Thursday, February 26, 2015

Skripsi tentang zakat dalam ipaya pengetasan kemiskinan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dapat mempengaruhi akidah umat. Salah satu sebab orang yang keluar dari agama adalah karena kemiskinan dan kefakiran. Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga hubungan dengan Allah dan sesama manusia dengan dua tujuan, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia serta kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di akhirat. Secara sederhana, hablun minaaloh dapat diartikan bahwa seorang muslim harus secara tulus dan ikhlas bahwa seluruh aktivitasnya hanya untuk mengabdi kepada Allah. Sedangkan hablun minannas dapat diartikan bahwa seorang muslim harus mempunyai kepedulian dengan orang lain. Pedulian dengan orang adalah keharusan agar seorang muslim merasa punya tanggungjawab untuk memberikan solusi atas permasalahan umat termasuk kemiskinan.
Salah satu cara menanggulangi kemiskinan adalah dukungan orang yang mampu untuk mengeluarkan harta kekayaan mereka berupa dana zakat kepada mereka yang kekurangan. Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yanga telah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti sholat, haji, dan puasa. Di samping itu, zakat merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang strategis dan sangat berpengaruh pada pembangunan ekonomi umat. Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan (Qadir, 2001:83-84). Sebagian orang-orang Islampun berkeyakinan bahwa zakat memunyai peran penting dalam pengentasan kemiskinan. Namun banyak fakta di dunia empirik menujukkan hal yang berlawan. Negara-negara dimana mayoritas penduduknya beragama Islam masih tergolong Negara berkembang dalam tingkat kemiskinan yang masih tinggi. Satu contoh yang pantas untuk dikemukan adalah Negara Indonesia yang merupakan Negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Menurut Data BPS Maret 2013 jumlah penduduk muslim hampir 80 % dari total jumlah penduduk warga Indonesia beragama Islam. Angka ke miskinan di Indonesia terbilang cukup tinggi. Data BPS Maret 2013 menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin 31 juta jiwa. Sementara data dari bank dunia menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin sebesar 59 % atau setengah dari penduduk Indonesia.  Terlepas dari perbedaan data yang ditunjukan BPS dan bank dunia tersebut, yang jelas persoalan kemiskinan masih menjadi persoalan yang amat krusial di indonesia. Dan pemerintah  indonesia memberikan perhatian yang sangat serius dalam soal mengatasi kemiskinan ini. Alokasi dana yang diperuntukan bagi upaya-upaya untuk mengatasi kemiskinan tersebut sanagat besar.
Pada sisi lain, potensi zakat menunjukan angka yang sangat pantastis. Hasil perhitungan kasar menurut ketua umum BAZNAS KH.  Didin Hafidhuddin potensi zakat  masyarakat Indonesia mencapai Rp 270 triliun pertahunnya. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa  potensi zakat yang besar tersebut belum dapat tergali secara maksimal di Indonesia sehingga tidak mengherankan jika angka kemiskinan di Indonesia masih cukup besar. Pertanyaan yang akan muncul kemudian dari kenyataan seperti ini adalah mengapa potensi zakat yang besar tersebut belum dapat tergali secara maksimal.
Kerna kemiskinan merupak sebuah kondisi hidup yang serba kekurangan. Yusup Qorhdowi menyatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu penyebab munculnya permasalahan ekonomi karena lemahnya sumber penghasil. Pakar ekonomi melihat kemiskinan dari berbagai aspek. Pada aspek primer kemiskinan terlihat dari miskin asset, organisasi sosial politik, pendidikan, dan keterampilan. Dan pada asepek skekunder ke miskinan terlihat pada kemiskinan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi.
Kemiskinan terjadi tidak serta merta disebabkan oleh faktor-faktor bersifat ekonomi. Kemiskinan terjadi juga disebabkan oleh faktor budaya, sosial dan politi. Penyebab utama kemiskinan adalah karena kelemahan dari segi modal. Kelemahan modal disebabkan kerena ketidakmampuan untuk memamfaatkan dan mengembangkan sumberdaya alam. Ketidak mampuan untuk memampaatkan dan mengembangkan sumberdaya alam berdampak pada rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas berakibat pada lemahnya pendapatan. Pendapatan yang rendah berakibat pada rendahnya tabungan dan insentif. Rendahnya tabuangan dan insentif berakibat pula pada rendahnya pembentukan modal. Lingkaran kemiskinan demikan menyisakan variable lain yaitu variable sosial, budaya dan politik ketidak mampuan untuk memfaatkan dan mengembangkan sumberdaya alam berakar pada rendahnya pendidikan. Kemudian rendahnya produktifitas berakar pada lemahnya etos kerja. Dan kelemahan etos kerja disebabkan oleh adanya sebuah keyakinan bahwa kemiskinan takdir tuhan.  variable politik terlihat pada keberpihakan yang lebih dari pemerintah terhadap pemilik modal ketimbang kepada kepentingan rakyat banyak. Dengan demikian kemiskian tidak berdiri sendiri, banyak faktor yang menjadi penyebab timbulnya kemiskinan. Analisis kepada faktor-faktor penyebab kemiskinan akan menghasilkan sebuah langkah-langkah yang tepat dalam mengatasi kemiskinan tersebut.  
Melihat realiatas yang ada maka  zakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sulit terwujud apabila tidak ada peran aktif dari para muzakki dan pengelola zakat. Para muzakki harus sadar betul bahwa tujuan mereka berzakat tidak hanya semata-mata menggugurkan kewajibannya akan tetapi lebih luas yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Pengelola zakat (amil) juga dituntut harus profesional dan inovatif dalam pengelolaan dana zakat. Salah satu model pengelolaan zakat yang inovatif adalah pengelolaan zakat secara produktif, di mana dengan motode ini diharapkan akan mempercepat upaya mengentaskan masyarakat dari garis kemiskinan, mereka pada awalnya adalah golongan mustahik kemudian menjadi seorang muzakki.
Pengelolaan distribusi zakat yang diterapkan di Indonesia terdapat dua macam kategori, yaitu distribusi secara konsumtif dan produktif. Zakat produktif merupakan zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk usaha, yaitu untuk mengembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahik (Qadir, 2001:46).
Saat ini, meski masih banyak yang mendayagunakan harta hasil zakat secara konsumtif, akan tetapi sudah mulai muncul pendayagunan hasil zakat secara produktif di BAZNAS semisal. Kinerja lembaga tersebut telah mengalami kemajuan dan menerapkan metode pemberdayaan mustahiq zakat untuk usaha produktif. Dengan metode BAITUL QIRD tersebut diharapankan agar para mustahik mampu memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan serta kedepan diharapkan menjadi muzakki dari hasil pengembangan harta zakat tersebut.
Perkembangan metode BAITUL QIRD Pada awalnya gagasan ini muncul karena tujuan zakat telah hilang maka mempunyai interpretasi baru tentang zakat yang selama ini dipahami oleh masyarakat pada umumnya yang masih mengelola zakat secara konservativ. BAZNAS mempunyai interpretasi baru bahwa zakat itu disamping sebagai ibadah individu, dalam zakat juga terkandung misi pengembangan ekonomi umat. Pada awalnya gagasan konsep baru yang dirumuskan oleh BAZNAS tersebut mendapatkan banyak kendala. Hal tersebut karena pemuka agama dan masyarakat masih berpijak pada teks dan logika-logika klasik dalam mengelola dana hasil zakat yang berorientasi konsumtif. Banyak masyarakat yang masih memahami bahwa zakat hanya sebagai sebuah pemindahan harta tanpa konsep yang berbasis
Sistem pengelolaan pendistribusian zakat di BAZNAS berbeda dengan sistem yang biasa dipraktekkan. Pada umumnya pola pendistribusian yang terjadi di berbagai BAZNAS masih bersifat konsumtif, di mana dana zakat didistribusikan masih berwujud harta atau benda yang diserahkan muzakki semisal uang atau kepentingam sosial. Di BAZNAS, dana hasil zakat oleh BAZNAS diserahkan kepada para mustahiq diwujudkan berupa hal-hal produktif agar dikembangbiakkan menjadi sebuah usaha. Sistem pengelolaan pendistribusian zakat yang sudah berjalan ini  merupakan suatu terobosan baru dalam menyelenggarakan zakat sebagai alternatif solusi persoalan kemiskinan. Sistem pengelolaan pendistribusian zakat tersebut menurut hemat penulis menarik untuk diteliti dan dikaji. Sebagai ikhtiar untuk mengetahui lebih mendalam terhadap praktik pengelolaan pendistribusian zakat di BAZNAS.

B.     Perumusan Masalah
Langkah pertama dalam suatu penelitian ilmiah adalah mengajukan masalah. Satu hal yang harus disadari bahwa masalah itu tidak bisa berdiri sendiri dan terisolasi dari foktor-faktor lain. Selalu terdapat konstelasi yang  merupakan latar belakang dari suatu masalah-masalah tertentu (Jujun S. 2009;309). Berdasarkan latar  belakang yang telah diuraikan diatas dan konstelasi yang bersifat situasional inilah maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.         Bagaimana sistem pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZNAS sebelum dibentuknya program Baitul Qird dalam upaya pengetasan kemiskinan?
2.         Seperti apakah pelaksanan program Baitul Qirad dalam upaya pengetasan kemiskinan?
3.         Bagaimana Efektifitas Program Baitul Qird dalam upaya pengetasan kemiskinan ?


C.    Tujuan Penelitian
Sudah menjadi keharusan bahwasanya dalam setiap penelitian ilmiah harus mempunyai tujuan, kegunaan serta target tertentu sebagai upaya untuk mengukur tingkat pencapaiannya. Sebuah penelitian ilmiah jika tanpa adanya sebuah tujuan maka akan absurd dan sia-sia belaka. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.      Mengetahui pelaksanaan pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZNAS sebelum dibentuknya program Baitul Qird dalam upaya pengetasan kemiskinan .
2.      Mengetahui pelaksanan program Baitul Qirad dalam upaya pengetasan kemiskinan.
3.      Mengetahui Efektifitas Program Baitul Qird dalam upaya pengetasan kemiskinan.
D.    Kerangka Pemikiran
E.     Langkah-langkah Penelitan
Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis, sebagai berikut :
1.      Pendekatan dan jenis penelitian
a.       Metode dan pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalkan perilaku dan tindakan secara holistik (Moleong, 2011: 6).
Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian adalah pendekatan sosiologis yaitu pendekatan melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial budaya suatu unit sosial, individu, kelompok atau lembaga-lembaga sosial. sebagai jalan untuk memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat. (Soekanto, 1999:45)
b.      Lokasi dan Waktu Penelitian
 Peneliti bertindak sebagai instrument sekaliguspengumpul data yang mana penulis langsung datang dan mewawancarai Ketua BAZNAS Kabupaten Sukabumi.
c.       Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu:
1) Data Primer
Merupakan sebuah keterangan atau fakta yang secara langsung diperoleh melalui penelitian lapangan. Data primer diperoleh dari:
a) Informan
Informan adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat
(Moleong, 2002:90). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah panitia pengelola zakat, aparat Desa, tokoh masyarakat dan masyarakat umum di Dusun Tarukan. Selanjutnya informasi yang diperoleh dari para informan dideskripsikan dan diolah menjadi data primer.

.

No comments:

Post a Comment

SURAT LAMARAN KERJA

Sukabumi . 17 Februari 2017 Perihal : Lamaran Kerja Lam     : - KepadaYth : Bapak/ibu Bagian Personalia/HRD PT.  ANGIN RI...