Thursday, February 26, 2015

BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG
 PROGRAM BUMI ( Bangkit Usaha Mandiri Sukabumi)
DENGNA KONSEP QORDUN HASAN DALAM UPAYA PENGETASAN KEMISKINAN
1.      Konsepsi Zakat
Kata  zakat  berasal  dari  kata  zaka  yang  mempunyai  pengertian berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan menurut lisan Arab, arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari segi bahasa  adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji  yang  semuanya  digunakan  dalam  Al  Qur`an  dan  Hadist.  Zakat dalam  istilah  fiqih  berarti  sejumlah  harta tertentu  yang  diwajibkan  Allah SWT  diserahkan  kepada  orang-orang  yang  berhak  (Qardawi,  1999:34).
Dinamakan zakat karena dapat mengembangkan, menyuburkan pahala dan menjauhkan harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya (Ash Shiddiqie, 1984:24).  Undang-undang  nomor  23  tahun  2011  pasal  ayat  3  Tentang Zakat,  menjelaskan  bahwa Zakat adalah  “harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan  usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam ”.
Berdasarkan  macamnya  zakat ada dua,  yaitu zakat mal atau zakat harta dan zakat fitrah.  Yang dimaksud dengan zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta seseorang  yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang  tertentu  setelah  dimiliki  selama  jangka  waktu  dan  jumlah minimal  tertentu.  Sedangkan  zakat  fitrah  adalah  pengeluaran  wajib  yang dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai    kelebihan dari  kebutuhan keluarga yang wajar pada malam dan siang  hari raya (Ali, 1988:39).  Zakat merupakan  sarana  mensucikan  jiwa  seseorang  dari  berbagai  kotoran  hati yang  salah  satunya  adalah  cinta  dunia.  Zakat  juga  berfungsi  untuk mensucikan  harta,  karena  syubhat  yang  sering  melekat  pada  waktu mendapatkannya  atau  mengembangkannya.  Penyucian  harta  tersebut adalah dengan mengeluarkan zakat  seperti yang telah ditegaskan dalam al Qur’an:
õè{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkŽÏj.tè?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgøn=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3yöNçl°;3ª!$#urììÏJyíOŠÎ=tæÇÊÉÌÈ
Artinya  :  “Ambillah  zakat  dari  sebagian  harta  mereka,  dengan  zakat  itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka” ( Q.S. at Taubah: 103).
Perintah tentang pelaksanaan zakat, tentu saja mempunyai berbagai alasan  atau  motif,  selain  beraspek  transenden-teologis,  juga  ada  maksud sosial  yaitu  pemerataan  kekayaan.  Karena  sesungguhnya  dalam  harta orang-orang kaya  ada  sebagian  yang  menjadi  hak  milik  fakir-miskin  dan hak tersebut harus diberikan kepada yang punya. Seperti firman  Allah:
ÏN$t«sù#sŒ4n1öà)ø9$#¼çm¤)ymtûüÅ3ó¡ÏJø9$#urtûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#4y7Ï9ºsŒ×ŽöyzšúïÏ%©#Ïj9tbr߃̍ãƒtmô_ur«!$#(y7Í´¯»s9'ré&urãNèdtbqßsÎ=øÿßJø9$#ÇÌÑÈ
Artinya:  “Maka  berikanlah  kepada  Kerabat  yang  terdekat  akan  haknya, demikian  (pula)  kepada  fakir miskin  dan  orang-orang  yang  dalam perjalanan.” (Q.S ar Rum: 38)
Jadi,  dalam  memaknai  zakat  tidak  hanya  semata-mata mengeluarkan  harta  untuk  ritual  kosong  tanpa  makna,  akan  tetapi  ada tujuan besar yaitu untuk  melaksanakan kewajiban atau perintah dari Allah dan  memberikan  harta  yang  menjadi  hak  orang  lain  atau  mustahiq  demi terciptanya kehidupan yang sejahtera.


2.      Tujuan dan Hikmah Zakat
Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan Syawal tahun ke dua  Hijrah  Nabi  SAW,  kewajibannya  terjadi  setelah  kewajiban  puasa Ramadhan. Zakat mulai diwajibkan di Madinah karena masyarakat Islam sudah  mulai  terbentuk  dan  kewajiban  ini  dimaksudkan  untuk  membina masyarakat  muslim  yakni  sebagai  bukti  solidaritas  sosial.  Adapun  ketika umat  Islam  masih  berada  di  Makkah,  Allah  SWT  sudah  menegaskan dalam al Qur’an tentang pembelanjaan harta yang belum dinamakan zakat, tetapi  berupa  infaq  bagi  mereka  yang  mempunyai  kelebihan  harta  agar membantu bagi yang kekurangan (Mas’ud, 2005:39).
Pada  masa  khalifah  Abu  Bakar,  mereka  yang  terkena  kewajiban membayar  zakat  tetapi  enggan  melakukannya  diperangi  dan  ditumpas karena dianggap memberontak pada hukum agama. Hal ini  menunjukkan betapa zakat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar -tawar (Depag RI, 1996:176).  Di jaman  Umar  bin Abdul Aziz, salah satu khalifah masa pemerintahan  Bani  Umayyah  berhasil  memanfaatkan  potensi  zakat. Sedekah  dan  zakat  didistribusikan  dengan  cara  yang  benar  hingga kemiskinan tidak ada  lagi dizamannya, tidak ada  lagi orang  yang  berhak menerima zakat ataupun sedekah. Sebagai  salah  satu  rukun  Islam,  zakat  mempunyai  tujuan  dan hikmah sebagai berikut:
1.      Tujuan Zakat
Setiap  segala  ajaran  agama  Islam  pasti  mempunyai  sebuah tujuan, di antara tujuan-tujuan zakat adalah sebagai berikut:
a.       Membantu,  mengurangi  dan  mengangkat  kaum  fakir  miskin  dari kesulitan hidup dan penderitaan mereka
b.      Membantu  memecahkan  permasalahan  yang  dihadapi  oleh  para mustahiq zakat
c.       Membinan dan merentangkan tali solidaritas sesama umat manusia
d.      Mengimbangi ideologi kapitalisme dan komunisme
e.       Menghilangkan  sifat  bakhil  dan  loba  pemilik  kekayaan  dan penguasaaan modal
f.       Menghindarkan  penumpukan  kekayaan  perseorangan  yang dikumpulkan di atas penderitaan orang lain
g.      Mencegah  jurang  pemisah  kaya  miskin  yang  dapat  menimbulkan kejahatan social
h.      Mengembangkan tanggungjawab perseorangan terhadap kepentingan masyarakat dan kepentingan umum
i.        Mendidik  untuk  melaksanakan  disiplin  dan  loyalitas  seorang  untuk menjalankan kewajibannya dan menyerahkan hak orang lain  (Depag RI, 1996: 183).
2.      Hikmah Zakat
Dalam  melaksanakan  zakat  sebenaryna  banyak  sekali  hikmah dan  makna  yang  terkandung  di  dalamnya.  Menurut  Al-Ghazali (1994:66)  ada  tiga  makna  yang  dapat  dipetik  dalam  melaksanakan zakat, yaitu:
a.       Pengucapan dua kalimat syahadat Pengucapan  dua  kalimat  syahadat  merupakan langkah  yang mengikatkan  diri  seseorang  dengan  tauhid  disamping penyaksian  diri  tentang  keesaan  Allah.  Tauhid  yang  hanya dalam  bentuk  ucapan  lisan,  nilainya  kecil  sekali.  Maka  untuk menguji  tingkat  tauhid  seseorang  ialah  dengan  memerintahkan meninggalkan sesuatu yang juga dia cintai. Untuk itulah mereka diminta  untuk  mengorbankan  harta  yang  menjadi  kecintaan mereka.  Sebagaimana  dalam  firman  Allah  dalam  surat  At Taubah ayat 111 yaitu:
*¨bÎ)©!$#3uŽtIô©$#šÆÏBšúüÏZÏB÷sßJø9$#óOßg|¡àÿRr&Nçlm;ºuqøBr&ur cr'Î/ÞOßgs9sp¨Yyfø9$#4šcqè=ÏG»s)ãƒÎûÈ@Î6y«!$#tbqè=çGø)uŠsùšcqè=tFø)ãƒur(#´ôãurÏmøn=tã$y)ymÎûÏp1uöq­G9$#È@ÅgUM}$#urÉb#uäöà)ø9$#ur4ô`tBur4nû÷rr&¾ÍnÏôgyèÎ/šÆÏB«!$#4(#rçŽÅ³ö6tFó$$sùãNä3Ïèøu;Î/Ï%©!$#Läê÷ètƒ$t/¾ÏmÎ/4šÏ9ºsŒuruqèdãöqxÿø9$#ÞOŠÏàyèø9$#ÇÊÊÊÈ
Artinya “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar”.

b.      Mensucikan diri dari sifat kebakhilan
Zakat  merupakan  perbuatan  yang  mensucikan  pelakunya  dari kejahatan  sifat  bakhil  yang  membinasakan.  Penyucian  yang timbul darinya adalah sekedar banyak atau sedikitnya uang yang telah  dinafkahkan  dan  sekedar  besar  atau  kecilnya kegembiraannya ketika mengeluarkannya dijalan Allah.
c.       Mensyukuri nikmat
Tanpa  manusia  sadari  sebenarnya  telah  banyak  sekali  nikmat diberikan  Allah  kepada  manusia,  salah  satunya  adalah  nikmat harta.  Dengan  zakat inilah  merupakan  salah  satu  cara  manusia untuk  menunjukkan  rasa  syukurnya  kepada  Allh  SWT.  Karena tidak  semua  orang  mendapatkan  nikmat  harta.  Disamping mereka  yang  hidup  dalam  limpahan  harta  yang berlebihan  ada juga mereka yang hidup dalam kekurangan.
Dari  ketiga  makna  yang  terkandung  dalam  kewajiban  zakat tersebut  dapat  di ketahui  betapa  pentingnya  kedudukan  zakat. Sebagaimana  diketahui,  bahwa  manusia  mempunyai  sifat  yang  sangat mencintai  kehidupan  dunia.  Dengan  adanya  kewajiban  zakat  tersebut,manusia  diuji  tingkat  keimanannya  kepada  Allah  SWT,  dengan menyisihkan  sebagian  dari  harta  kekayaan  mereka  menurut  ketentuan tertentu.  Tingkat  keikhlasan  manusia  dalam  melaksanakan  kewajiban zakat  dapat  menunjukkan  tingkat  keimanan  seseorang.  Selain  itu, dengan kewajiban zakat manusia dilatih untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.
Di  samping  hikmah  di  atas,  ada  beberapa  hikmah  lain  dalam melaksanakan zakat, di antaraanya adalah:
a.       Mensyukuri  nikmat  Allah,  meningkatsuburkan  harta  dan  pahala serta membersihkan diri dari kotoran, kikir dan dosa
b.      Melindungi  masyarakat  dari  bahaya  kemiskinan  dan  kemelaratan dengan segala akibatnya
c.       Menerangi dan mengatasi kefakiran yang menjadi sumber kejahilan
d.      Membina  dan  mengembangkan  stabilitas  sosial,  ekonomi, pendidikan dan lainnya
e.       Mewujudkan rasa solidaritas dan belah kasih
f.       Merupakan menifestasi kegotongroyongan dan tolong-menolong.


3.      Harta Yang Wajib Dizakati, Kadar dan Syarat-Syaratnya
1.      Harta Yang Wajib Zakat dan Kadarnya
Pada  hakikatnya,  semua  yang  dihasilkan  dari  usaha  seorang muslim,  apapun sumbernya, pasti ada  hak dari  sebagian  harta tersebut yang harus diberikan kepada kaum yang membutuhkan, dalam arti harta itu  harus  dike luarkan  zakatnya  ,  tetapi  disisi  lain  juga  ada  harta  yang tidak  terkena  atau  wajib  zaka.  Pada  umumnya  harta  yang  harus dikelurkan  zakatnya  ada  lima  jenis,  yaitu  emas  dan  perak,  barang tambang  dan  barang  temuan,  harta  perdagangan,  tanaman  dan  buahbuahan,  dan  binatang  ternak  yaitu  unta,  sapi  dan  kambing  (Zuhayly, 1995:126).
a.       Zakat Emas dan Perak
Para  fuqoha  sepakat  bahwa  emas  dan  perak  wajibdikeluarkan  zakatnya,  baik  yang  berupa  potongan,  yang  dicetak ataupun  yang  berbentuk  bejana.  Bahkan  dalam  mazhab  Hanafi,mengharuskan  zakat  kepada  perhiasan  yang  terbuat  dari  bahan tersebut  (Zuhayly,  1995:126).  Berbeda  dengan  Hanafi,  Jika  perak dan  emas  digunakan  sebagai  perhiasan  yang  diperbolehkan, keduanya  tidak  wajib  dizakati  menurut  Imam  Syafi’i  (al  Mawardi, 2007:213).
Adapun  nisab  zakat  emas  adalah  200  dinar,  atau  menurut jumhur  ukuran  emas  tersebut  sama  dengan  91  gram.  Sedangkan nisab  perak  adalah  200  dirham  yang  kira-kira,  menurut  mazhab Hanafi,  sama  dengan  700  gram  perak,  dan  menurut  jumhur  ulama adalah 643 gram. Sedangkan zakat uang disesuaikan dengan  nisab emas dan disesuaikan dengan nilai tukar yang ada.   Kadar zakat yang harus  dikeluarkan  dari  emas  dan  perak  adalah  2,5  %.  Dengan demikian,  jika  seseorang  memiliki  nisab  itu  dalam  waktu  setahun, maka  ia  wajib  mengeluarkan  zakatnya  (Zuhayly,  1995:127).Untuk penetapan  nisab  emas  terdapat  berbagai  pandangan.  Ada  yang berpendapat  85  gram,  91  gram,  93,6  gram,  94  gram  dan  96  gram. Hal  ini  karena  disebabkan  ketidaksamaan  dalam  mengkonversi  alat ukur  yang  dipergunakan  dari  masa  lalu  dan  sekarang  (Mas’ud, 2005:46)
b.      Zakat Barang Tambang
Ada  beberapa  hal  yang  diperselisihkan  oleh  para  fuqaha, yaitu makna barang tambang  atau  ma’din, barang temuan atau rikaz, atau  harta  simpanan  atau  kanz.  Zakat  yang  mesti  dikeluarkan  dari harta tambang menurut mazhab Hanafi dan maliki adalah seperlima atau  khumus, sedangkan  menurut  mazhab Syafi’i  dan  Hanbali sebanyak  seperempat  puluh  (2,5%). Barang  tambang  menurut mazhab  Maliki  dan  Syafi’i  adalah  emas  dan  perak  sedangkan menurut mazhab Hanafi, barang tambang adalah setiap yang dicetak dengan  menggunakan  api.  Adapun  mazhab  Hanbali  berpendapat bahwa  yang  dimaksud  dengan  barang  tambang  adalah  semua  jenis tambang, baik yang berbentuk padat maupun cair.
c.       Zakat Harta Terpendam
Harta  terpendam   adalah  harta  yang  ditemukan  terpendam sejak  zaman  jahiliyah  di  lahan  kosong  atau  jalanan.  Harta  tersebut menjadi milik penemunya dan besar zakatnya adalah 20%. Apa saja yang  ditemukan  di  tanah  milik  seseorang,  maka  barang  temuan tersebut  menjadi  milik  pemilik  tanah  dan  penemunya  tidak  punya hak  di  dalamnya.  Ada  pun  barang  yang  ditemukan  sesudah  zaman Islam,  baik  terpendam  atau  tidak  maka  namanya  adalah  luqatah(barang  temuan).  Luqatah  tersebut  harus  diumumkan  selama setahun.  Jika  pemiliknya  datang  penemunya  harus  menyerahkan barang tersebut kepada pemiliknya. Jika tidak ada seorangpun yang datang  kepadanya  pemiliknya  berhak  memilikinya  dengan  jaminan ia  menggantinya  jika  suatu  saat  pemiliknya  datang  kepadanya  (al Mawardi, 2007:214)

d.      Zakat Harta Perdagangan
Harta perdagangan adalah semua aset  dari benda-benda yang diperjual-belikan,  termasuk  rumah  yang  diperjual  oleh  pemiliknya. Besar zakat  yang dikeluarkan adalah 2,5% dari  jumlah keseluruhan harta dagangan yang dimiliki.  Dalil mengenai kewajiban zakat harta perdagangan tercantum dalam al qur’an, yaitu:
$ygƒr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä(#qà)ÏÿRr&`ÏBÏM»t6ÍhŠsÛ$tBóOçFö;|¡Ÿ2!$£JÏBur$oYô_t÷zr&Nä3s9z`ÏiBÇÚöF{$#(Ÿwur(#qßJ£Jus?y]ŠÎ7yø9$#çm÷ZÏBtbqà)ÏÿYè?NçGó¡s9urÏmƒÉÏ{$t«Î/HwÎ)br&(#qàÒÏJøóè?ÏmÏù4(#þqßJn=ôã$#ur¨br&©!$#;ÓÍ_xîîŠÏJymÇËÏÐÈ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Q.S.  al  Baqarah: 267)
Sebelum  mengeluarkan  harta  perdangan  harus  memenuhi beberapa  syarat,  yang  menurut  jumhur  ulama,  ada  3  (tiga)  syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
a.       Nisab  harta perdagangan  harus telah  mencapai  nisab  senilai 94 gram  emas.  Harga tersebut  disesuaikan  dengan  harga  yang berlaku di setiap daerah. 
b.      Harta dagang  harus telah mencapai haul,  yaitu satu tahun  sejak dimilikinya  harta  tersebut.  Jadi,  zakat  barang  dagang dikeluarkan setiap tutup buku setelah perdagangan berjalan satu tahun.
c.       Niat  melakukan  perdagangan  saat  membeli  barang-barang dagangan.  Pemilik  barang  harus  berniat  berdagang  ketikamembelinya. Adapun  jika  niat dilakukan setelah harta dimiliki, niatnya harus dilakukan ketika kegiatan perdagangan dimulai.
d.      Zakat Profesi
Zakat  profesi  itu  bisa  dilaksanakan  setahun  sekali  atau sebulan  sekali,  atau  berapa  bulan  sekali.  Yang  jelas,  bila  ditotal setahun  besar  zakat  yang  dikeluarkan  harus  sama.  Namun  zakat tersebut  wajib  dikeluarkan  jika  penghasilannya,  ditotal  selama setahun  setelah  dikurangi  kebutuhan-kebutuhannya  selama  setahun melebihi nisab. dengan  ketentuan nisab setara dengan  84  gram emas 24  karat,  dan  kadar  zakatnya  sebesar  2,5%.  Jika  tidak  mencapai nishab,  tidak  wajib  untuk  dizakati. (Hafidhuddin,  2002  :94)  Semua penghasilan  melalui  kegiatan  profesional  tersebut,  apabila  telah mencapai  nisab,  maka  wajib  dikeluarkan  zakatnya.  Hal  ini berdasarkan  nash-nash  yang  bersifat  umum,  misalnya  firman  Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 267 yang sudah disebutkan di atas.
e.       Zakat Tanaman dan Buah-buahan
Pada  dasarnya,  zakat  ini  diwajibkan  berdasarkan  dalil  dari alqur’an,  sunnah,  ijma’  dan  akal.  Dalil  yang  diambil  dari  alqur’an diantara, yaitu :
*uqèdurüÏ%©!$#r't±Sr&;M»¨Yy_;M»x©rá÷è¨BuŽöxîur;M»x©râ÷êtBŸ@÷¨Z9$#urtíö¨9$#ur$¸ÿÎ=tFøƒèC¼ã&é#à2é&šcqçG÷ƒ¨9$#uršc$¨B9$#ur$\kÈ:»t±tFãBuŽöxîur7mÎ7»t±tFãB4(#qè=à2`ÏBÿ¾Ín̍yJrO!#sŒÎ)tyJøOr&(#qè?#uäur¼çm¤)ymuQöqtƒ¾ÍnÏŠ$|Áym(Ÿwur(#þqèùÎŽô£è@4¼çm¯RÎ)Ÿw=ÏtäšúüÏùÎŽô£ßJø9$#ÇÊÍÊÈ
Artinya, “dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (Q.S. Al An’am; 141)
Juga  dijelaskan  lagi  dalam  surat  al  Baqarah  ayat  267  yang berbunyi:
$ygƒr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä(#qà)ÏÿRr&`ÏBÏM»t6ÍhŠsÛ$tBóOçFö;|¡Ÿ2!$£JÏBur$oYô_t÷zr&Nä3s9z`ÏiBÇÚöF{$#(Ÿwur(#qßJ£Jus?y]ŠÎ7yø9$#çm÷ZÏBtbqà)ÏÿYè?NçGó¡s9urÏmƒÉÏ{$t«Î/HwÎ)br&(#qàÒÏJøóè?ÏmÏù4(#þqßJn=ôã$#ur¨br&©!$#;ÓÍ_xîîŠÏJymÇËÏÐÈ
Artinya,”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.(Q.S al Baqarah: 267)
Mengenai  zakat  tanaman  yang  tumbuh  dari  tanah,  parafuqaha  mempunyai  dua  pendapat.  Pendapat  yang  pertama menyatakan  bahwa  tanaman  yang  wajib  dikeluarkan  zakatnya mencakup  semua  jenis  tanaman.  Sedangkan  pendapat  kedua menyatakan  bahwa  tanaman  yang  wajib  dizakati  adalah  khusus tanaman  yang  berupa  makanan  yang  mengenyangkan  dan  bisa disimpan.  Nisab  zakat  tanaman  adalah  1350  kg  gabah  atau  750  kg beras.  Kadar  zakatnya  adalah  5%  jika  pengairannya  atas  usaha penanam  dan  10%  jika pengairanya  berasal  dari  hujan  tanpa  usaha penanam.
f.       Zakat Hewan atau Binatang Ternak
Zakat  dikenakan  atas  binatang-binatang  ternak  seperti  unta, sapi dan domba (kambing).  Abu Hanifah  berbeda pendapat dengan Syafi’i  dan  Maliki  dengan  menambahkan  kewajiban  zakat  pada kuda.  Sedangkan  Syafi’i  dan  Maliki  tidak  mewajibkan  kecuali  jika kuda itu diperdagangkan.Secara  umum  pembagian  zakat  binatang  ternak  penulis gambarkan dalam tabel berikut:
1)      Unta,  ketentuan  nishob  dan  besarnya  zakat  yang  harusdibayar penulis gambarkan dalam tabel 2.1:
Tabel 2.1 Ketentuan Zakat Unta
Nisab (ekor)  Zakatnya  Umur (tahun)




Tabel 2.1 Ketentuan Zakat Unta
Nisab (ekor)
Zakatnya
Umur (Tahun)
5–9
1 kambing

10–14
2 kambing
2
15 – 19
3 kambing
2
20 – 24
4 kambing
2
25 – 35
1 unta
1
36 – 45
1 unta
2
46 -60
1 unta
3
61–75
1 unta
4
76-90
1 unta

91-120
1 unta

121-
3 unta

Sumber: data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:233-234)

2)      Sapi atau kerbau, ketentuan nishob dan besarnya zakat yang harus dibayar penulis gambarkan dalam tabel 2.2:
Tabel 2.2 Ketentuan Zakat Sapi atau Kerbau
Nisab (ekor)
Zakatnya
Umur (Tahun)
30-39
1 sapi
1
40-59
1 sapi
2
60-69
2 sapi
1
70-79
2 sapi
1dan 2
80-89
2 sapi
2
90-99
3 sapi
1
100-
3 sapi
Dua ekor 1 dan satu dua
Sumber: data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:240-241)
3)      Kambing atau domba,  ketentuan nishob dan besarnya zakat yang harus dibayar penulis gambarkan dalam tabel 2.3:



Tabel 2.3 Ketentuan Zakat Kambing
Nisab (ekor)
Zakatnya
Umur (Tahun)
40-120
1 Kambing
2
121-200
2Kambing
2
201-399
3 Kambing
2
400-
4 Kambing
2
Sumber: data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:243)
Setelah  lebih  dari  400  ekor  zakatnya  dihitung  tiap  100ekor adalah 1 kambing berumur 2 tahun.
3.      Syarat-syarat Harta Yang Wajab Dizakati
Terhadap  harta  yang  wajib  dizakati,  terdapat  beberapa  syarat yang  harus  dipenuhi  sebelum  diambil  zakatnya.  Syarat -syarat  tersebutyaitu meliputi:
a.       Milik penuh
Harta tersebut harus berada dalam kontrol dan kekuasaannya secara  penuh  dan  dapat  diambil  maanfaatnya  secara  penuh,  serta didapatkan  melalui  proses  pemilikan  yang  halal,  seperti:  usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain serta cara-cara lain yang sah. Sedang untuk harta yang diperoleh dengan proses haram, maka harta tersebut tidak wajib untuk dizakati, sebab harta tersebut harus dikembalikan kepada yang berhak.
b.      Berkembang
Harta tersebut merupakan harta yang dapat berkembang atau bertambah apabila diusahakan.
c.       Mencapai Nisab
Artinya  adalah  harta  tersebut  telah  mencapai  batas  minimal dari  harta  yang  wajib  dizakati.  Sedangkan  untuk  harta  yang  belum mencapai nishab terbebas dari zakat.
d.      Lebih dari Kebutuhan Pokok
Artinya  adalah  apabila  harta  tersebut  lebih  dari  kebutuhan yang  diperlukan  untuk  memenuhi  kebutuhan  minimal  si  pemilik harta  untuk  kelangsungan  hidupnya.  Kebutuhan  tersebut  meliputi kebutuhan primer, misalnya, pangan, sandang, dan papan.


e.       Bebas Dari Hutang 
Orang  yang  mempunyai  hutang  yang  besarnya  sama  atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada saat yang bersamaan, maka harta tersebut tidak wajib zakat.
f.       Mancapai Haul
Artinya  adalah  bahwa  harta  tersebut  telah  mencapai  batas waktu bagi harta yang wajib dizakati, yaitu telah mencapai masa satu tahun.  Haul  hanya  berlaku  bagi  harta  berupa  binatang ternak,  harta perniagaan  serta  harta  simpanan.  Sedangkan  untuk  hasil  pertanian, buah-buahan  dan  rikaz  (barang  temuan)  tidak  ada  haulnya  (Ahmad Husnan, 1996:38)
4.      Distribusi Zakat
Dalam  al  Qur’an  telah  dijelaskan,  bahwa  zakat  harus didistribusikan hanya untuk delapan golongan orang, seperti  firman Allah yang  berbunyi :
*$yJ¯RÎ)àM»s%y¢Á9$#Ïä!#ts)àÿù=Ï9ÈûüÅ3»|¡yJø9$#urtû,Î#ÏJ»yèø9$#ur$pköŽn=tæÏpxÿ©9xsßJø9$#uröNåkæ5qè=è%ÎûurÉ>$s%Ìh9$#tûüÏB̍»tóø9$#urÎûurÈ@Î6y«!$#Èûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#(ZpŸÒƒÌsùšÆÏiB«!$#3ª!$#uríOŠÎ=tæÒOÅ6ymÇÏÉÈ
Artinya,” Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. at Taubah: 60)
Secara  umum,  pesan  pokok  dalam  ayat  tersebut,  adalah  mereka yang  secara  ekonomi  kekurangan.  Kecuali  amil  dan  muallaf  yang  sangat mungkin secara ekonomi berada dalam keadaan kecukupan. Karena itu, didalam  pendistribusiannya,  hendaknya  mengedepankan  upaya  merubah  mereka  yang  memang  membutuhkan,  sehingga  setelah  menerima  zakat, dalam periode tertentu berubah menjadi pembayar zakat.
Umar  bin  Khattab  berpendapat,  bisa  saja  zakat  dibagikan  kepada salah seorang mustahik saja, ataupun dibagi secara rata. Namun yang  perlu dipertimbangkan  adalah  bahwa  tujuan  zakat  adalah  menjadikan  mereka tidak  lagi  sebagai  penerima  zakat,  tetapi  berubah  menjadi  muzakki. Dengan demikian, distribusi zakat dapat didasarkan kepada skala prioritas dan kebutuhan sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar.Distribusi  zakat,  menurut  mazhab  Syafi’i  tidak  membolehkan pembayaran  zakat  hanya  dalam  satu  kelompok  saja  karena  berpega ng teguh  pada  ayat   al  Qur’an  surat  at  Taubah  ayat  60.  Sedangkan  menurut Hanafi,  Maliki,  dan  Hanbali  seperti  halnya  Umar  bin  Khattab,membolehkan  pembagian zakat  hanya kepada satu kelompok saja, bahkan mazhab Maliki menyatakan bahwa memberikan zakat kepada orang yang sangat  membutuhkan  dibandingkan  kelompok  yang  lainnya  adalah  sunat (Zuhayly, 1995:279).
Berikut  akan  sedikit  dijelaskan  mengenai  siapa  saja  delapan  kelompok yang dimaksud mendapatkan zakat.
1.      Orang fakir (fuqara’)
Pengertian  orang  fakir  adalah  orang  yang  tidak  memiliki  harta benda  dan  pekerjaan  yang  mampu  mencukupi  kebutuhannya  seharihari.  Mungkin  saja  apa  yang  dihasilkan  darinya  untuk  makan  saja kurang.  Secara  sederhana  di  Indonesia  khususnya  Jawa  tengah,  yang termasuk  orang-orang  fakir  menurut  penulis  adalah  orang-orang  yang berpenghasilan kurang dari Rp. 10.000,-.
2.      Orang miskin (masakin)
Pengertian  yang  biasa  dipahami  dari  orang  miskin  adalah  orang yang mempunyai pekerjaan  halal  tetapi hasilnya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri  dan  orang yang ditanggungnya  (Mahfud, : 2003,145).  Menurut  penulis  orang  miskin  saat  ini  adalah  orang-orang yang berpenghasilan di atas Rp. 10.000,- dan dibawah Rp. 20.000,-.
3.      Panitia zakat (amil)
Panitia zakat adalah orang  yang  bertugas untuk memungut harta zakat dan membagikannya kepada mustahik zakat.
4.      Mu’allaf yang perlu ditundukkan hatinya
Yang  dapat  dikatakan  kelompok  ini  adalah  orang-orang  yang lemah niatnya untuk memasuki  Islam . Mereka diberi bagian dari zakat dengan  maksud  keyakinan  untuk  memeluk  Islam  dapat  menjadi  lebih kuat.
5.      Para budak
Budak yang dimaksud para ulama adalah para budak muslim yang telah  membuat  perjanjian  dengan  tuannya  untuk  dimerdekakan  dan tidak  memiliki  uang  untuk  membayar  tebusan  atas  mereka.  Tetapi  di zaman sekarang para budak sudah tidak ada.
6.      Orang yang memiliki hutang
Yang  dimaksud  dari  kelompok  ini  adalah  orang  yang  memiliki hutang  bukan  untuk  dirinya  sendiri  melainkan  orang  yang  memiliki hutang untuk kepentingan orang banyak.
7.      Sabilillah
Jumhur  ulama’  berpendapat,  maksud  sabilillah  adalah  orangorang yang  kelompok ini adalah orang yang berangkat perang di jalan Allah  dan  tidak  mendapat  gaji  dari  pemerintah  atau  komando militernya.  Makna  sabilillah  mempunyai  cakupan  yang  luas, pemaknaan  tersebut  tergantung  pada  sosio  kondisi  dan  kebutuhan waktu. Dapat dimasukkan ke dalam golongan ini seperti orang sholeh, pengajar keagamaan, dana pendidikan, dana pengobatan, dan lain-lain.
8.      Ibnu sabil
Yang  dimaksud  adalah  orang  yang  melakukan  perjalanan  untuk melaksanakan sesuatu dengan maksud baik dan diperkirakan tidak akan mencapai tujuannya jika tidak dibantu.  Dalam konteks sekarang makna ibnu  sabil bisa sangat artinya, termasuk di dalamnya adalah anak-anak yang  putus  sekolah  dan  anak-anak  yang  tidak  punya  biaya  untuk mengenyam pendidikan yang layak.
Di samping  penjelasan delapan asnaf tersebut di atas, ada beberapa ketentuan khusus sebagai berikut:
1.      Pengaturan bagi fakir miskin
Bila  hasil  pengumpulan  zakat  cukup  banyak,  seharusnya  pembagian untuk para fakir miskin (yang biasa berdagang) diberi modal berdagang yang  besarnya  diperkirakan  keuntungannya  cukup  guna  biaya  hidup, agar sekali diberi untuk selamanya.
2.      Zakat kepada sanak kerabat
Memberikan  zakat  kepada  sanak  kerabat  demikian  baiknya,  karena selain  memberi,  akan  berarti  juga  merapatkan  persaudaraan (silaturahim).  Adapun  yang  dimaksud  sanak  kerabat  itu  misalnya saudara  laki-laki  atau  perempuan,  paman,  bibi,  dan  lain-lain,  asal mereka termasuk mustahiq.
3.      Zakat kepada pencari ilmu
Pemberian zakat kepada para pelajar dan mahasiswa itu boleh, terutama jika  yang  dipelajari  itu  ilmu-ilmu  yang  diperlukan  oleh  agama,  dan mereka karena belajar itu tidak berkesempatan mencari nafkah.
4.      Zakat kepada suami yang fakir
Seorang  istri  yang  memiliki  kekayaan  berupa  barang  yang  wajib dizakati dan barang itu telah cukub senisab, maka ia boleh memberikan zakatnya kepada suaminya asal suami itu termasuk golongan mustahiq dan  zakat  yang  diterimanya  tidak  akan  dijadikan  nafkah  kepada isterinya.
5.      Zakat kepada orang soleh
Diutamakan zakat diberikan kepada ahli ilmu dan orang yang baik adab kesopanannya.  Orang  yang  bila  diberi  zakat  akan  dipergunakan  untuk maksiat,  maka  orang  semacam  itu  jangan  diberi  zakat  (Depag  RI, 1996:126-129).Selain  orang-orang  yang  berhak  menerima  zakat,  ada  pula beberapa  orang  atau  kelompok  yang  tidak  boleh  mendapat  pembagian zakat, yaitu :
1.      Keturunan Nabi
2.      Keluarga muzakki  yang meliputi anak dan istri.
3.       Orang Kafir.
Dalam  pendistribusian  dana  hasil  zakat  untuk  usaha  ada  dua pendapat ulama’, kedua pendapat tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Zakat, atau sebagian zakat tidak boleh ditasarufkan  atau didistribusikanuntuk kepentingan kemaslahatan umum lain. Namun  ada pendapat  yang dikutip dari tafsir al Khazin oleh Imam Qaffal yang  menyatakan bolehLTN NU Jatim, 2007:382).
2.      Pengelola zakat tidak diperbolehkan untuk mengelola  (dijadikan modal usaha)  harta  zakat   yang  telah  diperoleh  sehingga  menyampaikan kepada  fakir  miskin  yang  berhak.  Hal  ini  karena  fakir  miskin  sebagai pihak  yang  cakap  tidak  memberikan  kewenangan  kepada  panitia, sehingga  mereka  tidak  diperbolehkan  mengelola  harta  tanpa  izin  para fakir  miskin  tersebut  (LTN  NU  Jatim,  2007:383).  Dari  pendapat  ini sebenarnya zakat dikelola untuk modal usaha sebenarnya diperbolehkan dengan catatan diizinkan oleh para mustahiq.Pada  praktek  pendistribusian  dana  zakat  telah  dilakukan  berbagai terobosan dalam berbagai bidang. Di Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang kabupaten  Semarang,  dana  hasil  zakat  didistribusikan  dalam  berbagai bidang yaitu untuk beasiswa pendidikan dan kegiatan-kegiatan keagamaan masyarakat  (Sigit  Purnomo,  2006:56).  Selain  itu  di  Kota  Salatiga  dana zakat  dikelola  oleh  BAZIS  kota  Salatiga  didistribusikan  untuk  bidang pengembangan  usaha  kecil  dan  menengah  (UKM)  dan  peternakan  lembu(Catur Dyah Handayani, 2006:62).
5.      Islam dan Problematika Kemiskinan
Kemiskinan  adalah  keadaan  penghidupan  di  mana  orang  tidak amapu  memenuhi  kebutuhan  dasar.  Zakiyah  Darajat  mendefinisikan kemiskinan  bahwa  orang  yang  tidak  cukup  penghidupannya  dan  dalam kekurangan.  Bambang  Sudibyo  mengukur  ketetapan  miskin  dengan memakai standar nisab zakat (Mas’ud, 2005:70). Akan tetapi yang terjadi di  dalam  masyarakat  tidak  jarang  adanya  perdebatan  dalam  kategorisasi seseorang  dikatakan  miskin,  hal  tersebut  karena  masyarakat  memandang bahwa kurang atau tidaknya pemenuhan sehari-hari itu bersifat relatif.
Sebagai  salah  satu  ukuran  kemiskinan  adalah  apa  bila  seseorang memiliki  harta  di  bawah  ukuran  nisab  zakat  maka  seseorang  tersebut digolongkan  miskin.  Penentuan  seseorang  atau  keluarga  dikategorikan miskin  berdasarkan  sampai  berapa  jauh  terpenuhinya  kebutuhan  pokok atau  konsumsi  nyata  yang  meliputi  pangan  sandang,  pemukiman, pendidikan  dan  kesehatan.  Kebutuhan  pokok  ini  dinyatakan  secara kuantutatif  (bentuk  uang)  berdasarkan  harga  tiap  tahunnya  (Mas’ud, 2005:71).  Ukuran  tersebut  di  atas  menurut  hemat  penulis  cukup  untuk dijadikan landasan penentuan kategorisasi miskin karena sudah mencakup kebutuhan-kebutuhan dasar seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Jika  ditinjau  dari  pendapatan,  kemiskinan  ada  dua  macam  yaitu kemiskinan relatif dan absolut. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat  antara  satu  tingkatan  pendapatan  dengan  tingkat  pendapatan lainnya,  sebagai  contohnya  seseorang  dalam  kelompok  masyarakat tertentu  dapat  digolongkan  kaya  akan  tetapi  dalam  kelompok  lain  dapat digolongkan miskin. Sedangkan kemiskinan absolut adalah suatu keadaan kemiskinan  yang  ditentukan  terlebih  dahulu  menetapkan  garis  tingkat pendapatan  di  atas  tingkat  pendapatan  minimum  tersebut  dikategorikan bukan orang miskin (Mas’ud, 2005:70).
Kemiskinan  jika  ditinjau  dari  penyebabnya  ada  dua  macam  yaitu sebab mental (kultural) dan struktural. Kemiskinan yang disebabkan oleh kultural  yaitu  kemiskinan  yang  disebabkan  oleh  budaya  seperti  malas, boros,  dan  lainnya.  Sedangkan  Kemiskinan  yang  disebabkan  struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh sistem pembangunan yang tidak adil dan diakibatkan oleh faktor-faktor ulah rekayasa manusia. 
Di Indonesia dari total penduduk yang berjumlah 240.000.000 jiwa, penduduk  yang tergolong  miskin  sebanyak  30.018.930  jiwa. Dari  jumlah penduduk  miskin  tersebut  sebanyak  11.046.750  jiwa  berdomisili  di  Kota dan yang berdomisili di Desa sebanyak 18.972.180 jiwa (BPSNAS, 2011), artinya  penduduk  miskin  di  Desa  lebih  banyak  dibandingkan  di  Kota dengan  perbandingan  63,2%  di  pedesaandan  dan  36,8%  di  Kota.  Secara umum  ada  beberapa  faktor  penyebab  terjadinya  kemiskinan  di  pedesaan, di antaranya adalah:
1.      Kurangnya pengembangan SDM
2.      Adanya  struktur  yang  menghambat  pengembangan  ekonomi  rakyat pedesaan
3.      Ketidakberuntungan kelompok masyarakat miskin pedesaan
4.      Ketimpangan distribusi pembangunan antara Kota dan Desa.
Kemiskinan,  dalam  Islam  menjadi  perhatian  serius.  Hal  tersebut terbukti dengan banyaknya ayat-ayat al qur’an yang memerintahkan untuk memberikan  makanan  kepada  orang-orang  yang  kelaparan  dan  saling mengingatkan untuk menolong fakir miskin. Begitu pentingnya menolong orang orang miskin, sehingga Allah menyatakan sebagai pendusta agama orang yang tidak mau memberi makan orang miskin, dengan Fifman-Nya:
|M÷ƒuäur&Ï%©!$#Ü>Éjs3ãƒÉúïÏe$!$$Î/ÇÊÈšÏ9ºxsùÏ%©!$#íßtƒzOŠÏKuŠø9$#ÇËÈŸwurÙçts4n?tãÏQ$yèsÛÈûüÅ3ó¡ÏJø9$#ÇÌÈ
Artinya:  “Tahukah kamu (orang) yang  mendustakan agama? Itulah orang yang  menghardik  anak  yatim,  dan  tidak  menganjurkan  memberi  Makan orang miskin” (Q.S. al Ma’un: 1-3)
Nabi  Muhammad  selalu  mengajarkan  kepada  umatnya  agar memberikan  bantuan  sosial  kepada  yang  membutuhkan.  Sebagai contohnya adalah ketika bani Nadir berpindah dan harta bendanya dimiliki oleh  umat  Islam  Rasululloh  membagikan  harta  tersebut  dengan  bagian yang  sama kepada kaum Muhajirin. Orang-orang Ansar  yang  miskin dan tidak  punya  sumberkehidupan  juga  diberi  harta  tersebut.  Rasululloh selanjutnya  berusaha  menyediakan  kebutuhan-kebutuhan  pokok  bagi setiap anggota masyarakat miskin dan cacat serta bagi yang tid ak mampu menyediakan  kebutuhan  pokok  bagi  dirinya  atau  keluarganya (Mas’ud,2005:82).
Islam  memerintahkan kepada umatnya agar  melawan kemiskinan.Di  samping  umat  Islam  diperintah  untuk  berjuang  merubah  diri  mereka sendiri  dengan bekerja keras,  juga diajarkan agar tanggap terhadap kondisi lingkungan sekitar  untuk memeratakan pendapatan dan kekayaan terutama bagi  masyarakat  pedesaan.  Sebagai  salah  satu  cara  untuk  mempersempit ketimpangan  ekonomi  dalam  masyarakat,  maka  umat  Islam  dianjurkan untuk bersodaqoh, berinfaq dan diwajibkan untuk berzakat.
F.Produktifitas Pengelolaan Zakat
Zakat  sebagai  manifesto  ajaran  Islam  yang  bertujuan  untuk mendistribusikan kekayaan umatnya,  menemukan  momentumnya  sebagai salah satu alternatif solusi. Dengan tujuan untuk merubah penerima zakat menjadi pemberi zakat,  Islam  sudah menawarkan nilai-nilai kebersamaan dalam  bermasyarakat, sekaligus  menjadi ciri  sebagai agama pembebasan,membebaskan umat dari kemiskinan.
Selama  ini,  peranan  zakat  dalam  mengentaskan  kemiskinan memang  belum  optimal,  hal  tersebut  disebabkan  karena  cara  pandang semua  pihak  baik  muzakki,  pengelola  dan  mustahiq,  dalam  mengelola harta  zakat  masih  berorientasi  konsumtif.  Akibatnya,  harta  hasil  zakat tersebut habis untuk dikonsumsi tanpa berpengaruh terhadap pe rmasalahan kemiskinan.  Demi  mewujudkan  zakat  sebagai  salah  satu  solusi pengentasan  kemiskinan  maka  perlu  adanya  perubahan  cara  pandang dalam  pengelolaan  harta  zakat  dari  konsumtif  menjadi  berorientasi produktif.
Orientasi  pengelolaan  zakat  secara  produktif  harus  dipahami bersama-sama secara menyeluruh oleh semua masyarakat (muzakki, amil dan mustahiq). Masyarakat harus memahami tujuan dari pengelolaan zakat produktif  yaitu  untuk  kesejahteraan  masyarakat,  seperti  yang  disebutkan dalam  pasal  3  UU  nomor  23  tahun  2011  bahwa  pengelolaan  zakat
bertujuan:
1.      Meningkatkan   efektivitas   dan   efisiensi     pelayanan  dalam pengelolaan zakat
2.      Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat yang produktif, dewasa ini  muncul  konsepsi  kontemporer tentang  permasalahan  zakat  yang  telah jauh  melampui  pendapat -pendapat  hukum  klasik,  terutama  menyangkut tiga hal pokok, yaitu:
1.      Pegembangan Obyek Zakat
Obyek  zakat  tidak  selalu  harus  sesuai  dengan  ketentuanketentuan  yang  telah  diterapkan  dalam  al  Qur’an  dan  Hadits,  maupun yang  dipersipkan  oleh  para  ulama  klasik  seperti,  emas  dan  perak, tanaman  dan  tumbuh-tumbuhan,  hewan  ternak  tertentu,  harta perniagaan, harta yang ditemukan dalam perut bumi (Mas’ud, 2005:90).Hal  tersebut  di  atas  menunjukkan  bahwa  perlu  adanya terobosan-terobosan  baru  dalam  menentukan  obyek  zakat.  Perluasan obyek  zakat  jika  mencermati kontekstual  lingkungan dan kedinamisan kehidupan  maka  akan  mengsilkan  objek  zakat  yang  sangat  luas, misalnya harta rikaz yang secara klasik dipahami hanya emas dan perak dapat dikembangkan pada batu mulia, permata, berlian dan sebagainya. Sebagai  contoh  lainnya dalam dunia profesi  misalnya, saat  ini  banyak sekali  profesi  yang  menghasilkan  uang  dalam  jumlah  besar,  misalnya para  pejabat  tinggi  negara,  pengusaha,  dokter,  pengacara  dan sebagainya. Melihat potensi perluasan objek zakat yang ada, maka dana zakat  akan  bisa  terkumpul  optimal  dan  bisa  melakukan  tindakan  atau aksi dalam mengentaskan kemiskinan.
2.      Kelembagaan Zakat
Dalam  rangka  mengoptimalkan  pendapatan  dana  zakat  perlu pengelolaan yang berkualitas, untuk itu perlu adanya badan atau panitia yang  mengelola  zakat  (amil).  Untuk  membentuk  sebuah  lembaga  atau panitia amil zakat yang  berkualitas paling tidak ada tiga hal yang harus dipenuhi.
a.       Amanah
Lembaga  atau  panitia  pengelola  (amil)  zakat  harus  amanah (dapat  dipercaya).
Perlu  adanya  sistem  akuntansi  keuangan,  untuk mengetahui  akan  ke  mana  uang  zakat  tersebut  mengalir.  Sehingga nantinya  diharapkan  tumbuhnya  kesadaran  dan  kepercayaan masyarakat  (muzakki)  untuk  menunaikan  zakat  melalui  lembaga amil zakat.
b.      Fatonah
Di samping sebuah lembaga pengelola zakat dapat dipercaya, juga  harus  fatonah  (profesional).  Lembaga  tersebut  harus  dike lola oleh orang-orang yang punya dedikasi tinggi dan profesional dalam bidangnya, sehingga lembaga tersebut berjalan secara terus menerus dan  mampu  menelorkan  dan  mengawal  program-program  yang  ada dengan baik.
c.       Transparan
Sebagaiman  diketahui  dana  zakat  adalah  dana  yang dikumpulkan  dari  masyarakat  (publik)  untuk  disalurkan  kepada kepada masyarakat, atau dana yang dikumpulkan dari muzakki oleh suatu  instansi  yang  akan  diserahkan  kepada  para  mustahiq.  Karena dana tersebut berasal dari dana publik, maka dengan demikian publik harus tahu kemana dana tersebut disalurkan dan dimanfaatkan.
Zaman  semakin  maju  dan  keterbukaan  tidak  bisa  dielakkan lagi  apalagi  hal-hal  yang  berkaitan  dengan  kepentingan  publik termasuk zakat. Dengan dituntut adanya keterbukaan maka lembagalembaga  pengelola  zakat  harus  bersifat  terbuka  dan  dapat dipertanggungjawabkan.  Sifat  keterbukaan  ini  penting  agar  para muzakki mengetahui kemana distribusi dan pemanfaatan harta zakat mereka.
Sebagai  wujud  keterbukaan  atas  dana  zakat  yang  dikelola, lembaga-lembaga pengelola zakat dapat memberikan laporan secara langsung  kepada  masyarakat  atau  memanfaatka  teknologi. Pemanfaatan  tekhnologi  sangat  penting  karena  transparansi  dapat diakses oleh publik secara luas (Mas’ud, 2005:97)
3.      Pendayagunaan Zakat
Secara  umum  terdapat  dua  pendapat  masalah  pendayagunaan dana  zakat.  Pertama,  bahwa  zakat  lebih  bersifat  konsumtif  dan disalurkan  secara  langsung  kepada  para  mustahiq  untuk  kepentingan konsumtif.  Kedua,  bahwa  pendayagunaan  dana  zakat  mengedepankan aspek  sosial  ekonomi  yang  luas  tidak  sekedar  konsumtif.  Untuk mencermati hal  ini, perlu dibedakan antara zakat fitrah dan zakat mal. Meski  keduanya  memiliki  nilai  ibadah  (hablun  minAllah)  namun  ada perbedaan  antara  keduanya.  Zakat  fitrah  yang  dimaknai  sebagai kewajiban  bagi  setiap  muslim  tanpa  terkecuali  untuk  mensucikan  diri, dan sifat dari zakat fitrah untuk kebutuhan konsumtif. Sedangkan zakat mal  yang  bertujuan  untuk  mensucikan  harta  maka  sifat  dari  zakat  ini untuk  kepentingan  produktif,  untuk  menyokong  pengembangan  harta para mustahiq terutama fakir miskin.
Untuk  dapat  melakukan  pendayagunaan  dana  zakat  mal  maka penyalurannya  diprioritaskan  untuk  kepentingan  yang  bersifat produktif. Sebagai upaya mewujudkan produktifitas dalam pengelolaan dana  zakat,  dana  hasil  zakat  dapat  dimanfaatkan  untuk  meningkatkan kesejahteraan  lahir  batin  masyarakat.  Dana  tersebut  dapat  digunakan untuk pembiayaan bidang dan sarana ibadah,  bidang pendidikan  Islam, kesehatan,  layanan  sosial ,  dan  pengembangan   ekonomi  (Depag  RI, 1996:195-196).  Dari  berbagai  bidang  atau  program  pengelolaan  zakat secara  produktif  di  atas  untuk   menentukan  aplikasinya  harus memperhatikan kondisi sosial masyarakat. Di samping melihat potensi daerah  tertentu  perlu  juga  diperhatikan  potensi  sumber  daya masyarakatnya  (mustahiq),  agar  program-program  yang  digulirkan mampu  berjalan  dengan  baik,  sehingga  pemberdayaan  harta  zakat memang  benar-benar  berpengaruh  terhadap  pemerataan  kesejahteraan bisa terwujud.





No comments:

Post a Comment

SURAT LAMARAN KERJA

Sukabumi . 17 Februari 2017 Perihal : Lamaran Kerja Lam     : - KepadaYth : Bapak/ibu Bagian Personalia/HRD PT.  ANGIN RI...