Thursday, February 26, 2015

ilmu itu mahal

Peradaban islam maupun peradaban Indonesia dibangun  bi ilmil ulama (dengan ilmunya para ulama) bukan dengan politiknya para politisi (bi siyaasiti zuama), bahkan peradaban dunia sekalipun itu dimulai dari peradaban ilmu itulah ungkapan KH. Prof. Dr. Said Agil Siradj, MA. Sebagai contoh, kebesaran dinasti Abasiyyah yang berkuasa kurang lebih 250 tahun itu disebabkan karena mereka menghargai ilmu, juga Barat modern bisa maju karena mereka mengagungkan rasionalitas dan menghargai ilmu serta ilmuan.
            PROF. Dr. Mulyadi Kartanegara mengungkapkan bahwa kemajuan islam masa lalu ditopang oleh tiga hal; (1). Penghargaan masyarakat terhadap ilmu dan ilmuan atau ulama, (2). Penghargaan dan apresiasi pemerintah terhadap ilmu dan ilmuan, (3). Fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap ilmu dan ilmuan.
            Sebagai bukti dari hal pertama, suatu ketika pernah terjadi perdebatan tentang perlukah ilmu tatabahasa jika kita sudah mengerti ilmu logika, suatu perdebatan yang dilakukan oleh Imam As-Syairofi seorang ahli tatabahasa dan beragama islam dengan Abu Basyr Matta seorang ahli logika yang beragama Kristen disebuah emperan toko buku (kitab), ketika mendengan informasi itu masyarakat sangat antusias bahkan mereka berbondong-bondong untuk menyaksikannya, dan masih banyak lagi contoh yang lain tentang antusiasme dan animo masyarakat terhadap Ilmu.
            Pada masa kejayaan islam pemerintah sangat memperhatikan ilmu, sebagai contoh Ibnu Rusyd dipanggih oleh Abi Ya’qub Yusuf (seorang penguasa dinasti Muwahhidun di Andalusia Spanyol) melalui gurnya yakni Ibnu Thufail untuk memberikan penjelasan dan komentar atas karya-karya Aristoteles. Bisa kita bayangkan luar biasanya seorang penguasa masih saja berfikir tentang ilmu, hal serupa juga terjadi pada Fakhruddin Al-Razi seorang ahli tafsir, filsafat, teologi dan ilmu yang lainnya, ketika beliau dipanggil ke istana, beliau disambut dengan meriah bagaikan menyambut seorang pangeran yang baru dating dari medan perang dengan membawa kemenangan yang gemilang, dan ketika beliau menyampaikan ilmu di majelisnya sultan maka seluruh keluarga sultan dan para punggawa kerajaan ikut mendengarkannya dengan khidmat. Inila di antara bentuk apresiasi yang diberikan penguasa muslim pada zaman keemasan islam terhadap para ulama dan ilmuan.
            Pemerintah tidak hanya memberikan apresiasi, tapi juga memfasilitasi kerja-kerja ilmiah, sebagai contoh penguasa Mongol yakni Jengis Khan menghadiahkan sebuah observatorium untuk Hauzatunnasiruddin at-Tusi di Marogoh dalam rangka penelitian astronominya. Selain itu para penguasa merasa bangga ketika mereka memiliki perpustakaan-perpustakaan besar yang menampung ribuan judul buku yang di dalamnya terdiri dari para peneliti yang dibiayai oleh pemerintah. Dengan begitu maka para ilmuan pun selalu bersemangat dalam melakukan kajian dan penelitian sehingga menghasilkan ilmu-ilmu serta teori yang canggih dan segar.
            Itulah di antara sekilas potret kemajuan islam pada masa klasik. Kemudian untuk konteks Indonesia sendiri tempo doeloe, kita mengetahui bagaimana penghormatan masyarakat kepada ahli ilmu (kiyai), seluruh intruksinya pasti dijalankan, ketika masyarakat mendapatkan rezeki pasti yang pertama diberi adalah kiyai sekalian minta do’anya agar rezeki tersebut diberkahkan. Masyarakat bergotong-royong mendirikan Pondok, Mushola, dan tempat tinggal kiyai serta memasok kayu bakar kiyai, agar kiyai tidak perlu memikirkan kayu bakar, yang penting kiyai fokus mengajar.
            Para penguasa selalu minta nasihat dan wejangan dari kiyai, sebagai contoh Soekarno ketika beliau ingin memutuskan segala hal pasti beliau konsultasi terlebih dahulu kepada Hadzratusyaikh Hasyim Asy’ari (pendiri NU) dan A. Hasan (penerus PERSIS). Ini artinya seorang kiyai ahli ilmu  sangat dihormati dan didengarkan serta diamalkan wejangan-wejangannya.
            Walhasil, dari uraian di atas kita bisa menarik suatu benang merah bahwa kemajuan islam dan kemajuan Indonesia disebabkan oleh apresiasi (penghargaan) dan fasilitas yang diberikan oleh masyarakat dan pemerintah kepada ahli ilmu. Namun fenomena ini berbanding terbalik dengan keadaan sekarang, di mana masyarakat sudah tidak peduli lagi (masa bodo) terhadap ilmu dan ahli ilmu.  Yang ada dalam masyarakat saat ini adalah angka dan kertas, “bagaimana kita mendapatkan uang yang banyak supaya kita bisa berfoya-foya, shoping, supaya bisa makan enak, ngapai harus sekolah, ngapain harus mesantren, ngapain  harus baca buku mending kerja karena semua itu gak menjamin kita kaya,  kamu baca buku se jam gak dapet apa-apa, tapi kalau kerja se jam pasti dapet gaji”. Itulah kira-kira pembicaraan yang lazim dimasyarakat kita.
            Dikala otak masyarakat Indonesia dalam keadaan rusak,  eh pemerintah malah nambah-nambahin, di mana penghargaan (apresiasi) pemerintah terhadap ilmu dan penghargaan (reward) pemerintah terhadap ilmuan sangat minim. Saya teringat waktu itu  ketika nonton tayangan di TV, ada berita seorang siswa Indonesia yang berhasil meraih medali emas dalam olimpiade  internasional bidang kimia, dia menciptakan suatu obat dari daun teh, tapi na’asnya ketika dia ingin bea siswa untuk masuk ke ITB (Institut Teknik Bandung)  malah dipersulit, selanjutnya dia mencoba mengajukan bea siswa ke Jerman ternyata diterima dengan mudah.
            Mungkin sahabat bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika putra-putri perbaik bangsa ini harus di didik di luar dan nanti akan memajukan Negara luar, Indonesia hanya bisa gigit jari saja.
            Lalu, apa yang harus kita lakukan? Saya berpandangan bahwa syarat utama membangun paradaban bangsa adalah dengan ilmu, tapi jangan salah mencari ilmu itu tidak mudah, tidak murah, tidak gratis. Karena jika pendidikannya murah maka tidak ada pengorbanan, jika tidak ada pengorbanan maka ilmunya pun murahan. Apa bisa dengan ilmu murahan kita membangun peradaban???
            Ilmu  yang berkualitas itu harus memenuhi syarat yang diungkapkan oleh Al-Jarnuzi dalam kitab Ta’lim Muta’alim ila tahriqi ta’allum, diantaranya ada enam syarat;
                 Tidak akan mendapatkan ilmu kecuali memenuhi enam syarat
                 Otak harus cerdas, harus sabar, harus ada guru yang membimbingnya, harus sungguh-sungguh, harus ada biayanya, serta waktunya harus lama.

No comments:

Post a Comment

SURAT LAMARAN KERJA

Sukabumi . 17 Februari 2017 Perihal : Lamaran Kerja Lam     : - KepadaYth : Bapak/ibu Bagian Personalia/HRD PT.  ANGIN RI...