Kasus
1
Lia (bukan nama sebenarnya) adalah
seorang siswi SMP kelas 2 di sebuah sekolah swasta di daerah Jakarta Barat.
Pada tanggal 12 April 2000, sekitar pukul 11 siang, Lia izin kepada gurunya
untuk istirahat karena sakit kepala.
Setelah mendapatkan izin dari gurunya ia beristirahat di sebuah ruangan
yang disediakan pihak sekolah untuk siswa yang sakit. Ketika tiba di ruangan tersebut, ternyata
sudah ada Dedi (bukan nama sebenarnya) yang juga sedang beristirahat karena
sakit. Oleh karena Lia dan Dedi saling
kenal (Dedi adalah kakak kelas Lia) mereka sempat berbincang-bincang. Ketika
perbincangan terjadi tiba-tiba Dedi mendatangi tempat tidur dimana Lia
beristirahat dan serta merta menarik kemeja, mendorong, menindih, mencium,
meremas-remas buah dada dan memasukkan tangannya ke dalam rok Lia.
Saat menerima perlakuan Dedi tersebut, Lia menjadi panik, bingung dan
ketakutan sambil berusaha melawan dengan berteriak sambil menampar dan
menendang Dedi, namun teriakan itu tidak terdengar karena ada anak-anak lain
yang sedang main volley dan Dedi terus melakukan penyerangan seksual tersebut
kepada Lia. Setelah melakukan penyerangan seksual tersebut Dedi meminta maaf
kepada Lia dan menyuruh Lia menampar pipinya, setelah itu meninggalkan Lia
dalam keadaan shock dan menangis.
Sesampai di rumah sepulang sekolah Lia melaporkan kejadian tersebut kepada
ibunya. Keesokan harinya tanggal 13 April 2000, Ibunya mengadukan kejadian yang
telah menimpa Lia kepada Kepala Sekolah. Oleh pihak sekolah disarankan
berdamai, namun orang tua Lia bersikeras agar Dedi diberi sanksi dengan
dikeluarkan dari sekolah. Apabila pihak
sekolah tidak mengelurkan Dedi, maka
kasus tersebut akan dilaporkan ke
polisi. Pihak sekolah memaksa agar
penyelesaiannya hanya dilingkungan intern sekolah tanpa harus dibawa keluar.
Apabila kasus ini dilaporkan ke polisi, pihak sekolah balik mengancam akan
mengeluarkan Lia dari sekolah dan hanya akan menghukum Dedi atas pelanggaran
disiplin sekolah yakni menyalah gunakan izin istirahat yang diberikan oleh sekolah
dengan mengobrol dengan Lia.
Oleh karena tidak mendapatkan kejelasan mengenai penyelesaian kasus
tersebut, akhirnya kejadian tersebut dilaporkan
Lia dan pihak orangtua Lia ke
pihak kepolisian pada tanggal 3 Agustus
2000.
Kasus
2
Tina (bukan nama sebenarnya) berusia 14 tahun dan masih duduk di bangku
SMP. Tina adalah keponakan dari Iwan
(bukan nama sebenarnya). Iwan atau pelaku adalah suami dari bibi Tina
(korban). Pada tahun 1999, Tina dibawa
oleh bibi dan pelaku dari kampung Purworedjo ke Depok karena saat itu ibunya
mengalami sakit jiwa yang disebabkan karena ditinggal pergi begitu saja tanpa
alasan yang jelas oleh bapaknya sehingga ibunya tidak bisa merawatnya
lagi. Sejak saat itu Tina tinggal di rumah
paman dan bibinya dan disekolahkan di Yayasan milik Iwan pamannya.
Ketika Tina sudah beranjak remaja pamannya mulai melakukan perkosaan
terhadapnya. Perkosaan terjadi secara
terus menerus sejak bulan Oktober 2003 hingga Februari 2004. Tina tidak kuasa menolak karena ia diancam
dan ia sangat tergantung hidupnya pada pamannya. Ditambah sikap bibi korban yang tidak peduli
dan bersikap kasar.
Perbuatan pamannya berhenti sejak mengetahui korban hamil. Pada bulan Juli Tina pernah dibawa ke rumah
sakit di Tangerang untuk digugurkan kandungannya namun tidak berhasil. Karena tidak kuat lagi menanggung
penderitaan, akhirnya ia menceritakn kejadian tersebut kepada kakaknya. Saat keluarga besar bibi dan pamannya
mengetahui kejadian tersebut, mereka tidak memihak pada Tina justru malah
menyalahkannya korban dan berpihak kepada pamannya yang sebagai pelaku. Akhirnya korban diungsikan oleh kakaknya ke
rumah temannya. Selain oleh pamannya
Tina juga pernah hampir mengalami perkosaan yang dilakukan oleh sepupunya atau
anak bibi pamannya, namun hal tersebut diketahui oleh anggota keluarga yang
lain sehingga pelaku gagal melakukan perkosaan terhadap Tina.
Kasus
3
Ina (bukan nama sebenarnya) adalah seorang mahasiswi di sebuah perguruan
tinggi, ia tinggal dalam sebuah kamar kost.
Kejaian perkosaan terahdapnya terjadi pada malam hari sekitar pukul
02.00, pada saat itu ia mendadak tebangun karena kamarnya dimasuki oleh
seseorang yang tidak dikenal. Korban
menduga pelaku masuk ke kamarnya setelah mencongkel kaca jendela dekat pintu
dari luar. Pintu kontrakan milik Tn. K
ini dengan mudah terbuka setelah kuncinya dibuka oleh pelaku. Sebelum masuk ke kamar pelaku terlebih dahulu
memutuskan tali jemuran yang tidak jauh dari kamar korban.
Perbuatan pelaku membuat Ina kaget dan terbangun kemudian segera meminta
tolong pada tetangganya, tetapi perlawanan yang dilakukannya langsung
digagalkan pelaku dengan cara membekap mulut korban dengan bantal dan kemudian
menjerat leher korban dengan tali rapia sehingga pada saat korban tidak
sadarkan diri pelaku melampiaskan nafsunya.
Tidak lama setelah kejadian korban melaporkan kejadian ke Polsek
terdekat, karena menyadari dirinya telah diperkosa dan pakaian yang
dikenakannya telah acak-acakan. Usai melakukan kekerasan dan perkosaan, pelaku
mengambil uang korban sebesar Rp.8000,- dan menurut warga sekitar wilayah
kost-kostan sekitar tempat kejadian rawan terjadinya pencurian dengan
kekerasan.
Rini (bukan nama sebenarnya) berusia 38 tahun, ia telah menikah dengan
suaminya bernama Kusdi (bukan nama sebenarnya)
selama 15 tahun. Dari perkawinan
tersebut Rini dikaruniai 2 orang anak.
Pada awal perkawinan, kehidupan rumah tangganya dan suami baik-baik
saja. Namun hal tersebut tidak
berlangsung lama. Sejak usia
perkawinannya 1 tahun, suaminya mulai mempunyai keinginan yang aneh-aneh dalam
melakukan hubungan seksual yang tidak disukai olehnya. Jika ingin melakukan hubungan seksual,
suaminya selalu terlebih dahulu menonton “film blue”, lalu meminta Rini untuk
meniru gaya seksual dalam film blue tersebut.
Jika tidak menuruti keinginan suaminya ia dipukul. Hal tersebut berlangsung terus menerus.
Beberapa tahun terakhir, suami Rini lebih tidak manusiawi lagi, setiap akan
berhubungan seksual, suami selalu menyiapkan terong atau mentimun yang telah
direbus dengan ujung yang diikat karet.
Ketika berhubungan seksual, ujung satu terong atau mentimun tersebut
dimasukkan ke dalam vaginanya sedangkan ujungnya yang lain dimasukan dalam
lubang anus suaminya, akibatnya Rinji merasakan sakit yang amat sangat ketika melakukan
hubungan seksual dengan cara demikian.
Rini tidak berdaya untuk menolaknya karena jika ia tidak mau menuruti
kemauan suaminya tersebut selain akan dipukul ia juga diancam tidak akan diberi
nafkah.
Kebiasaan suaminya yang tidak manusiawi tersebut
mengakibatkan setiap malam Rini selalu ketakutan ketika mendengar suaminya
pulang kerja, bahkan tidak jarang ia disuruh suaminya untuk menyediakan dan
mempersiapkan terong dan mentimun tersebut untuk digunakan pada malam harinya. Rini sering berharap suaminya tidak pernah
pulang ke rumah atau ia sering juga berpikir akan kabur dari rumah, tetapi ia
tidak kuasa melakukan hal itu karena teringat kepada kedua anaknya.
Pernah suatu saat ia berbicara pada orangtuanya
mengenai hal ini, tetapi orangtuanya malah tidak mempercayainya dan menganggap
ia mengada-ada, dan orangtuanya mengatakan pula jika pun hal itu benar
sebaiknya sebagai istri tidak boleh mengemukakan hal itu pada siapa-siapa
karena sama dengan menguak aib keluarga sendiri katanya. Ia diminta untuk bersabar dan tetap melayani
suaminya dengan baik.
No comments:
Post a Comment