersebut dengan
bagian yang sama kepada kaum Muhajirin.
Orang-orang Ansar yang miskin dan tidak punya
sumberkehidupan juga diberi
harta tersebut. Rasululloh selanjutnya berusaha
menyediakan
kebutuhan-kebutuhan pokok bagi setiap anggota masyarakat miskin dan
cacat serta bagi yang tid ak mampu menyediakan
kebutuhan pokok bagi
dirinya atau keluarganya (Mas’ud,2005:82).
Islam memerintahkan kepada umatnya agar melawan kemiskinan.Di samping
umat Islam diperintah
untuk berjuang merubah
diri mereka sendiri dengan bekerja keras, juga diajarkan agar tanggap terhadap kondisi lingkungan
sekitar untuk memeratakan pendapatan dan
kekayaan terutama bagi masyarakat pedesaan.
Sebagai salah satu
cara untuk mempersempit ketimpangan ekonomi
dalam masyarakat, maka
umat Islam dianjurkan untuk bersodaqoh, berinfaq dan
diwajibkan untuk berzakat.
F.Produktifitas Pengelolaan Zakat
Zakat sebagai
manifesto ajaran Islam
yang bertujuan untuk mendistribusikan kekayaan umatnya, menemukan
momentumnya sebagai salah satu
alternatif solusi. Dengan tujuan untuk merubah penerima zakat menjadi pemberi
zakat, Islam sudah menawarkan nilai-nilai kebersamaan
dalam bermasyarakat, sekaligus menjadi ciri
sebagai agama pembebasan,membebaskan umat dari kemiskinan.
Selama ini,
peranan zakat dalam
mengentaskan kemiskinan
memang belum optimal,
hal tersebut disebabkan
karena cara pandang semua
pihak baik muzakki,
pengelola dan mustahiq,
dalam mengelola harta zakat
masih berorientasi konsumtif.
Akibatnya, harta hasil
zakat tersebut habis untuk dikonsumsi tanpa berpengaruh terhadap pe
rmasalahan kemiskinan. Demi mewujudkan
zakat sebagai salah
satu solusi pengentasan kemiskinan
maka perlu adanya
perubahan cara pandang dalam
pengelolaan harta zakat
dari konsumtif menjadi
berorientasi produktif.
Orientasi pengelolaan
zakat secara produktif
harus dipahami bersama-sama
secara menyeluruh oleh semua masyarakat (muzakki, amil dan mustahiq).
Masyarakat harus memahami tujuan dari pengelolaan zakat produktif yaitu
untuk kesejahteraan masyarakat,
seperti yang disebutkan dalam pasal
3 UU nomor
23 tahun 2011
bahwa pengelolaan zakat
bertujuan:
1. Meningkatkan efektivitas
dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat
2. Meningkatkan
manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan.
Untuk
mengoptimalkan pengelolaan zakat yang produktif, dewasa ini muncul
konsepsi kontemporer tentang permasalahan
zakat yang telah jauh
melampui pendapat -pendapat hukum
klasik, terutama menyangkut tiga hal pokok, yaitu:
1. Pegembangan
Obyek Zakat
Obyek zakat
tidak selalu harus
sesuai dengan ketentuanketentuan yang
telah diterapkan dalam al
Qur’an dan Hadits,
maupun yang dipersipkan oleh
para ulama klasik
seperti, emas dan
perak, tanaman dan tumbuh-tumbuhan, hewan
ternak tertentu, harta perniagaan, harta yang ditemukan dalam
perut bumi (Mas’ud, 2005:90).Hal
tersebut di atas
menunjukkan bahwa perlu
adanya terobosan-terobosan
baru dalam menentukan
obyek zakat. Perluasan obyek zakat
jika mencermati kontekstual lingkungan dan kedinamisan kehidupan maka
akan mengsilkan objek
zakat yang sangat
luas, misalnya harta rikaz yang secara klasik dipahami hanya emas dan
perak dapat dikembangkan pada batu mulia, permata, berlian dan sebagainya. Sebagai contoh
lainnya dalam dunia profesi
misalnya, saat ini banyak sekali
profesi yang menghasilkan
uang dalam jumlah
besar, misalnya para pejabat
tinggi negara, pengusaha,
dokter, pengacara dan sebagainya. Melihat potensi perluasan
objek zakat yang ada, maka dana zakat
akan bisa terkumpul
optimal dan bisa
melakukan tindakan atau aksi dalam mengentaskan kemiskinan.
2. Kelembagaan
Zakat
Dalam rangka
mengoptimalkan pendapatan dana
zakat perlu pengelolaan yang
berkualitas, untuk itu perlu adanya badan atau panitia yang mengelola
zakat (amil). Untuk
membentuk sebuah lembaga
atau panitia amil zakat yang
berkualitas paling tidak ada tiga hal yang harus dipenuhi.
a. Amanah
Lembaga atau
panitia pengelola (amil)
zakat harus amanah (dapat
dipercaya).
Perlu adanya
sistem akuntansi keuangan,
untuk mengetahui akan ke
mana uang zakat
tersebut mengalir. Sehingga nantinya diharapkan
tumbuhnya kesadaran dan
kepercayaan masyarakat
(muzakki) untuk menunaikan
zakat melalui lembaga amil zakat.
b. Fatonah
Di
samping sebuah lembaga pengelola zakat dapat dipercaya, juga harus
fatonah (profesional). Lembaga
tersebut harus dike lola oleh orang-orang yang punya
dedikasi tinggi dan profesional dalam bidangnya, sehingga lembaga tersebut
berjalan secara terus menerus dan
mampu menelorkan dan
mengawal program-program yang ada
dengan baik.
c. Transparan
Sebagaiman diketahui
dana zakat adalah
dana yang dikumpulkan dari
masyarakat (publik) untuk
disalurkan kepada kepada
masyarakat, atau dana yang dikumpulkan dari muzakki oleh suatu instansi
yang akan diserahkan
kepada para mustahiq.
Karena dana tersebut berasal dari dana publik, maka dengan demikian
publik harus tahu kemana dana tersebut disalurkan dan dimanfaatkan.
Zaman semakin
maju dan keterbukaan
tidak bisa dielakkan lagi apalagi
hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan publik termasuk zakat. Dengan dituntut adanya
keterbukaan maka lembagalembaga
pengelola zakat harus
bersifat terbuka dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Sifat keterbukaan ini
penting agar para muzakki mengetahui kemana distribusi dan
pemanfaatan harta zakat mereka.
Sebagai wujud
keterbukaan atas dana
zakat yang dikelola, lembaga-lembaga pengelola zakat
dapat memberikan laporan secara langsung
kepada masyarakat atau
memanfaatka teknologi.
Pemanfaatan tekhnologi sangat
penting karena transparansi
dapat diakses oleh publik secara luas (Mas’ud, 2005:97)
3. Pendayagunaan
Zakat
Secara umum
terdapat dua pendapat
masalah pendayagunaan dana zakat.
Pertama, bahwa zakat
lebih bersifat konsumtif
dan disalurkan secara langsung
kepada para mustahiq
untuk kepentingan konsumtif. Kedua,
bahwa pendayagunaan dana
zakat mengedepankan aspek sosial
ekonomi yang luas
tidak sekedar konsumtif.
Untuk mencermati hal ini, perlu
dibedakan antara zakat fitrah dan zakat mal. Meski keduanya
memiliki nilai ibadah
(hablun minAllah) namun
ada perbedaan antara keduanya.
Zakat fitrah yang
dimaknai sebagai kewajiban bagi
setiap muslim tanpa
terkecuali untuk mensucikan
diri, dan sifat dari zakat fitrah untuk kebutuhan konsumtif. Sedangkan
zakat mal yang bertujuan
untuk mensucikan harta
maka sifat dari
zakat ini untuk kepentingan
produktif, untuk menyokong
pengembangan harta para mustahiq
terutama fakir miskin.
Untuk dapat
melakukan pendayagunaan dana
zakat mal maka penyalurannya diprioritaskan untuk
kepentingan yang bersifat produktif. Sebagai upaya mewujudkan
produktifitas dalam pengelolaan dana
zakat, dana hasil
zakat dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan
kesejahteraan lahir batin
masyarakat. Dana tersebut
dapat digunakan untuk pembiayaan
bidang dan sarana ibadah, bidang
pendidikan Islam, kesehatan, layanan
sosial , dan pengembangan
ekonomi (Depag RI, 1996:195-196). Dari
berbagai bidang atau
program pengelolaan zakat secara
produktif di atas
untuk menentukan aplikasinya
harus memperhatikan kondisi sosial masyarakat. Di samping melihat
potensi daerah tertentu perlu
juga diperhatikan potensi
sumber daya masyarakatnya (mustahiq),
agar program-program yang
digulirkan mampu berjalan dengan
baik, sehingga pemberdayaan
harta zakat memang benar-benar
berpengaruh terhadap pemerataan
kesejahteraan bisa terwujud.
No comments:
Post a Comment